Review

Konsep Ekonomi Spiritual Menurut Daromir Rudnyckyj

3 Mins read

Dalam buku Spiritual Economies: Islam, Globalization and Afterlife of Development, Daromir Rudnyckyj menyodorkan konsep yang disebut “ekonomi spiritual” dalam melihat fenomena kebangkitan agama dan persinggungannya dengan neoliberalisme.

Emotional and Spiritual Quotient (ESQ) dan penerapannya dalam pelatihan-pelatihan yang dilakukan di beberapa perusahaan plat merah (BUMN) seperti Krakatau Steel, menjadi fokus analisis Rudnyckyj dalam buku ini.

Rudnyckyj ingin menjelaskan bagaimana pelatihan spiritual yang populer seperti ESQ menjadi contoh bekerjanya rasionalitas neoliberal; di era setelah runtuhnya rezim Orde Baru di Indonesia.

Bagaimana Pelatihan Spiritual Menjadi Contoh Rasionalitas Neoliberal Bekerja

Secara garis besar, Rudnyckyj membagi pembahasannya ke dalam tiga bagian:

Bagian pertama menyajikan faktor lingkungan atau kondisi yang melatarbelakangi munculnya “ekonomi spiritual”. Karakteristik pemerintahan Orde Baru yang cenderung memisahkan pembangunan ekonomi dengan ajaran agama; digantikan oleh upaya reformasi spiritual yang dirancang dengan menggabungkan etika agama dengan kemajuan ekonomi.

Bagian kedua menjelaskan bagaimana para pembaharu spiritual (spiritual reformers) membentuk “ekonomi spiritual”. Caranya dengan merekonstruksi konsep pekerjaan sebagai bentuk ibadah kepada Tuhan dan bagaimana pengaruh pemerintah dalam reformasi spiritual tersebut di Indonesia.

Sedangkan bagian ketiga menunjukkan dampak dari kemunculan “ekonomi spiritual”; dan bagaimana reformasi spiritual diartikulasikan sebagai konfigurasi identitas agama, kebangsaan, dan kelas di Indonesia.

Konsep Ekonomi Spiritual

Konsep ekonomi spiritual menjelaskan mengenai reformasi ekonomi dan restrukturisasi neoliberal yang dipahami sebagai sebuah masalah kesalehan agama dan spiritual. Dalam pandangan Rudnyckyj, ekonomi spiritual menggambarkan bagaimana praktik-praktik keagamaan individu digabungkan dengan proyek-proyek transformasi ekonomi yang lebih luas.

Konsep ini mengacu pada upaya untuk menjadikan pekerja sebagai subjek agama yang lebih saleh dan subjek ekonomi yang lebih produktif sekaligus. Bagi Rudnyckyj, ekonomi spiritual merupakan titik pertemuan antara kebangkitan agama dengan globalisasi ekonomi.

Baca Juga  Ini adalah Buku Keislaman-Liberal Pertama yang Saya Baca!

Kedua hal ini, meskipun menjadi fokus perhatian para antropolog maupun sarjana dalam beberapa tahun terakhir, namun sebagian besar masih belum melihat hubungan diantara keduanya.

Dalam ekonomi spiritual, praktik keagamaan dianggap dapat mendukung globalisasi. Memang, seringkali agama dan globalisasi dilihat sebagai dua hal yang kontradiktif. Kebangkitan agama dicitrakan sebagai sarana atau alat perlawanan terhadap globalisasi ekonomi.

Di Indonesia, yang dijadikan lokasi dalam studi ini, para pembaharu spiritual menganjurkan agar nilai-nilai kebajikan agama; seperti integritas, tanggung jawab, dan akuntabilitas, senantiasa diterapkan oleh para pekerja. Guna menciptakan produktivitas yang lebih baik, meningkatkan daya saing, dan menekan tindakan korupsi di dalam perusahaan tempat mereka bekerja.

Jadi, berbeda dengan kalangan yang melihat Islam mengalami benturan dengan modernitas. Para pembaharu spiritual ini justru menyarankan adanya rekonsiliasi Islam dan modernitas.

Tiga Komponen Konsep Ekonomi Spiritual

Dalam tesis Rudnyckyj, konsep ekonomi spiritual terbagi ke dalam tiga komponen yang saling terkait, yaitu:

Pertama, menjadikan spiritualitas sebagai objek manajemen, intervensi, dan manipulasi. Spiritualitas di sini diartikan sebagai kecenderungan bawaan manusia untuk membuat penilaian moral yang benar. Dalam pelatihan-pelatihan ESQ, menumbuhkan spiritualitas dimaksudkan agar para pekerja mampu lebih efektif dalam pengendalian diri. Serta mampu menerima norma-norma manajemen yang diterapkan.

Kedua, mengubah konsep pekerjaan sebagai bagian dari ibadah dan tugas keagamaan. Para pekerja didorong untuk mengubah orientasi pekerjaan yang mereka lakukan menjadi tidak sekedar bersifat material-duniawi semata. Namun, lebih kepada tuntunan agama/bernilai ibadah.

Dan ketiga, menanamkan etika manajemen diri (built-in control) untuk meningkatkan produktivitas perusahaan dan menghilangkan praktik korupsi. Etika tanggung jawab dan kejujuran yang ditanamkan dalam diri setiap pekerja ini menjadi sarana dalam menekan praktik-praktik penyimpangan di dalam perusahaan; dan diklaim dapat meningkatkan etos kerja sehingga akan mendorong produktivitas perusahaan yang lebih baik.

Baca Juga  Maraknya Stigma Kapitalisme Monopoli, Bagaimana Tanggapan Hukum Islam?

Jika melihat komponen-komponen di atas, konsep ekonomi spiritual ini mengingatkan kita pada teori etika Protestan dan semangat kapitalisme ala Weber. Konsep tentang “menjadikan pekerjaan sebagai ibadah atau bentuk penghambaan kepada Tuhan” serupa dengan doktrin predistinasi yang dijelaskan dalam teori Weber.

Perbedaan Konsep Ekonomi Spiritual dan Semangat Kapitalisme

Namun, Rudnyckyj dengan tegas menyatakan bahwa ekonomi spirituaI berbeda dengan konsep semangat kapitalisme yang disusun Weber. Jika orientasi etika Protestan yang memicu cara hidup kapitalis terjadi tanpa disadari dan memiliki akar sejarah dalam doktrin Protestan, maka dalam ekonomi spiritual berlaku sebaliknya.

Bagi para pembaharu spiritual ini, relasi kesuksesan duniawi dengan kesalehan agama terlihat by design atau sengaja dikonstruksi sedemikian rupa. Para pembaharu spiritual itu memiliki keyakinan bahwa dengan membangun kesalehan atau keimanan akan membawa pada kehidupan yang lebih makmur.

Karya Rudnyckyj ini menambah daftar sarjana yang mengkaji mengenai hubungan agama, khususnya Islam, dengan kapitalisme melalui pendekatan etnografi.

Karya ini menawarkan alternatif baru dari pandangan yang sudah ada tentang praktik keagamaan yang berfungsi sebagai perlindungan dari ataupun sebagai alat perlawanan terhadap modernisasi dan neoliberalisme. Studi yang dilakukan Rudnyckyj ini dapat menjadi acuan atau menginspirasi studi-studi tentang agama dalam kacamata antropologi di Indonesia selanjutnya.

Judul Buku: Spiritual Economies: Islam, Globalization and Afterlife of Development
Penulis: Daromir Rudnyckyj
Penerbit: Cornell University Press
Jumlah Halaman: 281
ISBN : 978-0-8014-4850-8

Editor: Zahra

Andi Muhammad Galib
1 posts

About author
Pojok Peradaban Institute Malang
Articles
Related posts
Review

Ketika Agama Tak Berdaya di Hadapan Kapitalisme

4 Mins read
Globalisasi merupakan revolusi terbesar dalam sejarah kehidupan manusia. Dalam buku berjudul Beragama dalam Belenggu Kapitalisme karya Fachrizal A. Halim dijelaskan bahwa globalisasi…
Review

Kitab An-Naja, Warisan Filsafat Ibnu Sina

4 Mins read
Kitab An-Naja adalah salah satu karya penting dalam filsafat Islam yang berisi tentang gagasan besar seorang filsuf bernama Ibnu Sina, yang juga…
Review

Kitab Al-Fasl Ibnu Hazm: Mahakarya Filologi Intelektual Islam Klasik

3 Mins read
Ibnu Hazm (994–1064 M), seorang cendekiawan Andalusia, dikenal sebagai salah satu pemikir paling produktif dan brilian dalam sejarah intelektual Islam. Karya-karyanya mencakup…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds