Falsafah

Materialisme Historis: Apa Saja yang Dibahas di dalamnya?

4 Mins read

Materialisme Historis Sebagai Ilmu

Materialisme Historis sebagai sebuah ilmu tentu akan lebih banyak berbicara mengenai hukum-hukum general dan tenaga penggerak perkembangan masyarakat manusia.

Seperti halnya semua ilmu yang lainnya, Materialisme Historis mencoba mengungkapkan esensi obyek yang dipelajarinya dengan jalan memahami hubungan material yang terletak di dasar fenomena yang muncul dari obyek tersebut.

Pada abad ke-20, Albert Einstein yang juga seorang fisikiawan menyatakan bahwa, “Kepercayaan akan adanya dunia eksternal yang terlepas dari perasaan individu, merupakan landasan bagi segala ilmu alam.”

Kepercayaan tersebut memang merupakan pijakan dari cara pandang materialis dalam melihat dunia. Namun bagi Marx, pandangan materialis seperti itu masih dianggap tidak konsisten dan terbatas. Karena, tidak bisa menerapkan prinsip-prinsip filsafat materialisme pada studi kehidupan sosial dan sejarah. Juga karena masih sarat dengan pandangan-pandangan idealis.

Marx dan Engels pada perkembangannya kemudian menyempurnakan materialisme dengan mengembangkannya pada studi tentang masyarakat.

Sehingga, cara pandang materialis dalam melihat dunia, untuk pertama kalinya, menjadi komprehensif dan sepenuhnya konsisten dan efektif.

Lahirnya Materialisme Historis

Materialisme Historis sendiri sebelumnya lahir dari prakondisi sosial dan prakondisi teoritis tertentu. Percepatan perkembangan sosial, rangkaian peristiwa-peristiwa revolusi yang terjadi di Inggris, dan terutama revolusi borjuis Perancis yang semakin menajamkan kontradiksi dan juga bentrokan antar kelas pekerja,  menjadi sebab atas kelahiran Materialisme Historis.

Sejarawan Perancis Bourbon – Augustin Thierry, Francois Mignet, Francois Guizot, dan seorang utopis sosialis terbesar Perancis Saints Simon mengatakan bahwa peran perjuangan kelas adalah motif penggerak revolusi dalam abad baru. Yang juga merupakan hal yang sangat penting dalam mempersiapkan kelahiran Materialisme Historis itu sendiri.

Materialisme Sebelum Marxis

Materialisme sebelum Marxis pun dalam sejarahnya juga telah memberikan sumbangan atas kelahiran Materialisme Historis. Tetapi interpretasi mereka mengenai kejadian-kejadian sosial dan sejarah pada umumnya masih didasarkan pada posisi idealis.

Baca Juga  Karl Marx dan Kiai Dahlan: Titik Temu Pemikiran?

Seorang materialis Perancis abad ke-18, Helvetius misalnya, memberikan contoh bahwa lingkungan dan situasi sekitar menjadi penting dalam membentuk opini sosial dan moral manusia.

Moral yang jelek menurut Helvetius merupakan hasil dari situasi sekitarnya yang jelek, yang itu berarti harus dirubah.

Helvetius juga mengatakan bahwa perubahan kondisi sosial harus dijalankan melalui perbaikan hukum; hukum baru yang hanya bisa dilakukan oleh penguasa yang jenius. Dalam posisi inilah, Helveitus menujukkan bahwa ia adalah seorang yang idealis.

Pada perkembangannya, keberhasilan ilmu pengetahuan alam juga memberikan pengaruh tersendiri atas kelahiran Materialisme Historis.

Pada akhir abad ke-18 dan awal pertengahan abad ke-19,  terdapat upaya yang keras untuk menghasilkan ilmu kemasyarakatan, yang secara ketat memiliki watak ilmu sosial yang ilmiah – yang sesuai dengan model ilmu pengetahuan alam-mekanika, fisika, kimia, dan biologi.

Usaha tersebut merupakan langkah yang salah karena memperlakukan masyarakat seperti alam, alamiah, tanpa pertimbangan hakikat spesifiknya sebagai sebuah organisasi yang memiliki hukum-hukum perkembangan yang khusus dan instrinsik.

Hukum-Hukum Universal

Hukum-hukum universal mengenai perkembangan materi sendiri ditemukan oleh Materialisme Dialektik yang beroperasi dalam masyarakat, tapi dalam hal ini ia memiliki bentuk khusus.

Metode dialektik yang dipublikasikan pada masyarakat pada esensisnya merupakan konsep yang identik. Tetapi jika kita ingin mengetahui hukum-hukum perkembangan masyarakat manusia, tidak lah cukup hanya dengan memahami prinsip-prinsip umum filsafat materialisme dan hukum-hukum dialektika.

Namun, kita juga harus mempelajari bentuk-bentuk khusus aktivitasnya saat beroperasi dalam suatu bentuk khusus pengorganisasian materi.

Artinya, sebagai tambahan bagi kategori-kategori filsafat, kita harus memiliki kategori-kategori sosial semurni-murninya. Kategori sosial yang dimaksud misalnya formasi sosio-ekonomi, tenaga produktif, dan hubungan-hubungan produksi, corak atau cara produksi, basis dan suprastruktur, kelas-kelas sosial, dan sebagainya.

Baca Juga  Khaled Abou El Fadl: Syariah Klasik VS Syariah Humanistik

Sebab, kategori-kategori tersebut memberikan landasan untuk menyimpulkan hukum-hukum pokok keberadaan sosial dan pengetahuan sosio-historis, juga hukum-hukum perkembangan masyarakat sebagai manusia.

Marx dan Engels sendiri memformulasikan proporsi dasar Materialisme Historis pada tahun 1840-an, dalam karyanya The German Ideology.

Walaupun pandangan baru mengenai sejarah dan perkembangan sosial pada awalnya sekadar menjadi sebuah hipotesa dan metode, tetapi ia merupakan hipotesa dan metode yang untuk pertama kalinya memungkinkan adanya pendekatan –yang ketat– secara ilmiah dalam memahami sejarah.

Dalam kata-kata Lenin, mereka menyebabkan studi tentang masyarakat menjadi ilmu pengetahuan, karena mereka, memungkinkan Materialisme Historis bisa digunakan untuk mengungkapkan pengulangan kejadian dan regularitas perkembangan hubungan-hubungan sosial, bisa digunakan untuk menjeneralisasi sistem-sistem di berbagai negeri menjadi konsep formasi sosio-ekonomi, dan bisa digunakan untuk mengungkapkan hal-hal yang general, yang menyatukan atau menyamakan berbagai negeri tersebut.

Namun, pada saat yang sama juga, bisa mengungkapan perbedaan-perbedaan inheren yang disebabkan karena kondisi-kondisi spesifik dalam perkembangan negeri-negeri tersebut.  

Persoalan yang Dibahas dalam Materialisme

Sebenarnya, bila kita pahami bahwa proses-proses dan peristiwa-peristiwa sosial adalah merupakan hasil dari kegiatan manusia itu sendiri, maka tidak lah sulit bagi kita untuk memahami fenomena manusia dan kegiatannya sebagaimana halnya juga ketika kita memahami fenomena alam.

Dan tentu saja, seharusnya akan lebih mudah bagi manusia dan masyarakatnya untuk mendesakkan kekuasaannya terhadap hubungan-hubungan sosial yang ada ketimbang menundukkan kekuatan kolosal alam.

Masyarakat manusia, fenomena dan proses-proses sosial dipelajari oleh berbagai ilmu pengetahuan. Ekonomi Politik meneliti hukum-hukum tentang kemunculan dan perkembangan produksi komoditi.

Sementara ilmu pengetahuan hukum mempelajari hukum-hukum tentang kemunculan, hubungan, dan fungsi berbagai lembaga politik dan hukum negara.

Kritisme estetika, seni, mempelajari hukum-hukum tentang kemunculan dan perkembangan seni, hubungan seni dengan realitas, dan metode kreativitas artistik.

Baca Juga  Agama dan Marxisme, Sama-Sama Bisa Bikin Candu!

Estetika mempelajari bidang-bidang moral dalam hubungan-hubungan antar manusia. Jadi, walaupun masyarakat itu diselidiki oleh berbagai ilmu pengetahuan, namun masing-masing studi hanya merupakan aspek kehidupan sosial tertentu saja, atau hanya merupakan salah satu tipe dalam hubungan-hubungan atau fenomena sosial, ekonomi, politik, dan idelologi.

Yang perlu diketahui adalah bahwa Materialisme Historis tidak berurusan dengan aspek-aspek kehidupan sosial yang terpisah-pisah tersebut. Tetapi, mempelajari tentang hukum-hukum umum dan tenaga penggerak yang memfungsikan serta mengembangkan kehidupan sosial, juga mempelajari kehidupan sosial yang secara keseluruhan terintegrasi; mempelajari hubungan intrinsik dan kontradiksi seluruh aspek-aspek dan relasi-relasi hubungan sosial.

Tak seperti ilmu pengetahuan yang terspesialisasi, Materialisme Historis mempelajari di atas segalanya, hukum-hukum umum perkembangan masyarakat, hukum-hukum kemunculan keberadaan, dan motif penggerak perkembangan formasi-formasi sosio-ekonomi.

Materialisme Historis juga berbeda dengan pendapat yang mengatakan bahwa sejarah hanyalah sekadar disiplin empiris.

Sejarah menyiratkan studi tentang sejarah berbagai orang, berbagai peristiwa, dalam sekuens/tahap-tahap tertentu kronologinya.

Sejarah tidak memperlakukan tindak-tindak berbagai peristiwa secara abstrak, tidak dalam istilah-istilah teoritis yang umum, tapi dalam bentuk historis yang spesifik, yang mempertimbangkan kondisi kongkret di setiap negeri, yang kadang-kadang memainkan peranan yang sangat penting dalam peristiwa-peristiwa sejarah.

***

Materialisme Historis sebagaimana layaknya juga filsafat Marxis secara umum, yang mengkombinasikan teori dan metode sebagai suatu kesatuan.

Materialisme Historis dilengkapi oleh dialektika materialis untuk menyelesaikan pertanyaan epistemologi, pertanyaan tentang hubungan antara keberadaan sosial dan kesadaran sosial.

Yang memberikan pengertian kepada kita tentang hukum-hukum yang paling umum dan tenaga penggerak daro masyarakat. Oleh karenanya, ia merupakan teori sosial yang paling general, serta ilmiah.

Dan dengan alasan tersebut lah maka Materialisme Historis merupakan metode paling untuk mempelajari fenomena dan proses-proses kehidupan sosial, dan juga merupakan metode untuk aksi revolusioner.

Editor: Yahya FR

Firman Haqiqi
1 posts

About author
Wiraswasta, Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pekerja Migran Indonesia (DPN – SPMI) Periode 2019 – 2023
Articles
Related posts
Falsafah

Tawaran Al-Jabiri Atas Pembacaan Turats

4 Mins read
Abed al-Jabiri adalah salah satu pemikir Islam yang paling dikenal di era modern. “Naqd al-Aql al-Arabi” atau proyek pemikiran “Kritik Nalar Arab”…
Falsafah

Deep Ecology: Gagasan Filsafat Ekologi Arne Naess

4 Mins read
Arne Naess adalah seorang filsuf Norwegia yang dikenal luas sebagai pencetus konsep “ekologi dalam” (deep ecology), sebuah pendekatan yang menggali akar permasalahan…
Falsafah

Sokrates: Guru Sejati adalah Diri Sendiri

3 Mins read
Dalam lanskap pendidikan filsafat, gagasan bahwa guru sejati adalah diri sendiri sangat sesuai dengan metode penyelidikan Sokrates, filsuf paling berpengaruh di zaman…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds