Tajdida

Masalah Lima dan Spirit Tajdid Muhammadiyah

3 Mins read

Oleh : Robby Karman

Masalah Lima adalah salah satu pembahasan yang tercantum dalam buku Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah. Isinya adalah definisi dari beberapa kata kunci dalam agama Islam. Masalah lima menjawab pertanyaan apa itu agama? Apa itu urusan dunia? Apa itu Ibadah? Apa itu Sabilullah? Dan apa itu qiyas? Karena ada lima buah kata kunci yang dibahas maka disebut dengan masalah lima.

Masalah lima dirumuskan pada muktamar khusus tarjih di Yogyakarta tahun 1955. Masalah lima merupakan embrio awal dari perumusan manhaj tarjih Muhammadiyah pada masa setelahnya. Penulis ingin mencoba mengelaborasi masalah lima yang menurut penulis menjadi spirit dasar bagi gerakan tajdid Muhammadiyah. Dimana gerakan tajdid adalah sebuah identitas dari persyarikatan Muhammadiyah yang jarang digunakan oleh gerakan Islam lainnya.

Apa itu tajdid bagi Muhammadiyah? Bagi Muhammadiyah tajdid mempunyai dua dimensi gerakan, yakni purifikasi atau pemurnian dalam persoalan akidah dan ibadah madhah, dinamisasi atau pengembangan dalam persoalan muamalah duniawiyah. Artinya menurut Muhammadiyah, dalam hal akidah dan ibadah mahdhah, seorang muslim harus berusaha berittiba’ semirip mungkin dengan Rasulullah SAW. Adapun dalam persoalan muamalah duniawiyah, seorang muslim diharuskan mengikuti perkembangan zaman bahkan berinovasi untuk kemaslahatan manusia.

Lantas apakah kaitannya dengan masalah lima? Penulis berpendapat bahwa dasar dari perumusan definisi tajdid di atas adalah masalah lima, khususnya dua poin pertama yakni agama dan dunia.  Para ulama Muhammadiyah mendefinisikan agama menjadi dua, agama dalam pengertian umum dan agama dalam pengertian khusus.

Dalam pengertian yang umum, Agama ialah apa yang disyariatkan Allah dengan perantara Nabi-nabi-Nya, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk-petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan akhirat.

Baca Juga  Fikih New Normal: Mengapa Fatwa Muhammadiyah Berubah?

Sementara dalam pengertian khusus, Agama (Islam) yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW ialah apa yang diturunkan Allah di dalam Quran dan yang tersebut dalam sunnah yang shahih, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan akhirat.

Agama dalam pengertian umum tercakup di dalamnya agama-agama samawi lain dari Nabi Adam sampai Isa, yang memiliki kesamaan esensi tauhid namun berbeda-beda dalam syariat. Adapun agama dalam pengertian khusus adalah agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW dan  diamalkan umat Islam sampai hari ini.

Menurut Muhammadiyah, sesuatu bisa disebut bagian dari agama Islam apabila:

  1. Tercantum dalam Alquran dan hadits shahih atau hasan (sunnah maqbulah)
  2. Berupa perintah, larangan atau petunjuk
  3. Bertujuan untuk kemaslahatan pemeluknya baik di dunia dan akhirat.

Pertanyaannya kemudian adakah sesuatu yang tak menjadi bagian dari agama? Jika kita telaah masalah lima, maka jawabannya adalah ya. Ada sesuatu yang bukan merupakan bagian dari agama, yaitu urusan dunia.

Menurut Muhammadiyah, yang dimaksud “urusan dunia” dalam sabda Rasulullah SAW.: “Kamu lebih mengerti urusan duniamu” ialah segala perkara yang tidak menjadi tugas diutusnya para Nabi (yaitu perkara-perkara/pekerjaan-pekerjaan/urusan-urusan yang diserahkan sepenuhnya kepada kebijaksanaan manusia). Bagian urusan dunia inilah yang merupakan gerbang tajdid bagi Muhammadiyah. Dalam persoalan urusan dunia umat Islam tak boleh kaku, namun harus mengikuti perkembangan zaman.

Mungkin akan ada yang menyanggah, apakah memisahkan antara urusan agama dan urusan dunia adalah bentuk dari sekulerisme? Bukankah dalam Alquran sendiri ditegaskan bahwa tak satupun yang luput dari penjelasan Alquran? Bukankah Islam itu syaamil (menyeluruh) dan mutakamil (sempurna)? Bukankah Islam itu kaffah mengatur dari bagaimana bernegara sampai cara cebok?

Baca Juga  Di Timur Fajar Cerah Gemerlapan , Mengusir Kabut Hitam

Penulis memahami bahwa kesempurnaan Islam terletak pada akidah, ibadah madhah dan nilai moral-moralnya. Islam itu syamil dan mutakamil dalam hal-hal yang sifatnya prinsip-prinsip universal. Adapun dalam hal-hal yang bersifat teknis operasional, maka inilah yang disebut dengan urusan dunia, dimana pelaksanaannya diserahkan kepada kebijaksanaan manusia. Inilah yang membuat Islam bisa shahih likulli zaman wa makan, sesuai dengan berbagai masa dan tempat. Bukan karena memaksakan fosil budaya masa lalu agar dihidupkan kembali di masa kini, namun karena mampu beradaptasi dengan kebudayaan dan zaman dalam hal yang sifatnya teknis operasional.

Misalnya dalam soal kepemimpinan, Islam telah mengatur prinsip-prinsip yang sempurna, seperti keadilan, musyawarah, kejujuran dll. Adapun bentuk pemerintahan apakah itu kekaisaran, kerajaan, republik, dll. Itu diserahkan kepada kebijaksanaan dan kemaslahatan manusia dan mengikuti kemajuan zaman.

Contoh lain dalam soal berpakaian, Islam telah mengatur prinsip-prinsip berupa menutup aurat, pantas, tidak berlebihan dan tidak ketat. Adapun mau bahannya dari kain jeans atau bukan, mau model kaos atau koko, mau pakai rok atau kulot, itu diserahkan kepada kemaslahatan manusia.

Hal ini telah dicontohkan oleh Kyai Dahlan dahulu yang dituduh sesat karena membuat sekolah dengan papan tulis dan bangku, membuat panti asuhan dan klinik. Pihak yang menuduh sesat berpendapat bahwa kyai Dahlan telah melakukan tasyabbuh dengan orang kafir, yang juga mendirikan sekolah, panti asuhan dan klinik. Kyai Dahlan faham bahwa sekolah ala barat, panti asuhan dan rumah sakit adalah urusan dunia, karenanya tak menjadi dosa walau tak pernah dicontohkan Rasulullah SAW. Justru dengan inspirasi dari barat tersebut kyai Dahlan mengamalkan prinsip-prinsip Islam yakni kewajiban menuntut ilmu dan menolong sesama.

Baca Juga  Islam itu Agama Hanif!

Ironisnya akhir-akhir ini, banyak yang tak bisa membedakan antara prinsip-prinsip dalam agama dengan hal yang sifatnya teknis operasional. Sehingga muncul kembali keinginan untuk mendirikan model kekaisaran ala khalifah terdahulu, walau sekarang bukan zamannya lagi. Banyak juga yang bersemangat meniru nabi Muhammad SAW secara harfiah tanpa mengetahui konteksnya, misalnya makan dengan tiga jari. Ada juga yang mengharamkan isbal secara mutlak, mengharamkan musik secara mutlak, mewajibkan cadar dan hal lainnya. Bagi Muhammadiyah, jelas hal tersebut merupakan anti-tesis dari spirit tajdid Muhammadiyah.

Related posts
Tajdida

Islam Berkemajuan: Agar Umat Bangkit dari Kemunduran

7 Mins read
Islam Indonesia: Berkemajuan tapi Pinggiran Pada 2015 terjadi dua Muktamar mahapenting: (1) Muktamar Islam Nusantara milik Nahdlatul Ulama, (2) Muktamar Islam Berkemajuan…
Tajdida

Ketika Muhammadiyah Berbicara Ekologi

4 Mins read
Apabila dicermati secara mendalam, telah terjadi degradasi nilai-nilai manusia, nampakyna fungsi utama manusia sebagai khalifah fil ardh penjaga bumi ini tidak nampak…
Tajdida

Siapa Generasi Z Muhammadiyah Itu?

3 Mins read
Dari semua rangkaian kajian dan dialog mengenai Muhammadiyah di masa depan, agaknya masih minim yang membahas mengenai masa depan generasi Z Muhammadiyah….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds