IBTimes.ID – Publik digegerkan dengan berita Pemerintah Tajikistan yang melarang penggunaan jilbab. Padahal, 96% penduduk Tajikistan beragama Islam.
Pemerintah memberlakukan hukum denda 7,920 Somoni atau sekitar 12 juta rupiah jika ada warga biasa yang melanggar aturan ersebut. Sementara pejabat public akan dikenai denda sebesar 57,600 somoni atau sekitar 83 juta rupiah dan tokoh gama dikenai denda 57,600 somoni atau sekitar 88 juta rupiah.
Jika dilihat sebagai fenomena yang berdiri sendiri, hal itu tentu akan sangat mengagetkan. Namun pelarangan jilbab tersebut bisa dimengerti jika melihat kecenderungan Pemerintahan Tajikistan yang dipimpin oleh Presiden Emomali Rahmon. Sejak awal, Rahmon memiliki hasrat yang tinggi untuk menyingkirkan Tajikistan Islamic Resurrection Party (TIRP, Partai Kebangkitan Islam Tajikistan). Partai ini, menurut UN agreement, memiliki hak 30% kursi di pemerintahan.
Sebagaimana dilansir dari euronews, Rahmon berhasil menyingkirkan TIRP dari kekuasaan meskipun partai tersebut seiring berjalannya waktu menjadi semakin sekuler. Pada tahun 2015, ia kemudian berhasil menutup TIRP dan menetapkannya sebagai organisasi teroris setelah partai tersebut diduga ikut serta dalam upaya kudeta yang gagal, yang menewaskan Jenderal Abdulhalim Nazarzoda, seorang birokrat penting pemerintah.
Kendati demikian, sejak awal Rahmon telah memberlakukan berbagai kebijakan yang tampak anti-Islam. Misalnya, banyak penegak hukum yang memaksa banyak laki-laki Tajikistan ntuk mencukur jenggot, dan menganggap jenggot sebagai salah satu tanda ekstremisme beragama.
Ada pula undang-undang yang melarang orang tua untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah agama di luar negeri. Selain itu, anak berusia di bawah 18 tahun dilarang memasuki empat ibadah tanpa izin.
Di tahun 2017, menurut Tajikistan Religious Affairs Committe, ada 1.938 masjid yang ditutup hanya dalam satu tahun. Sebagian di antaranya diubah menjadi kedai teh dan klinik kesehatan.
Selain itu, UU pelarangan jilbab ini juga dipengaruhi oleh serangan terorisme di Crocus, Moskow pada April lalu. Empat pelaku terror tersebut dikaitkan dengan ISIS Khurasan namun memiliki paspor Tajikistan.
Mendengar hal tersebut, Rahmon semakin gencar untuk menjadikan Tajikistan ebagai negara yang demokratis dan sekuler.
(Yusuf)
waduh