Riset

Kiri Islam, Alternatif Menghadapi Superioritas Barat

4 Mins read

Hassan Hanafi bukanlah nama yang asing di telinga para akademisi. Apalagi bagi kita yang gemar membaca karya-karya tentang pembaharuan dalam Islam. Hassan Hanafi merupakan seorang intelektual muslim sekaligus tokoh filsuf terkemuka di Mesir.

Beliau dilahirkan pada tanggal 13 Februari 1935 M di kairo, Mesir. Keluarga Hassan Hanafi berasal dari Bani Suwayf, sebuah provinsi yang terletak di Mesir bagian dalam dan berurban di Kairo. Meskipun dalam lingkungannya bisa dikatakan kurang mendukung, namun kota tersebut memiliki arti yang penting bagi perkembangan awal tradisi keilmuan Hassan Hanafi.

Namun sebelum itu, ada sesuatu yang menarik ketika kita sering berdiskusi tentang pembaharuan dalam pemahaman Islam. Mungkin akan timbul sebuah pertanyaan didalam benak kita.

Apakah iya Islam selalu membutuhkan pembaharuan? Jikalau iya, pemahaman Islam mana yang mengalami degenerasi sehingga harus memerlukan pembaharuan atau penyegaran? Perlu kita mengingat bahwa sebenarnya Islam tidak membutuhkan yang namanya pembaharuan, karena Islam telah sempurna dengan semestinya

ٱلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلْإِسْلَٰمَ دِينًا ۚ فَمَنِ ٱضْطُرَّ فِى مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّإِثْمٍ ۙ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

***

Maka justru yang seharusnya diperbaharui ialah sikap kita terhadap agama. Yaitu, kekurangan pemahaman terhadap agama, bukan kekurangan yang diduga berada pada ajaran Islam itu sendiri.

Problem-problem yang dihadapi Islam saat berada di zaman dulu, mungkin berkisar pada masalah pembersihan akidah dari berbagai macam bentuk kesyirikan atau pembersihan ibadah dari segala bentuk tahayul dan khufarat.

Sementara, problem-problem keagamaan yang lahir pada zaman kontemporer ini sangat erat kaitannya dengan kehidupan politik dan ekonomi. Tidak berlebihan jika dikatakan masa depan Islam nanti akan sangat bergantung pada kemampuan umat Islam untuk menjawab berbagai tantangan masalah sosial politik maupun sosial ekonomi yang cukup mendasar pada zaman ini.

Baca Juga  Suleymanli & Gulen, Wajah Komunitas Muslim yang Akomodatif dengan Nilai Barat

Dalam situasi ketertinggalannya negara-negara Islam dari Barat, tampil seorang intelektual muslim dari mesir pada abad kedua puluh, yang dikenal sebagai Hassan Hanafi. Beliau meluncurkan berbagai ide pembaharuan dalam sebuah jurnal terkenal dengan judul  al-Yasar al-Islami (Kiri Islam).

Kiri Islam

Mungkin bagi mereka yang jarang membaca tentang pemikiran-pemikiran Hassan Hanafi, akan terasa asing mendengarkan kata “Kiri Islam”. Apa? Kiri? KOMUNIS dong! Eits, tunggu dulu, biar penulis yang menjelaskan dengan lebih komprehensif.

Istilah Kiri Islam berasal dari kata “Al-Yasar al-Islami” yang merupakan judul dari jurnal ilmiah yang diprakarsai oleh Hassan Hanafi pada tahun 1981. Secara ilmiah Kiri Islam digunakan untuk ilmu politik yang berarti perlawanan dan pemikiran kritis, yang menjelaskan adanya jurang pemisah antara realitas dan idealitas.

Nama Kiri Islam ini sebenarnya muncul begitu saja secara spontan oleh Hassan Hanafi setelah ia melihat realitas umat Islam yang tertindas dan tertinggal. Menurut Hassan Hanafi, jurnal yang berjudul Al-Yasar al-Islami ini bertujuan untuk mengangkat posisi kaum yang tertindas, kaum miskin, dan mereka yang menderita.

Penyebab Munculnya Gagasan Kiri Islam

Jurnal Kiri Islam sebenarnya diterbitkan oleh Hassan Hanafi sebagai respon terhadap kemenangan Revolusi Islam di Iran pada Tahun 1979. Namun, kemenangan revolusi di Iran bukanlah sebagai satu-satunya lahirnya Kiri Islam. Melainkan masih ada faktor lain yaitu adanya gerakan modern Islam lainnya.

Pertama, Hanafi mengungkapkan bahwa setelah melihat realitas kehidupan umat Islam di dunia,  khususnya di Mesir pada saat itu, ada kecendrungan-kecendrungan keislaman yang berkaitan dengan keakuasaan dan bergesernya praktik keislaman menjadi hanya sebatas ritual semata dan melupakan aspek sosial dari agama itu sendiri (Hanafi, al-Yasar: 9).

Baca Juga  Perbedaan Mencolok Kampus Indonesia dan Australia

Padahal, Islam sebagai agama paripurna bukan hanya berisi ajaran-ajaran mengenai hubungan manusia dengan Allah, namun juga mengatur hubungan antara manusia dengan manusia lain. Tentu diharuskan untuk membantu mengatasi masalah kemanusiaan yang terjadi.

Kedua, liberalisme menjadi sasaran kritik Hanafi. Walaupun dalam pemikirannya Hanafi dengan jelas dan terang-terangan menolak pemikiran Barat, tetapi liberalisme itu sendiri merupakan hasil dari kolonialisme Barat. Namun karena liberalisme didukung oleh kelas atas, akibatnya rakyat muslim menjadi korban eksploitasi ekonomi (Hanafi: 10).

Ketiga, adanya kecendrungan-kecendrungan Marxis-Barat yang bertujuan untuk mendirikan partai yang berjuang menentang imprealisme. Sementara, kaum muslimin sendiri pada saat itu tidak bisa mengembangkan khazanahnya sendiri. (Hanafi: 10).

Keempat, adanya sebuah gerakkan revolusi nasional yang menimbulkan perubahan yang mendasar dalam struktur sosial-budaya. Namun, itu semua tidak melibatkan kesadaran kaum muslimin, al-Tanwir al-Syamil (Hanafi, 1981:10).

Tiga Tema Sentral Kiri Islam

Tema sentral dari pemikiran Hassan Hanafi yang terdapat dalam gagasan Kiri Islam dapat dibagi menjadi tiga isu besar, yakni (1) revitalitas khazanah Islam klasik; (2) Urgensi penentangan atas peradaban Barat; dan (3) realitas faktual dunia Islam.

Pilar pertama, Hassan Hanafi lebih memfokuskan bahwasannya diperlukan rekontruksi, pembangunan, dan pemurnian khazanah (Islam) klasik sangat penting dilakukan untuk merevitalisasi khazanah Islam.

Pilar kedua, perlunya untuk menentang peradaban Barat. Menurut beliau, Kiri Islam memiliki keterkaitan dengan agenda al-Afghani yaitu melawan kolonialisme dan keterbelakangan yang menyerukan kebebasan dan keadilan sosial serta mempersatukan umat Islam yang telah terpecah-belah. Tugas Kiri Islam adalah mengembalikan kebudayaan Barat ke batas alamiah dan mengakhiri mitos peradaban barat yang telah mendunia (Oksidentalisme, Hanafi: 34)

Pilar ketiga, realitas dunia Islam, gagasan Kiri Islam sebenarnya memberikan gambaran real situasi dunia Islam, bukan gambaran secara normatif. Menurut beliau, dunia Islam sedang menghadapi tiga ancaman, yaitu imperialisme, zionisme, dan kapitalisme dari luar serta ketertindasan dan keterbelakangan dari dalam.

Baca Juga  Islam dan Status Quo (2): Sebuah Pendekatan Baru Pada Islam Hari Ini

Kesimpulan

Gagasan Kiri Islam yang dikembangkan oleh Hassan Hanafi agaknya cukup menarik jika kita diskusikan. Karena lewat karyanya, terlihat banyak menggunakan ungkapan-ungkapan tajam daripada ungkapan arif nan “menyenangkan”.

Dalam artian lain, ia lebih mendahulukan istilah “nahi munkar” daripada “amar ma’ruf”. Kendati demikian, ide-ide revolusioner yang ia curahkan didalamnya menjadi bahan diskusi yang menarik dan bahan pertimbangan untuk kebangkitan umat Islam dalam percaturan intelektual muslim di dunia. Namun ide yang beliau tuangkan juga tidak terlepas dari kritikan.

Namun kita tetap berharap baik itu kritik atau gagasan Kiri Islam yang beliau kembangkan sesungguhnya dapat memberikan sumbangsih yang sangat berharga (terutama dalam jagat diskursus Islami Studies) bagi kepentingan Islam dan kaum Muslimin.

Mungkin sebagai penutup, sejatinya tulisan ini hanyalah rangkuman dari pemikiran penulis ketika membaca karya-karya Haasan Hanafi yang jikalau kita bawakan ke dalam zaman dewasa ini, itu semua sangat relevan dengan keadaan dunia saat ini. Di mana Barat masih mengglobal, kita umat Islam masih dalam keadaan ketertinggalan.

Namun kita sama-sama tahu betul bahwa perubahan yang seperti itu tidak bisa dilakukan hanya dengan semalam dan sekejap mata, apalagi ditambah dengan kita yang notabene memiliki hobi rebahan. Mungkin Kiri Islam mungkin hanya akan sekadar tulisan Hassan Hanafi yang tinggal menanti sesosok pahlawan cukup sinting untuk mengimplementasikannya.

Editor: Yahya FR

Avatar
4 posts

About author
Mahasiswa UIN Jakarta
Articles
Related posts
Riset

Membuktikan Secara Ilmiah Keajaiban Para Sufi

2 Mins read
Kita barangkali sudah sering mendengar kalau para sufi dan bahkan Nabi-nabi terdahulu memiliki pengalaman-pengalaman yang sulit dibuktikan dengan nalar, bahkan sains pun…
Riset

Lazismu, Anak Muda, dan Gerakan Filantropi untuk Ekologi

2 Mins read
“Bapak ini kemana-mana bantu orang banyak. Tapi di kampung sendiri tidak berbuat apa-apa. Yang dipikirin malah kampung orang lain,” ujar anak dari…
Riset

Pengorbanan Ismail, Kelahiran Ishaq, dan Kisah Kaum Sodom-Gomoroh

4 Mins read
Nabi Ibrahim as. yang tinggal Hebron mendapat berusaha menjenguk putra satu-satunya. Sebab pada waktu itu, Sarah sudah uzur dan belum juga hamil….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds