Manusia Makhluk Berpikir dan Berfilsafat
Keistimewaan yang ada dalam manusia, hingga mennjadikannya lebih mulia ketimbang makhluk lainnya adalah kemampuan dalam berpikir. Aktivitas berpikir merupakan keniscayaan bagi manusia. Karena dengan berpikir, menjadikan manusia dapat menimbang perkara baik dan buruk suatu hal atas pertimbangan rasionya.
Mempertimbangkan segala sesuatu dengan benar menjadikan manusia terhindar dari keburukan, sehingga membuatnya tidak salah dalam melangkah. Pribadi manusia yang senantiasa berpikir untuk mempertimbangkan perihal kebaikan dan keburukan menjadikan ia bijaksana. Maka karena itu, manusia disebut juga sebagai Homo Sapiens yang berarti “Manusia bijak.”
Berpikir dan Berfilsafat
Manusia dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti makhluk yang berakal budi, dan akal budi sendiri bermakna pikiran sehat. Di sini, tersirat suatu makna bahwa kata manusia merujuk kepada mereka yang meanggunakan potensi yang Allah Swt berikan yakni pikiran, untuk melakukan segala aktivitasnya dalam kehidupan.
Mereka yang memaksimalkan potensinya dalam kehidupan, adalah sebaik-baiknya manusia. Maka tidaklah disebut manusia jika mereka tidak melakukan aktivitas berpikir. Aktivitas berpikir manusia guna mendapatkan pikiran yang sehat disebut juga dengan aktivitas berfilsafat.
Aktivitas filsafat dalam tinjauan praktisnya merupakan kegiatan olah pikiran guna mencapai kebenaran yang logis menurut rasionya. Dari segi bahasa, filsafat berarti keinginan yang mendalam untuk mendapatkan kebijakan atau keinginan yang mendalam untuk menjadi bijak.
Filsafat merupakan jenis pengetahuan yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka.
Filsafat Menurut Filsuf Yunani Kuno
Dalam tradisi filsafat zaman Yunani Kuno, Istilah Filsafat pertama kali dipopulerkan oleh seorang bernama Pythagoras (572-497 SM).
Ia memberikan definisi filsafat sebagai the love of wisdom. Menurutnya, manusia yang paling tinggi nilainya adalah manusia pecinta kebijakan (lover of wisdom).
Pada masa selanjutnya, Plato (427-347 SM.) menjelaskan bahwa filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli (vision of truth).
Faktor yang mendorong berkembangnya filsafat pada masa Yunani Kuno adalah karena banyaknya mitos-mitos yang berkembang. Para filosof masa itu berusaha membantah mitos-mitos yang berkembang di tengah masyarakat.
Berbagai macam hal seperti keyakinan terhadap para dewa, anggapan tentang sial, serta hal yang tidak masuk akal lainnya secara sains. Masa ini merupakan era transisi Yunani Kuno dari masa pemikiran mitologis ke era pemikiran empiris (dapat dibuktikan secara ilmiah).
Singkatnya, aktivitas filsafat pada awalnya merupakan sikap skeptis para tokoh pemikir pada masa itu guna mendapatkan jawaban logis atas realitas di dunia. Jawaban logis inilah yang menjadi alasan mereka untuk mencari suatu kebenaran dengan bersikap skeptis terhadap mitos-mitos yang berkembang pada masa itu.
Dengan skeptis terhadap informasi yang diberikan serta membuktikannya secara empiris, menjadikan seseorang dapat menemukan kebenaran. Arti kebenaran sendiri pada dasarnya yakni persesuaian antara pikiran dan kenyataan.
Teori kebenaran yang didasarkan kepada kriteria persesuaian antara pikiran dan kenyataan disebut sebagai teori koherensi. Dalam teori koherensi ini, menguji pernyataan dan kesimpulan secara konsisten agar dapat dikatakan logis (masuk akal).
Sebagai contoh pernyataan jika kita menganggap suatu pernyataan “semua manusia akan mati” sebagai suatu hal yang benar, maka pernyataan bahwa “Budi adalah manusia dan Budi akan mati” adalah benar, karena kesimpulannya konsisten terhadap pernyataan sebelumnya.
Berfilsafat: Aktivitas Memanusiakan Manusia
Sangat penting bagi manusia untuk berpikir logis guna mendapatkan kebenaran ilmiah, tidak hanya sekedar mendapatkan opini yang berkembang, tapi juga membuktikan lebih lanjut opini yang berkembang dengan sikap ilmiah guna mencapai kebenaran.
Maka dari itu, berfilsafat dalam kehidupan manusia merupakan aktivitas “memanusiakan manusia” untuk mencapai kebenaran ilmiah. Manusia hendaknya memaksimalkan potensi yang diberikan Allah Swt dalam Al-Qur’an sendiri posisi akal merupakan hal yang penting dalam tatanan kehidupan. Karena dengan memanfaatkan akal yang Allah berikan, manusia dapat mengenal pribadi Allah Swt
Allah Swt memberikan objek dalam dunia sebagai sarana untuk mengenali-Nya. Sebagaimana dalam Al-Qur’an Allah Swt berfirman:
إِنَّ فِى خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلٰفِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَءَايٰتٍ لِّأُولِى الْأَلْبٰبِ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal” (QS. Ali-Imran 3: Ayat 190).
Alam dan segala materinya merupakan objek telaah pikiran bagi manusia, guna mendapatkan kebenaran dalam kehidupan. Sikap Kebenaran dalam kehidupan dapat menuntun kita kearah kebenaran Tuhan.
Karena Tuhan adalah hakikat dari segala kebenaran yang manusia cari selama ini, karena-Nya lah manusia ada dan karena-Nya pula manusia dianugrahkan kemampuan berpikir.
Berfilsafat sejatinya merupakan kewajiban seorang muslim dalam mencari kebenaran Tuhan, dengan mengamati Ciptaan-Nya kita dapat memahami Sang Pencipta kita. Sebagai Tuhan yang mengadakan segala yang ada di alam semesta ini.
Editor: Yahya FR