Oleh: Arif Yudhistira*
Muhammadiyah dikenal sebagai organisasi yang konsen di dua bidang yakni di bidang pendidikan dan sosial. Di bidang pendidikan Muhammadiyah bergerak melalui amal usahanya di bidang pendidikan seperti sekolah, pondok pesantren, sekolah tinggi, hingga universitas dan perguruan tingginya. Sedangkan di bidang sosial kita bisa melihat amal usaha Muhammadiyah seperti rumah sakit, panti asuhan, panti jompo, dan yayasan sosial lainnya. Ciri khas Muhammadiyah inilah yang menunjukkan hubungan Kiai Dahlan dan spirit Muhammadiyah.
Kiai Dahlan dan Spirit Muhammadiyah
Gerakan Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan purifikasi atau pemurnian kembali ajaran islam. Spirit ini memang agak kental dengan gerakan wahabi. Tapi Muhammadiyah memiliki corak tersendiri dalam membawa purifikasi ini.
Bagaimana purifikasi dalam Muhammadiyah? K.R.H.Hajid menulis di buku Falsafah ajaran K.H.Ahmad Dahlan berkaitan dengan purifikasi. K.H. Ahmad Dahlan mengatakan : “Orang yang mencari barang hak itu perumpamaannya demikian: Seumpama ada pertemuan antara orang Islam dan Kristen, yang beragama Islam membawa Kitab Bibel ( Perjanjian Lama dan Baru), kemudian kedua kitab suci itu diletakkan di atas meja. Kemudian kedua orang tadi mengosongkan hatinya kembali kosong sebagaimana asal manusia tidak berkeyakinan apapun. Seterusnya bersama-sama mencari kebenaran, mencari tanda bukti yang menunjukkan kebenaran.”
Lebih lanjut Ahmad Dahlan mengatakan : “Akan tetapi sebagian besar dari para manusia hanya anggap-anggapan saja, diputuskan sendiri. Mana kebiasaan yang dimilikinya dianggap benar dan menolak mentah-mentah terhadap lainnya yang bertentangan dengan miliknya.”
Spirit Ahmad Dahlan dalam memahami ajaran agama ini yang kemudian diterjemahkan ke dalam spirit Muhammadiyah untuk melakukan purifikasi. Purifikasi di tubuh Muhammadiyah diartikan bahwa manusia memang diberi keluasan untuk berfikir, mencari tahu, belajar, dan berkembang. Sehingga bisa menimbang apakah maksud dari ayat atau perintah agama itu sendiri.
Bagaimana menerjemahkan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga pedoman dalam beragama tidak berdasarkan taklid dan ucapan kakek, nenek, dokter, tapi berdasarkan wahyu, dalil, yang sudah dicernakan pula melalui pikiran dan akal kita.
Dua Anjuran Kiai Ahmad Dahlan
Spirit Ahmad Dahlan yang lain adalah spirit untuk zuhud dan sufistik. Ahmad Dahlan begitu takut sekali terhadap Tuhan. Kita bisa menengok ajaran Ahmad Dahlan ini melalui fatwa yang ia tulis : “Kita manusia ini, hidup di dunia hanya sekali, untuk bertaruh. Sesudah mati, akan mendapat kebahagiaankah atau kesengsaraankah?”.
Kerapkali ia mengatakan “Manusia itu semuanya mati (mati perasaannya) kecuali para Ulama, yaitu orang-orang yang berilmu. Dan ulama-ulama itu dalam kebingungan, kecuali mereka yang beramal. Dan mereka yang beramal semuanya dalam kekhawatiran kecuali mereka yang ikhlas dan bersih.”
Pernah dalam suatu pembicaraan yang dicatat oleh K.R.H.Hajid Ahmad Dahlan megatakan: “Bermacam-macam corak ragamnya mereka mengajukan pertanyaan tentang soal-soal agama. Tetapi tidak ada satupun yang mengajukan pertanyaan demikian: Harus bagaimanakah supaya diriku selamat dari api neraka? Harus mengerjakan perintah apa? Beramal apa? Menjauhi dan meninggalkan apa?.”
Ada dua hal yang menjadi anjuran Ahmad Dahlan dalam beragama. Selain mencari ilmu dan mencari tahu, ia juga menganjurkan bahwa kita mempertimbangkan betul kehidupan akhirat. Inilah yang kelak digunakan Ahmad Dahlan untuk mendidik murid-muridnya dan membuat organisasi Muhammadiyah.
Keresahan Kiai Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan juga dikenal memiliki spirit seperti Usman Bin Affan sahabat nabi. Ia tak kenal gentar untuk mengorbankan hartanya untuk perjuangan. Sehingga ia berpesan, “Kebanyakan pemimpin-pemimpin rakyat, belum berani mengorbankan harta benda dan jiwanya untuk berusaha tergolongnya umat manusia dalam kebenaran. Malah kebanyakan pemimpin-pemimpin itu biasanya hanya mempermainkan, memperalat manusia yang bodoh-bodoh dan lemah.”
Dahlan sendiri tidak tanggung-tanggung dalam berjuang melalui hartanya. Inilah yang kelak membawa Dahlan mendengungkan Surat Al-Maun, yang dinilai sebagai dasar untuk membebaskan manusia dari belenggu ketertindasan. Spirit Al-Maun, yang mencela orang yang menghardik anak yatim dan orang miskin membuat Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah sebagai gerakan yang bertumpu pada pembebasan kaum fakir dan miskin ini.
Meski terus-menerus merenung, resah dan khawatir terhadap Tuhannya, Dahlan tak meninggalkan perkara duniawi. Tugas kekhalifahan yang dipegang oleh manusia menuntut serta tanggungjawab untuk membebaskan manusia lain dari belenggu kemiskinan dan kebodohan.
Karena bergerak di bidang pendidikan yang getol melawan kebodohan, Muhammadiyah kemudian dikenal sebagai organisasi islam rasional. Islam yang mengajak berfikir, mengajak umatnya untuk mengecek, belajar kembali, serta tak mudah menurut saja tanpa pertimbangan akal terlebih dahulu.
Sedang di gerakan sosialnya, Muhammadiyah dikenal pula sebagai gerakan terdepan dalam berusaha melawan dan mengentaskan kemiskinan dan peduli terhadap anak yatim. Kita bisa melihat ini melalui gerakan amal usahanya yang terus bergeliat dari sabang sampai merauke.
Pembeda Manusia dan Binatang
Ahmad Dahlan sudah mewariskan pemikirannya melalui ucapan-ucapan yang dirangkum oleh K.H. Hajid di buku Pelajaran KHA.Dahlan; 7 Falsafah Ajaran dan 17 Kelompok Ayat Al-qur’an(2013). Di buku itulah, kita bisa membaca spirit Dahlan yang kini ikut pula menjadi spirit organisasi Muhammadiyah yang telah besar seperti sekarang ini.
Dahlan selalu menekankan pikiran untuk digunakan yang membedakan antara manusia dengan binatang. Selain itu, Dahlan juga memberikan kritik pada orang-orang yang lengah, tenang, serta tak mau memikirkan nasibnya atau masa depannya kelak di akhirat.
Inilah spirit Muhammadiyah yang bisa kita lihat dalam ucapan Dahlan berikut: “Manusia perlu digolongkan menjadi satu dalam kebenaran, harus bersama-sama mempergunakan akal fikirannya, untuk memikir, bagaimana sebenarnya hakikat dan tujuan manusia hidup di dunia. Apakah perlunya? Hidup di dunia harus mengerjakan apa? Dan mencari apa? Dan apa yang dituju?. Manusia harus mempergunakan fikirannya untuk mengoreksi soal I’tikad dan kepercayaanya, tujuan hidup dan tingkah-lakunya, mencari kebenaran yang sejati. Karena kalau hidup di dunia hanya sekali ini sampai sesat, akibatnya akan celaka dan sengsara selama-lamanya.”
*) Koordinator Nasional Sarekat Taman Pustaka, Pengasuh MIM PK Kartasura