Oleh: Sudarnoto Abdul Hakim
Indonesia adalah negeri yang sangat besar. Daerah atau wilayah-wilayah yang dihuni oleh penduduk, sangat berbeda dari sisi apapun karena masing masing memiliki kekhasan. Tidak saja dari sisi budaya, akan tetapi juga dari sisi sumber-sumber ekonwomi.
Tingkat kemajuan masing masing daerah juga bisa berbeda. Daerah yang sudah sangst terbuka dengan infra struktur yang sudsh sangat memadai, akan jaih sangat berbeda dengan daerah daerah yang tertutup apalagi di remote areas dan terisolasi. Hal ini juga akan mempengaruhi angka pertisipasi pendidikan.
Mereka yang tinggal di remote areas dan terisolasi, dan apalagi kemampuan ekonomi rendah, sudah bisa dipastikan bahwa tingkat partisipasi pendidikan anak-anak jauh lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang tinggal di daerah perkotaan. Kondisi atau kemajuan sekolah sekolah di daerah remote dan perkotaan, bisa diasumsikan berbeda. Tidak sedikit guru yang karena faktor keterbatasan ekonomi, terpaksa memiliki pekerjaan sampingan. Tidak sekadar membutuhkan tebaga khusus akan tetapi juga perhatian ekstra.
Pekerjaan sampingan itu bisa saja ngojek, jualan dan jasa jasa lain yang mungkin bisa dilakukan. Bisa dipastikan bahwa tugas dan kewajibannya sebagai guru tidak akan bisa dilakukan sebagaimana yang diharapkan. Bagimana para guru mau bekerja serius untuk meningkatkan kualitas anak anak dan kualitas sekolahnya, sementara dirinya sendiri saja bermasalah?
Ujian Nasional Perlu Dihapus?
Jadi, banyak persoalan atau tantangan pendidikan kita yang memang harus dipecahkan dan dicarikan solusinya. Intinya, faktor geografi Indonesia yang begitu luas, heterogenitas sosio-kultural masyarakat yang sangat tinggi, dan kemampuan ekonomi masyarakat yang tidak seragam adalah beberapa faktor yang akan ikut berpengaruh terhadap bagaimana pendididkan khususnya sekolah dikelola. Ini semua juga mempengaruhi mutu sekolah sekolah.
Pemerintah dan pengelola pendidikan serta stakeholders tentu sangat berkepentingan agar mutu sekolah terjaga. Karena itulah, ide dan kebijakan tentang standard mutu sekolah menjadi sangat penting. Kalau tidak ada “standard” maka tidak akan ada “jaminan” sekolah akan bermutu. Ini yang disebut dengan “quality assurance” yabng sebetulnya diberlakukan tidak hanya untuk lembaga pendidikan atau sekolah saja. Dalam konteks inilah Ujian Nasional (UN) diselenggarakan.
Jadi UN antara lain memang dimaksudkan (1) untuk mengakses mutu program pendidikan yang dilaksanakan oleh sekolah sekolah. (2) Sebagai pertimbangan untuk masuk pendidikan ke jenjang berikutnya dan (3) bagi pemerintah UN menjadi dasar untuk melakukan pembinaan dan memberikan bantuan kepada satuan pendidikan.
Memang UN itu, secara langsung untuk mengukur aspek atau kompetensi kognitif siswa, tidak untuk melihat kompetensi lain misalnya moral atau karakter. Akan tetapi, UN merupakan alat yang terbukti baik mengukur kompetensi siswa secara nasional. Dengan ini juga, akan nampak secara lebih nyata dan terukur “Peta Nasional” mutu sekolah kita. Pemerintah dan pemerintah daerahpun bisa mempunyai dasar empirik melakukan pembinaan lebih lanjut.
Tapi, sekali lagi, UN adalah alat mengukur kompetensi kognitif siswa. Karena itu, penting juga dibuat alat ukur yang juga bisa diberlskukan secara nasional untuk melihat kompetensi lain siswa.
Jadi, pemerintah tidak perlu menghapuskan UN kerena sudah teruji kemanfaatannya. Lebih baik, melakukan langkah kebijakan lainnya misalnya disparitas pendidikan termasuk dikotomi negeri swasta. Masih banyak sekolah yang membutuhkan sentuhan serius antara lain soal kesejahteraan dan kualitas guru di remote areas. Kemudian masih banyaknya penyelewengan yang dilakukan bahkan di sekolah. Terdapat banyak problem karakter juga terasa di lingkungan sekolah.
Jika soal karakter ini tak diberi perhatian, maka tak ada lagi tempat yg diharapkan melahirkan manusia Indonesia seutuhnya.