Perspektif

Mathla’ul Anwar: Madrasah sebagai Kontinuitas Gerakan

3 Mins read

Usia madrasah Mathla’ul Anwar sudah 107 tahun. Sejak didirikan pada 10 Syawal 1334 Hijriah atau 1916 dalam hitungan Masehi. Beberapa kali telah mengalami transisi kepemimpinan dan transformasi gaya kepemimpinan.

Apakah lahirnya Mathla’ul Anwar hanya kebetulan belaka? Mengapa lahir di Menes? Mengapa di kampung? Mengapa madrasah? Kenapa tidak lahir di Leiden? Tidak di kota besar sana? Ini merupakan sesuatu yang harus didiskusikan.

Mathla’ul Anwar

Pidato Ratu Wilhelmina di Staten Generaal pada 1901 kemudian muncul ide Etische Politiek, suatu kebijaksanaan politik Belanda yang lebih memperhatikan pribumi. Suatu tanggung jawab moral Belanda atas Hindia Belanda. Nyatanya, kebijakan ini tidak memberi ruang yang cukup untuk pribumi.

Ada beberapa faktor pendorong bagi pembaruan pendidikan Islam di Indonesia pada awal abad 20. Diantaranya adalah sifat perlawanan nasional terhadap penguasa kolonial Belanda . Sifat perlawanan nasional dan masuknya ide-ide pembaruan pemikiran Islam ke Indonesia sangat besar pengaruhnya bagi terealisasinya pembaruan pendidikan.

Pada 1916, KH Mas Abdurrahman (santri lulusan Mekkah) yang sudah tersentuh arus pembaruan membawa gagasan modernisasi pendidikan Islam ke Menes – Banten. Dari Menes lahir sebuah gagasan yang akomodatif. Dengan memodifikasi pendidikan Islam menjadi modern dan tidak tertinggal, tapi juga tidak terbawa arus westernisasi.

Pada mulanya, pendidikan Islam di Menes dilaksanakan secara informal. Dari surau ke surau, majelis ke majelis, langgar ke langgar, kampung ke kampung. Sistem pengajaran seperti ini tidak berkelas-kelas, tidak memakai bangku, meja, papan tulis dan hanya duduk sila saja, mendengarkan syiar agama dari kyai secara serius.

KH Mas Abdurrahman yang juga karib dari KH Hasyim Asyari dan para kyai lokal di Menes turut andil dalam fenomena perkembangan pendidikan di Nederlandsh-Indiesch. Gagasan yang akomodatif tersebut dinamai “Mathla’ul Anwar”. Sebuah madrasah yang memakai sistem klasikal, berkelas-kelas.

Baca Juga  Reformasi Birokrasi: Delayering atau Delaying?

Lahir 29 tahun sebelum kemerdekaan Indonesia. Mathla’ul Anwar telah menyambut terlebih dahulu orientasi suci yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945, mencerdaskan kehidupan bangsa.

Orientasi tersebut sudah diformulakan dengan manjur oleh Kyai-kyai lokal di Menes yang mempunyai koneksi baik dengan para Kyai di luar Menes. Bersama-sama mewujudkan masyarakat yang mempunyai spritualitas dan intelektualitas yang berimbang.

Madrasah sebagai Gerakan Penyadaran

Masa itu, dua identitas pada orang-orang Belanda yang menjajah di Indonesia sangat kuat, identitas sebagai pemerintahan Kristen sekaligus pemerintahan kolonial.

Di mata umat Islam, pemerintahan kolonial sering dituduh sebagai pemerintahan Kristen. Sementara pelbagai kebijaksanaan pemerintah maupun aktivitas zending dan misi sendiri, justru sering mempersubur tuduhan tersebut.

Sekolah-sekolah Kristen acapkali mendapat subsidi dari pemerintahan kolonial dan melakukan pengajaran kekristenan pada murid-murid Islam. Sekolah-sekolah negeri juga sering dimanfaatkan untuk kepentingan propaganda suatu aliran Gereja.

Ketimpangan-ketimpangan di lapangan yang terjadi, tergumul menjadi semangat perlawanan. KH Mas Abdurrahman, KH Entol Yasin dan KH Tb Mohamad Sholeh menginisiasi pembentukan Mathla’ul Anwar sebagai entitas perlawanan atas dominasi Belanda. Dominasi yang menyebabkan semakin melebarnya jurang pribumi dengan koloni.

Dengan pendirian madrasah pertama Mathla’ul Anwar, yang tanahnya merupakan hasil wakaf saudagar di Menes. KH Mas Abdurrahman merekatkan madrasah dengan seluruh lapisan masyarakat, tanpa sekat.

Ia sadar betul bahwa dengan mendekatkan akses pendidikan dan menjadikan madrasah sebagai entitas perlawanan, akan memudahkan perjuangan masyarakat menuju gerakan penyadaran. Sadar akan ketertindasan dan kebodohan, menggerakan masyarakat Mathla’ul Anwar menuju perlawanan kolektif nasional.

107 Tahun Madrasah Mathlaul Anwar

Kiprah MA di 3 bidang (pendidikan, dakwah dan sosial) tak menjadi persoalan. Konsistensi dan eksistensinya sudah teruji. Ribuan madrasah dan pesantren dijadikan MA sebagai wujud kontribusi pencerdasan warga Negara, pembangunan SDM menuju masyarakat yang unggul.

Baca Juga  Kacamata Maqashid Syariah: Pendidikan Kesehatan Seksual dan Reproduksi

Gerakan penyadaran ini berlangsung selama seabad lamanya. Ditinjau dari usianya yang sudah seabad lebih itu, Mathla’ul Anwar menjadikan madrasah sebagai sebuah keniscayaan.

Perlu dicatat, bahwa dari sinilah, dari madrasah-madrasah Mathla’ul Anwar di perkampungan lah, penyebaran dakwah MA berhasil tumbuh kembang dengan subur, mengalami eskalasi jama’ah yang cukup signifikan.

Sebagai ormas Islam yang mempunyai banyak basis masa di perkampungan. Mathla’ul Anwar harus melakukan re-formulasi orientasi seraya tidak menghilangkan identitas yang sudah melekat selama seabad lamanya.

Re-formulasi yang dimaksud adalah bagaimana madrasah-madrasah MA yang terdapat di banyak perkampungan dapat terus menerus menjadi kontinuitas gerakan MA. Menjadi pusat kegiatan menuju kelanjutan visi menerangi umat untuk mewujudkan kehidupan secara Islami.

Sebab, mafhum kita ketahui. Bahwa madrasah-madrasah di perkampungan semacam mengalami kekalahan daya saing. Tidak adaptif dalam menghadapi perkembangan zaman yang begitu cepat. Ditambah ketidakberpihakan Negara terhadap madrasah. Di sinilah, vaksin terbaik dari para pemangku kebijakan Mathla’ul Anwar dinanti oleh para jama’ahnya yang banyak tinggal di perkampungan.

Tentu, madrasah bukan satu-satunya yang harus diperhatikan. Sebab posisi Mathla’ul Anwar sebagai salah satu ormas Islam besar di negeri ini harus memperkuat andil dalam konstelasi keagamaan dan kebangsaan. Menjadi pion wasathiyah Islam bersama-sama dengan Nahdlatul Ulama’ dan Muhammadiyah. Dan senantiasa memosisikan diri sebagai Islamic-based civil society.

***

Dengan kekuatan kolektif para warganya bersama dengan para otoritasnya. Sungguh, Mathla’ul Anwar telah siap menyambut perjalanan abad kedua. Melanjutkan kontinuitas gerakan yang diwariskan oleh para kyai pendirinya.

Akhir kalam, selamat milad Mathla’ul Anwar ke 107 tahun. Semoga Mathla’ul Anwar tetap jaya sepanjang masa!

Editor : Rifqy N.A./Nabhan

1 posts

About author
Part of Cendekiawan Kampung
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds