Kata Jurumiyah dengan pelafalan sederhana, nampak mengakar pada dunia pesantren. Kata ini merujuk pada nama kitab yang masyhur bagi santri ketika ia belajar tata bahasa Arab. Walaupun, sebenarnya leksikal yang benar adalah al-Ajurumiyah.
Kitab ini pada sebagian besar pesantren dijadikan referensi pertama dalam mempelajari ilmu nahwu. Kitab ini merupakan beberapa lembaran kecil (karasah). Namun ia sangat masyhur di kalangan dunia Islam.
Makna al-Ajurumiyah
Kitab ini dikarang oleh ulama abad 7 H. Nama kitab ini dinisbahkan pada pengarangnya yaitu Ibn Ajurum. Nama lengkapnya adalah Abu Abd Allah Muhammad bin Dawud al-Shanhaji (l. 672 H dan w. 723 H). Beliau seorang ulama ahli sastra, tata bahasa, dan qiraat.
Ibn Ajurum dilahirkan di kota Fas, Maroko. Kitab karangannya cukup banyak terutama bidang nahwu dan syair. Matn al-Ajurumiyah menjadi kitab kajian awal mengenai ilmu nahwu dan mashyur di kalangan pesantren.
Kata Ajurumi, pada sebagian penjelasan biografi, merupakan kata non-Arab pada bahasa Barbar. Bermakna orang yang fakir dan sufi. Akan tetapi Ibn Unaqa membantahnya, kata ini tidak dikenal oleh orang Barbar. Kata al-Ajurumi ini diambil dari Bani Ajurumi, suku pada kabilah Barbar, sebagaimana dijelaskan pada al-Kawakib al-Duriyyah.
Kata al-Ajurumiyah pun mashyur dibaca dengan fathah-hamzah yang dibaca panjang. Jim yang didhommahkan, dan ra yang ditasydid (al-Ajurrumiyah). Adapula yang mem-fatahkan hamzah, men-sukunkan jim, dan mendhommahkan ra-nya (al-Ajrumiyah). Ini merupakan penjelasan singkat mengenai akar kata ini muncul.
Banyak pengkaji yang memberikan penjelasan pada kitab ini. Dalam al-Mumti’ fi Syarh al-Ajurumiyah (1425 H/2004 M). Malik bin Salim bin Mathar al-Mahdzari, salah seorang pensyarah dari Yaman, menemukan banyak ulama yang melakukan syarah sebelum dirinya.
Syarah ini diawali oleh sudut pandang bahwa kitab Matan al-Ajurumiyah memiliki kedudukan tinggi dalam pandangan ulama dan pemerhati bahasa Arab. Para ulama melakukan kajian penjelasan dan ringkasan, bahasa syarah dan nazham, juga kajian fungsi kalimat (i’rab) dan penyempurnaan teksnya.
Bait Pembuka
Syaikh Syarafuddin al-Imrithi memberikan penjelasan tambahan Matan al-AJurumiyah melalui bahasa nazham. Beliau menyusun syair sebanyak 254 bait. Pada salah satu bait pembuka, Syaikh Syarafuddin al-Imrithi, berkata:
والنحواولى اولا ان يعلما=اذالكلام دونه لن يفهما
وكان خير كتبه صغيرة=كراسة لطيفة شهيرة
في عربها وعجمها والروم=الفها الحبر ابن اجروم
Yang berarti sebagai berikut :
“Ilmu nahwu lebih utama diajarkan pertama kali. Karena pernyataan tidak akan bisa dipahami tanpanya. Terdapat kitab kecil yang baik penjelasannya. Berbentuk lembaran yang masyhur. Baik di negeri Arab, ‘Ajam, dan Romawi. Yang dikarang oleh Ibn Ajurumi”
al-Ajurumiyah Dalam Pembahasan Ulama
Salah satu ulama abad 12 H, yaitu al-Syanqithi, menyusun pula penjelasan kitab ini dengan 255 bait. Ulama abad 9 H yang pernah menulis syarah al-Jurumiyah ini adalah Syaikh Khalid al-Azhari (w. 905 H). Adapun Syaikh al-Khittab (w. 904 H) memberikan penyempurnaan pembahasan dengan menulis kitab Mutammimah al-Ajurumiyah.
“al-Ajurumiyah ini kitab yang kecil dalam bidang tata bahasa. Namun pembahasannya sistematis, cukup komprehensif, dan mudah dipahami. Saya mendorong para pemula untuk memahaminya. Saya memilih pula kajian nahwu dengan rujukan kitab al-Ajurumiyah dan Alfiyah Ibn Malik,” komentar Syaikh Ibn Utsaimin.
Syarah al-Ajurumiyah banyak beredar sampai hari ini. Kitab syarah tersebut di antaranya disusun oleh Syaikh al-Kafrawi (w. 1202 H) yang menekankan pada sisi fungsi kalimat (i’rab) kitab al-Ajurumiyah. Begitu pula kitab at-Tuhfah yang disusun oleh Syaikh Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid (w. 13923 H), syarah yang ditulis oleh Syaikh Ibn Utsaimin (w. 1421 H), serta al-Mumti’ fi Syarh al-Ajurumiyah yang disusun oleh Malik bin Salim bin Mathar al-Mahdzari tahun 1425 H/ 2004 M.
Ilmu Nahwu
Ilmu nahwu dalam kajian keislaman penting untuk dipelajari. Al-Qur’an, hadis, dan referensi keislaman banyak yang menggunakan bahasa Arab. Sehingga, untuk memahaminya harus mampu menguasai dan mengaplikasikan ilmu nahwu ini. Bagi kalangan pesantren sampai hari ini, Matan al-Ajurumiyah ini masih menggaung untuk selalu dikaji.
Al-Kasa’i (w. 179), salah seorang ulama ahli qiraat yang tujuh, juga imam Kufah dalam ilmu nahwu dan bahasa turut memberikan penegasan pentingnya ilmu nahwu. Dalam beberapa kitab tafsir, sering ditemukan nama ini. Dalam satu syairnya, dia mengungkapkan:
Wahai para pencari ilmu yang manfaat, pelajarilah ilmu nahwu dan hilangkan sangkaan salahmu. Sesungguhnya ilmu nahwu adalah timbangan yang harus dipegang. Semua ilmu akan bermanfaat dengan mempelajarinya
Al-Kasa’i
Editor: Sri/Nabhan