Kita sering kali menemukan lafaz zawj dalam Al-Qur’an dan memahaminya sebagai pasangan. Membahas tentang pasangan, tentu saja merupakan suatu pembahasan yang menarik dan tidak ada habisnya di kalangan usia muda.
Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan kata zawj dalam Al-Qur’an? Apakah di dalam Al-Qur’an hanya bermakna pasangan saja? Berikut analisis ragam makna kata zawj dalam Al-Qur’an
Kata zawj merupakan bentuk nomina verba yang berasal dari za’(ز), wawu (و), dan jim (ج). Menurut Ibn Fāris, pada dasarnya kata zawj menunjukan pada makna perbandingan. Artinya, kata tersebut memiliki hubungan perbandingan dengan makna yang lain, yaitu pasangan.
Al-Qur’an selalu menggunakan kata “zauj” ataupun “azwājā” yang disebut di sana. Kata “zauj” dan “azwājā” digunakan untuk merujuk pada makna pasangan, suami, ataupun istri.
Ibnu Mazhūr dalam kitab Lisān ‘Arāb menuliskan asal kata zaujah dari kata zauj yang bermakna az-zawj huwa khilāfu al-fardi yang artinya berbeda dengan lafaz al-fard yang memiliki arti menyendiri. Sedangkan zawj menunjukkan arti kata untuk 1 orang (pasangan).
Abu Al-‘Abbās al-Ĥābibi dalam kitabnya “Umdat al-Huffaż fi Tafsir Asyraf al-Alfard” menyampaikan bahwa kata zawj bukan hanya berlaku untuk makna suami saja, namun bisa untuk dua hal yang memiliki hubungan.
Contohnya laki-laki dan perempuan yang melasanakan pernikahan, maka masing-masing dari keduanya disebut zawj. Dan untuk penggunaan kata zaujah menurut Ibn ‘Asyār, tidaklah apabila kata tersebut digunakan untuk mengartikan makna pasangan laki-laki (istri).
Dalam Al-Qur’an ada beberapa derivasi dari kata zawj. 21 Derivasi kata zawj sebanyak 81 kali diulangi dan tersebar dalam 43 surat.
Sedangkan, kata zawj terdapat dalam 72 ayat. Namun demikian, di dalam Al-Qur’an, kata zawj tidak hanya bermakna pasangan saja, melainkan juga terdapat beberapa makna relasional yang tersebar seperti suami, istri, pasangan, hewan, tumbuhan, dan golongan.
Ragam Makna Zawj
Pertama, Zawj Bermakna Suami
فَاِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهٗ مِنْۢ بَعْدُ حَتّٰى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهٗ ۗ فَاِنْ طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَآ اَنْ يَّتَرَاجَعَآ اِنْ ظَنَّآ اَنْ يُّقِيْمَا حُدُوْدَ اللّٰهِ ۗ وَتِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ يَّعْلَمُوْنَ
“Kemudian jika dia menceraikannya (setelah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya sebelum dia menikah dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (suami pertama dan bekas istri) untuk menikah kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah ketentuan-ketentuan Allah yang diterangkan-Nya kepada orang-orang yang berpengetahuan.”
Di sini kata zawj bersanding dengan kata tankiḥa (menikah) yang merupakan bentuk verba serta memiliki keterkaitan dengan huruf ta’ yang berada di awal sebagai penanda orang ketiga feminin.
Sehingga, ketika verba tersebut disandingkan dengan kata zawj yang berposisi sebagai objek, maka kata zawj memiliki makna suami dan komponan makna tersebut berupa manusia berjenis kelamin laki-laki.
Zawj Bermakna Istri
وَقُلْنَا يٰٓاٰدَمُ اسْكُنْ اَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ وَكُلَا مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ شِئْتُمَاۖ وَلَا تَقْرَبَا هٰذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُوْنَا مِنَ الظّٰلِمِيْنَ
“Dan Kami berfirman, “Wahai Adam! Tinggallah engkau dan istrimu di dalam surga, dan makanlah dengan nikmat (berbagai makanan) yang ada di sana sesukamu. (Tetapi) janganlah kamu dekati pohon ini, nanti kamu termasuk orang-orang yang zalim!”
Kata zawj pada ayat tersebut menunjukkan makna istri. Indikator yang digunakan adalah kata uskun yang berarti diamilah kamu yang diikuti dengan pronomina tidak terikat anta sebagai penegas orang ketiga maskulin. Artinya, Allah benar benar memerintahkan Nabi Adam dan istrinya untuk tinggal di surga bersama-sama.
Zawj dalam Al-Qur’an yang Berarti Pasangan
وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
“Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang–pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.” (Q.S: Al-Żāriyat :49).
Pada ayat di atas, kata zawj memiliki makna pasangan ketika disandingkan dengan kata kholaqnā yang berada sebelumnya. Maksud makna pasangan ialah segala sesuatu diciptakan berpasang-pasangan bukan hanya makhluk biologis seperti manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan mempunyai pasangan, laki-laki dan perempuan, jantan dan betina, tetapi juga makhluk-makhluk lain seperti makhluk kosmologis.
Selain itu, Al-Qur’an juga sering kali menyebutkan fenomena kosmologis seperti halnya langit dan bumi, siang dan malam, musim dingin dan musim panas, dunia dan akhirat.
ثَمٰنِيَةَ اَزْوَاجٍۚ مِنَ الضَّأْنِ اثْنَيْنِ وَمِنَ الْمَعْزِ اثْنَيْنِۗ قُلْ ءٰۤالذَّكَرَيْنِ حَرَّمَ اَمِ الْاُنْثَيَيْنِ اَمَّا اشْتَمَلَتْ عَلَيْهِ اَرْحَامُ الْاُنْثَيَيْنِۗ نَبِّـُٔوْنِيْ بِعِلْمٍ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ
“Ada delapan hewan ternak yang berpasangan (empat pasang); sepasang domba dan sepasang kambing. Katakanlah, “Apakah yang diharamkan Allah dua yang jantan atau dua yang betina atau yang ada dalam kandungan kedua betinanya? Terangkanlah kepadaku berdasar pengetahuan jika kamu orang yang benar.”
***
Pada ayat di atas, kata zawj ditampilkan dalam bentuk plural (azwāj) bersandingan dengan frasa numeria al-ḍa’ni iśnaini.
Kata al-ma’zi yang berada setelah kata azwāj dan kata iśnaini dalam ayat di atas, menunjukkan kepada jenis jantan dan betina pada jenis binatang.
Jadi, kata iśnaini penegasan kepada hal-hal yang bersifat biologis yang lebih menunjukkan kepada pasangan hewan atau binatang yaitu jantan dan betina.
اَوَلَمْ يَرَوْا اِلَى الْاَرْضِ كَمْ اَنْۢبَتْنَا فِيْهَا مِنْ كُلِّ زَوْجٍ كَرِيْمٍ
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, betapa banyak Kami tumbuhkan di bumi itu berbagai macam pasangan (tumbuh-tumbuhan) yang baik?”
Pada ayat di atas, kata zawj bersanding dengan kata ambatnā yang telah mendahuluinya menunjukkan makna tumbuhan, yang secara leksikologis bermakna menumbuhkan.
Maksud tumbuhan pada ayat tersebut ialah tumbuhan yang diciptakan Allah dengan cara berpasang-pasangan. Sebagian tumbuhan ada yang memiliki benang sari dari putik sehingga menyatu dalam diri pasanganya dan dalam penyerbukannya ia tidak membutuhkan pejantan dari bunga lain, dan ada juga yang hanya memiliki salah satunya saja sehingga membutuhkan pasangannya
Zawj Bermakna Golongan
وَكُنْتُمْ أَزْوَاجًا ثَلَاثَةً , فَأَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ مَا أَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ , وَأَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ مَا أَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ ,وَالسَّابِقُونَ السَّابِقُونَ
“Dan kamu menjadi tiga golongan, yaitu golongan kanan, alangkah mulianya golongan kanan itu (8). dan golongan kiri, alangkah sengsaranya golongan kiri itu (9). dan orang-orang yang beriman paling dahulu (10).” (QS. Al-Wāqi‟ah : 7-10)
Pada ayat ini, kata zawj dimunculkan dalam bentuk plural, azwāj. Kata zawj dimaknai dengan golongan karena bersanding dengan kata śalāśah.
Selain itu, indikasi yang menguatkan bahwa kata zawj bermakna golongan adalah tiga kata berikutnya yang berbentuk frasa apositif (tarkīb badali), sebagai penjelasan dan penjabaran kata śalāśah. Ketiganya adalah aṣḥāb al-maimanah (golongan kanan), aṣḥāb al-masy’amah (golongan kiri), dan alsābiqūn (golongan terdahulu yang beriman).Demikian terdapat beberapa makna kata zawj yang berbeda beda dalam Al-Qur’an sebagai suatu bentuk bahwa Al-Qur’an merupakan kitab yang sempurna dengan keindahan kebahasaan yang ada di dalamnya. Wallahua’lam.