Kebanyakan orang di muka bumi ini menyukai kemanfaatan dan keindahan. Mungkin hanya sedikit orang di muka bumi ini yang tidak suka terhadap sesuatu yang bermanfaat lagi indah.
Banyak fenomena ciptaan Allah SWT di alam semesta ini yang yang bermanfaat. Bahkan ada fenomena di alam semesta ini yang sifatnya berpasangan, sehingga selain bermanfaat juga menghadirkan keindahan.
Fenomena pasangan di alam semesta ini merupakan sunnatullah. Beberapa di antara fenomena pasangan tersebut terdapat dalam kitab suci Al-Qur’an. Salah satunya adalah fenomena pasangan yang terdapat dalam surah al-Naba’ ayat ke-10 dan ke-11.
Fenomena pasangan pada ayat ke-10 dan ke-10 dari surah al-Naba’ adalah “الليل ” dan “النهار “. Apa makna kata “الليل ” dalam ayat ke-10 surah al-Naba’? Apa pula makna kata “النهار ” dalam ayat ke-11 surat al-Naba’? Berikut uraiannya.
Makna Tekstual Kata الليل
Khalid bin ‘Utsman al-Sabt (1999) mengemukakan sebuah kaidah tafsir sebagai berikut.
كل معني مستنبط من القرآن غير جار على اللسان العربي فليس من علوم القرآن
“Setiap makna yang dipahami dari al-Qur’an yang tidak sesuai dengan bahasa Arab tidak dipandang ilmu al-Qur’an sedikitpun” (Salman Harun, 2017)
Sebagai tindak lanjut penerapan kaidah di atas, dalam menggali makna tekstual kata “الليل” digunakan dua kamus Arab-Indonesia. Kedua kamus tersebut adalah karya Mahmud Yunus dan Ahmad Warson Munawwir.
Mahmud Yunus (1972) dalam karyanya Kamus Arab Indonesia menerangkan bahwa kata الليل berarti malam. Beliau juga mengartikan kata الليل sebagai mulai dari terbenam matahari sampai terbit fajar.
Ahmad Warson Munawwir (1997) dalam Kamus Arab-Indonesia Al-Munawwir menjelaskan bahwa kata الليل artinya adalah malam. Dalam kamus tersebut, beliau juga menuliskan bahwa kata الليل mempunyai bentuk jamak ليالي.
Penentuan arti yang lebih tepat dari sebuah kata dalam al-Qur’an haruslah memperhatikan kaidah tafsir Al-Qur’an. Dalam hal ini, Khalid bin ‘Utsman al-Sabt (1999) memberikan kaidah sebagai berikut.
في تفسير القرآن بمقتضي اللغة يراعي المعني الاغلب والا شهر والافصح دون الشاذ او القليل
“Dalam menafsirkan al-Qur’an dengan bahasa, perlu diperhatikan maknanya yang lazIm, lebih dikenal, dan resmi, bukan makna yang jarang atau sedikit keterpakaiannya” (Salman Harun, 2017)
Berdasarkan informasi dari kedua kamus di atas, maka kata الليل secara tekstual bermakna malam. Dimulai mulai dari terbenam matahari sampai terbit fajar.
Makna Kontekstual Kata الليل dalam surah al-Naba’ ayat ke-10
Dalam memahami makna kontekstual kata الليل dalam surah al-Naba’ ayat ke-10, perlu diperhatikan keseluruhan kalimat dalam ayat tersebut. Selain itu, perlu dilihat pula keterhubungannya dengan ayat ke-11.
Keseluruhan kalimat ayat ke-10 Al-Qur’an surah al-Naba’ adalah و جعلنا الليل لباسا. Zaini Dahlan (2010) menerjemahkannya “Dan kami jadikan malam sebagai tabir yang menutup dengan kegelapannya”. Sementara itu, Salman Harun (2018) mengartikannya “Dan kami jadikan malam sebagai pakaian”.
Jika kita menengok keterhubungannya dengan ayat ke-11, maka kata الليل dalam ayat ke-10 merupakan kebalikan dari kata النهار. Oleh karena, kata الليل dalam ayat ke-10 secara kontekstual merupakan periode dari terbenamnya matahari hingga terbitnya.
Pesan Deskriptif Kata الليل dalam QS al-Naba’ ayat ke-10
Secara aksiologis, malam dalam ayat ke-10 QS al-Naba’ berfungsi sebagai لباسا. Secara tekstual, kata tersebut bermakna pakaian. Adapun secara kontekstual, kata tersebut bermakna masa istirahat.
Malam merupakan waktu yang tepat untuk istirahat. Hal itu karena kegelapan malam, suasana lingkungan malam, dan kimia alam malam sangat khas yang memungkinkan terjadinya tidur yang sempurna (Salman Harun, 2018).
Secara epistemologis, agar malam dapat menjadi masa istirahat, maka diperlukan keterlibatan manusia, selain tentunya Allah SWT. Hal itu disyaratkan dengan pilihan kata kerja جعل bukan خلق.
Contoh implementasinya adalah sebelum dan sesudah tidur, kita hendaknya berdoa. Selain itu, pada malam hari kita disarankan untuk tidak mengkonsumsi makanan/minuman yang membuat kita sulit tidur, contohnya adalah kopi. Begitu pula, perut kita tidak boleh terlalu kenyang.
Makna Tekstual Kata النهار
Mahmud Yunus (1972) mengartikan kata النهار dengan siang hari. Selain itu, kataالنهارjuga diartikan sebagai siang hari yang amat terang.
Abu Khalid (tanpa tahun) menerjemahkan kata النهار dengan siang hari yang amat terang. Adalah Ahmad Warson Munawar (1997) memaknai kata النهار sebagai siang yang terang benderang.
Dari arti-arti di atas, dapat kita simpulkan bahwa kata النهار mempunyai makna tekstual siang hari yang amat terang (terang benderang).
Makna Kontekstual Kata النهار dalam QS al-Naba’ ayat ke-11
Secara aksiologi, dihadirkannya fenomena النهار oleh Allah SWT dalam QS al-Naba’ ayat ke-11 berfungsi untuk معاشا. Secara etimologi, معاشا bermakna untuk pencarian kehidupan (Salman Harun, 2018).
Menurut Zaini Dahlan (2008), siang hari yang hangat dan terang adalah saat terbaik untuk mencari rejeki. Selain berlimpah cahaya, jumlah oksigen pada siang hari lebih banyak daripada malam hari. Melimpahnya oksigen pada siang hari menyebabkan manusia dapat bekerja, belajar, dan beraktifitas lainnya secara efisien (YPM Salman ITB, 2014).
Selain parameter kadar oksigen, parameter lain yang membuat siang hari kondusif buat bekerja adalah cahaya. Hadirnya cahaya alami dari matahari membuat kerja lebih efektif dan efisien.
Pesan Deskriptif QS. Al-Naba’: 10-11
Secara deskriptif, ayat ke-10 dari QS. Al-Naba’ memberikan pedoman kepada ummat manusia agar memanfaatkan waktu malamnya untuk istirahat. Mafhum mukhalafahnya adalah menghindari perilaku sebaliknya, yakni bekerja pada malam hari.
Ayat ke-11 dari QS. Al-Naba’ memberikan pedoman waktu untuk bekerja secara efektif & efisien, yakni siang hari. Mafhum mukhalafah-nya adalah anjuran untuk tidak banyak menggunakan waktu di siang hari untuk istirahat.
Agar waktu malam dapat digunakan untuk istirahat dan waktu siang digunakan untuk bekerja, diperlukan upaya dari manusia. Isyarat akan hal itu, secara eksplisit terdapat pada kata جعل.
Menurut ahli kesehatan, durasi tidur malam yang ideal adalah 7-9 jam. Begitu pula untuk durasi kerja pada siang hari. Agar tidur pada malam hari dan kerja pada siang hari berdurasi 7-9 jam, diperlukan pengaturan dari manusia.
Selain durasi waktu, tidur malam harus diusahakan agar berkualitas. Tidur yang cukup dan berkualitas akan membuat tubuh menjadi lebih sehat & bugar, pikiran menjadi lebih segar, serta perasaan lebih bahagia. Ilmu psikologi tidur tentunya menjadi hal penting yang perlu dipahami agar kualitas tidur kita tetap terjaga.
Kerja siang hari kita juga harus menjadi kerja yang bermutu. Agar mutu kerja kita tetap terjaga mutunya, maka kerja kita harus kerja cerdas dan kerja. Di sinilah peran ilmu manajemen kerja.
Pesan Preskriptif QS. Al-Naba’: 10-11
Selain pesan deskriptif, kedua ayat tersebut memuat pesan preskriptif. Kedua pesan preskriptif tersebut adalah tauhid dan tawazun.
Pesan tauhid dapat kita temukan pada frasa جعلنا. Tauhid adalah nilai dasar Islam yang harus dipegang teguh oleh seluruh Ummat Islam kapanpun dan dimanapun.Tauhid harus menyinari setiap aktifitas kehidupan Ummat Islam.
Selain tauhid, pesan preskriptif berikutnya adalah tawazun (kesetimbangan). Dalam mengelola semua kegiatan kehidupan ini, prinsip kesetimbangan harus menjadi pertimbangan utama. Misalnya dalam memanfaatkan lingkungan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia, maka jangan sampai merusak lingkungan. Dengan menerapkan nilai tawazun ini, maka kehidupan kita di dunia akan menjadi kehidupan yang hasanah.
Semoga bermanfaat. Wa Allah a’lamu bi al-shawab.
Editor: Yahya FR