Kuliah daring yang diwacanakan akan menjadi permanen memang ramai dibicarakan. Wacana ini bermula saat Joko Widodo memberikan pidato konverensi virtual Forum Rektor Indonesia pada Sabtu (4/7). Ia menyampaikan untuk menjadikan negara Indonesia berpenghasilan tinggi perlu dengan cara yang tidak biasa saja. Yakni dengan mengembangkan strategi baru yang smart shortcut, terutama harus out of the box.
Wacana Kuliah Daring Permanen
“Kuliah daring yang selama ini lamban dijalankan, sekarang sangat-sangat berkembang. Kuliah daring sudah menjadi new normal dan bahkan next normal. Dan saya yakin akan timbuh normalitas-normalitas baru yang lebih inovatif dan lebih produktif,” ujar Jokowi.
Jokowi juga menyampaikan bahwa ia memahami kompleksnya permasalahan dunia pendidikan perguruan tinggi. Ada yang sudah berkompetisi di dunia. Masih ada yang sedang berjuang dengan kekurangan dosen. Atau perpustakaan tidak layak, dan ruang kelas yang tidak memadai.
Dan pandemi COVID-19 telah membuat perubahan dalam dunia pendidikan. Menurutnya, kuliah daring telah menjadi normal baru (new normal) bahkan normal selanjutnya (next normal) bagi mahasiswa dan universitas.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim juga mengungkapkan pembelajaran jarak jauh bisa diterapkan permanen setelah pandemi COVID-19. Berdasarkan Kemendikbud, kegiatan pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi akan menjadi hal yang mendasar.
“Pembelajaran jarak jauh ini akan menjadi permanen. Bukan pembelajaran jarak jauh pure saja, tapi hybrid model,” ungkap Nadiem dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR.
Efektivitas
Sejak Coronavirus Desease-2019 (COVID-19) merebak, Indonesia menjadi salah satu negara yang turut terkena imbas pandemi ini. Sama halnya dengan SARS dan MERS, COVID-19 juga merupakan virus yang berakibat fatal jika menjangkit tubuh manusia.
Sejak saat itu juga, Indonesia turut mengeluarkan beberapa himbauan ke publik, seperti work from home sampai learning from home. Pembelajaran daring ini dilakukan hampir di seluruh perguruan tinggi atau universitas yang ada di Indonesia. Juga berlaku untuk tingkat pendidikan lainnya.
Mendikbud mendorong seluruh perguruan tinggi mengurangi aktivitas secara tatap muka. Menggantinya dengan kegiatan akademik jarak jauh memanfaatkan jaringan internet. Sebagai salah satu upaya mengantisipasi penyebaran virus semakin meluas.
Sejak diterapkannya sistem pembelajaran daring hingga saat ini, tak pernah bisa terlepas dari berbagai problematika efektivitas dan efisiensi sistem ini. Sejak awal diterapkan, mahasiswa mulai banyak mengeluhkan aktifitas pembelajaran daringnya di sosial media. Bahwa kuliah daring membuat mereka justru kebanjiran berbagai tugas.
Fasilitas saat kuliah tatap muka tak sepenuhnya bisa di nikmati saat kuliah daring. Seperti kuota internet dan situs e-learning tak sepenuhnya disediakan kampus. Alih-alih gara-gara kuota dan jaringan internet, kuliah daring pun terkendala. Belum lagi kendala jika tinggal di pedesaan di mana kualitas jaringan internetnya masih belum mendukung. Tentu ini menjadi problem sistem pembelajaran yang kurang efektif.
Sisi lainnya, ketika dalam pembuatan tugas seperti makalah, laporan, serta presentasi. Dalam sistem daring ini masing sama dilakukan seperti kuliah tatap muka. Padahal untuk menyelesaikan berbagai tugas membutuhkan referensi yang biasanya mudah ditemukan di perpustakaan kampus. Beruntung jika kampus memungkinkan mahasiswanya mengakses jurnal dan buku elektronik. Tapi tidak semua buku tersedia secara digital.
Meski hal-hal di atas bisa disiasati dengan berbagai referensi diluar buku fisik, lewat situs penyedia jurnal misalnya. Namun tak banyak situs web yang menyediakannya secara gratis. Lagi-lagi ini menjadi kendala. Inilah yang kemudian harus diperhatikan, apakah sistem ini terjamin kualitasnya ketika harus dilakukan secara permanen?
Kuliah Daring Untuk Next Normal
Sejak kebijakan new normal mulai diterapkan, beberapa aktifitas sudah bisa dilakukan seperti biasanya. Seperti bekerja, pergi ke mall, atau sekedar nongkrong bertemu keluarga maupun teman. Akan tetapi tetap dengan menerapkan protokol kesehatan.
Namun untuk kegiatan belajar mengajar, pemerintah sampai saat ini belum mengeluarkan kebijakan untuk membuka kembali instansi pendidikan. Padahal sama halnya dengan aktifitas lain yang bisa dilakukan kembali dengan tetap menggunakan protokol kesehatan.
Dengan tetap menerapkan perkuliahan daring, tentunya akan memerlukan sarana dan prasarana yang mendukung. Namun yang terjadi, berbagai kendala dirasakan dalam penerapan sistem kuliah daring. Lantas bagaimana nasib pendidikan Indonesia terutama di perguruan tinggi ke depan jika pendemi ini belum kunjung usai? Apalagi diwacanakan menjadi model pembelajaran next normal.
Dari sudut pandang mahasiswa, sistem pembelajaran atau kuliah daring tidak begitu efektif diterapkan. Meskipun memang memiliki sisi positifnya, namun tidak berdampak begitu baik pada efektivitas kegiatan belajar mengajar.
Ketidaktahuan pemerintah maupun publik terkait kapan pandemi akan berakhir, ini mengakibatkan sistem pembelajaran daring untuk perguruan tinggi masih akan tetap berlanjut. Tidak semuanya siap dengan memanfaatkan teknologi yang ada untuk kegiatan belajar mengajar, mengingat dengan berbagai kendala yang ditinjau.
Ada baiknya jika memang kebijakan ke depan masih menerapkan pembelajaran daring, untuk dapat lebih ditinjau lagi, dan menjadi perhatian yang serius oleh instansi-instansi yang bersangkutan. Agar benar-benar efektif dan maksimal jika diterapkan, baik bagi mahasiswa ataupun dosen.
Editor: Sri/Nabhan