Perspektif

Makna Kalimat Hompimpa Alaium Gambreng Ternyata Islami

3 Mins read

Indonesia merupakan negara yang majemuk. Negara ini terdiri dari berbagai suku, etnis, dan agama. Kemajemukan tersebut menjadikan Indonesia mempunyai berbagai macam budaya dan tradisi. Tak terkecuali dalam hal permainan. Mungkin Indonesia mempunyai berbagai macam permainan tradisional. Permainan tradisional yang dimiliki Indonesia tercatat berjumlah kurang lebih 2.500 permainan.

Salah satu permainan tradisional yang sering dimainkan hingga saat ini adalah permainan “hompimpa”. Ada juga yang menyebutnya dengan menambahkan huruf “H” dibelakangnya, sehingga menjadi “hompimpah”. Hompimpa/hompimpah biasanya digunakan untuk menentukan urutan sebelum memulai permainan. Tidak hanya dalam permainan, hompimpa juga sering digunakan untuk menentukan urutan dalam segala hal.

Contohnya, seperti menentukan urutan siapa yang mandi lebih dulu, membagi jatah ronda, dan lain sebagainya. Hompimpa hanya bisa dilakukan jika ada orang yang berjumlah lebih dari dua orang, alias minimal tiga orang. Siapa yang menyangka, ternyata kalimat “hompimpa alaium gambreng” memiliki arti atau makna yang bagus, folosofis, dan bukan kaleng-kaleng.

Hompimpa Alaium Gambreng

Penafsiran kalimat “hompimpa alaium gambreng” pada tulisan saya ini merujuk pada pernyataan seseorang yang bernama Mohammad Zaini Alif. Mohammad Zaini Alif merupakan pakar permainan tardisonal Indonesia dan juga dikenal sebagai bapak permainan tradisional Indonesia. Beliau sudah banyak melakukan penelitian tentang permainan tradisonal yang telah ditekuninya sejak tahun 1966.

Selain itu, beliau juga merupakan pendiri komunitas Hong. Komunitas Hong adalah sebuah komunitas yang bertujuan untuk melestarikan permainan tradisional, yang saat ini sudah mulai tergerus oleh perkembangan zaman.

Mohammad Zaini Alif berpendapat, bahwa kalimat “hompimpa alaium gambreng” diyakini berasal dari bahasa sansekerta. Kalimat tersebut terdiri dari dua bagian, yaitu hompimpa alaium dan gambreng. Kalimat hompimpa alaium mempunyai arti dari Tuhan kembali kepada Tuhan. Arti dari kalimat tersebut serupa dengan kata ”Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.” Kemudian kata gambreng, artinya adalah ayo bermain. Kata gambreng juga dapat diartikan sebagai aba-aba seperti kata “grak” dalam baris berbaris dan sebagainya.

Baca Juga  Mencari Makna dalam Bencana

Namun, menurut bapak permainan tradisional tersebut, arti dari kalimat “hompimpa alaium gambreng” belum diketahui secara pasti. Beliau mengatakan, bahwa memang agak sulit untuk menelusuri asal mula kalimat hompimpa tersebut. Karena belum ada literatur sejarah yang menjelaskan sejak kapan kalimat “hompimpa alaium gambreng” muncul dan mulai digunakan.

Sampai saat ini, beliau juga belum menemukan jurnal atau karya tulis ilmiah lainnya yang membahas secara sepsifik dan detail tentang kalimat tersebut. Apabila kita mencari makna kalimat hompimpa alaium gambreng di internet, artikel-artikel yang berkaitan dengan permainan tersebut kebanyakan merujuk pada pendapat Mohammad Zaini Alif, sang bapak permainan tradisonal Indonesia tersebut.

Akan tetapi, bukan itu poin utama dalam tulisan ini. Benar atau tidak arti kalimat “hompimpa alium gambreng” tersebut tidak perlu diperdebatkan. Kayak pengangguran saja yang tidak ada kerjaan, sampai-sampai kebenaran arti dari kalimat hompimpa diperdebatkan. Jika arti yang saya tuliskan tadi salah, ya dimaklumi saja. Jika benar ya Alhamdulillah.

Dari Tuhan dan Kembali kepada Tuhan

Melalui tulisan ini, kita juga menjadi tahu betapa filosofisnya permainan kita ketika masih kecil. Selain sebagai penentu awal permainan, hompimpa juga merupakan simbol permulaan dari segala kehidupan. Bahwa kehidupan berasal dari Tuhan dan akan kembali menuju Tuhan. Permainan ini juga mengajarkan kita tentang arti legowo atau menerima.

Ketika bermain hompimpa, kita dengan sadar memilih pilihan antara hitam atau putih. Ketika memilih, kita juga harus siap menerima konsekuansi yang ada, baik menang ataupun kalah. Seperti itulah hidup, apapun pilihan yang kita ambil, kita harus siap menerima hasil dan akibatnya.

Hal tersebut sekaligus membuktikan bahwa orang-orang zaman dahulu, dalam membuat suatu permainan tidak sembarangan. Apabila dicermati, permainan-permainan tradisonal tersebut memilik makna yang mendalam dan sangat filosofis serta edukatif (mendidik). Berbeda halnya dengan permainan-permainan sekarang, yang hanya mengedepankan aspek hiburan semata.

Baca Juga  Hijrah yang Islami: Hijrah dari Keburukan Menuju Kebaikan

Permainan tradisional hompimpa sudah melekat dan tidak bisa dipisahkan dengan anak-anak Indonesia sampai saat ini. Indonesia mempunyai permainan tardisional yang berjumlah sekitar 2.500 permainan. Namun, 40% permainan  tradisonal Indonesia telah dinyatakan punah tergerus zaman.

Mirisnya lagi, sekitar 65% anak-anak Indonesia sudah tidak lagi mengenal permainan tradisonal, karena dampak dari perkembangan zaman dan teknologi. Lantas, bisakah permainan hompimpa yang sangat populer itu bahkan hingga saat ini bisa bertahan dari kepunahan di masa depan? Lalu, bagaimana cara melestarikan permainan tradisonal di tengah perkembangan zaman dan teknologi? Hal itu menjadi renungan kita bersama sekaligus menjadi pekerjaan rumah (PR) kita bersama.

Editor: Nirwansyah

Avatar
12 posts

About author
Mahasiswa, tinggal di Bantul, bisa disapa Twitter @Riyannanda_M, IG ryndmw
Articles
Related posts
Perspektif

Moderasi Hilirisasi Haji

3 Mins read
Dalam beberapa tahun terakhir, hilirisasi haji telah menjadi sorotan penting di Indonesia. Berangkat dari visi untuk memberikan pelayanan haji yang berkualitas dan…
Perspektif

AI dan Masa Depan Studi Astronomi Islam

4 Mins read
Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) merupakan program komputer yang dirancang dan dihadirkan untuk dapat meniru kecerdasan manusia, termasuk kemampuan pengambilan keputusan,…
Perspektif

Pendidikan sebagai Dasar Pembentuk Nilai Hidup

3 Mins read
“Pendidikan (opvoeding) dan pengajaran (onderwijs) merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds