21 April 2020 tepat pada hari Kartini secara mengejutkan muncul rilis di media online tentang pengunduran diri Adamas Belva Syah Devara sebagai Staf Khusus (Stafsus) Presiden RI. CEO Ruangguru.com tersebut mengundurkan diri setelah ramainya perbincangan di publik tentang Proyek Kartu Prakerja yang menggandeng anak perusahaan Ruangguru.com. Dengan demikian, Belva resmi undur diri dari jajaran stafsus milenial.
Mundurnya Belva dari stafsus terjadi setelah publik terus menerus memberikan kritik kepada dirinya. Publik menduga terpilihnya Ruangguru.com sebagai mitra pelaksanaan pelatihan online yang dilakukan oleh pemerintah karena CEO Ruangguru.com tersebut merangkap jabatan menjadi Staf Khusus Presiden.
Dengan mundurnya Belva dari Staf Khusus Presiden telah membagi pandangan masyarakat terhadap CEO Ruangguru.com tersebut. Sebagian masyarakat memandang mundurnya Belva merupakan sikap yang perlu ditiru karena kepentingan bangsa di atas segalanya.
Namun sebagian lainnya menilai mundurnya Belva tidak menyelesaikan masalah. Bahkan ada yang menilai Belva mundur dengan uang di dompetnya karena telah berhasil memenangkan tender Kartu Prakerja. Tentu ini adalah konsekuensi bagi Belva karena masih merangkap jabatan ketika menjadi Staf Khusus Presiden.
Perjalanan Stafsus Milenial
Pada 21 November 2019 lalu Presiden Jokowi mengenalkan secara resmi staf khusus milenial di Istana. Ada tujuh nama stafsus milenial, yaitu Adamas Belva Syah Devara, Putri Indah Sari Tanjung, Andi Taufan Garuda Putra, Ayu Kartika Dewi, Gracia Billy Mambasar, Angkie Yudistia, Ammirudin Maruf.
Dari ketujuh stafsus tersebut tiga di antaranya adalah pengusaha yang besar. Belva sebagai pendiri dan CEO Ruangguru.com. Putri Indah Sari Tanjung sebagai CEO dan Founder Creativepreuneur, dan Andi sebagai pendiri Amartha. Ketika awal pengumuman stafsus milenial ini menjadi sebongkah harapan agar anak muda dapat berperan aktif di Pemerintahan.
Gaji yang diterima oleh Staf Khusus Presiden menurut Peraturan Presiden Nomor 144 Tahun 2015 sebesar 51 Juta Rupiah. Tentu gaji yang sangat fantastis apalagi beberapa stafsus milenial memiliki perusahaan yang cukup besar. Hal ini pun menjadi sorotan masyarakat apabila stafsus justru tidak bekerja sesuai tupoksinya.
Polemik Awal Staf Khusus
Beberapa polemik yang terjadi di staf milenial ini diawali dengan kesalahan Billy Mambrasar menuliskan posisi stafsus setara dengan menteri pada bio Linked ln-ya. Selanjutnya masyarakat menyorot soal unggahan Angkie Yudistia di media sosial tentang deteksi virus corona hanya dengan tarik nafas selama 10 detik.
Warganet langsung ramai menyorot unggahan media sosial salah satu staf khusus milenial tersebut. Sebagai salah satu bagian dari pemerintah, tidak sepatutnya melakukan publikasi sesuatu di media sosial yang belum ada kebenarannya atau bahkan berita bohong. Karena akan banyak masyarakat awam yang bisa saja mengikuti unggahannya.
Dua polemik di atas menjadi sorotan masyarakat karena stafsus milenial dianggap gegabah dalam melakukan suatu publikasi di media sosial. Selanjutnya adalah perihal maladministrasi yang dilakukan oleh Andi Taufan Garuda Putra yang juga Pendiri salah satu fintech yang bernama Amartha.
Tindakan Andi tersebut disorot Netizen di media sosial bahkan beberapa pihak seperti Indonesian Corruption Watch (ICW) mengungkapkan setidaknya ada dua kesalahan fatal yang dilakukan oleh Andi selaku Staf Khusus Presiden (Kumparan.com, 2020).
Pertama, tindakan Andi sudah mengarah ke konflik kepentingan dan dianggap tidak memiliki etika publik. Kedua, ICW melihat Andi telah mengabaikan posisi Kementerian Dalam Negeri. Sebab, tugas untuk melakukan koordinasi kepada seluruh Camat yang berada di bawah kepala daerah merupakan tanggung jawab Kemendagri.
Semua polemik tersebut termasuk polemik CEO Ruangguru.com sangat disoroti masyarakat baik di media sosial walaupun di media elektronik. Banyak pihak yang menyesali perbuatan semua staf khusus milenial tersebut karena bagaimanapun jika sudah menjadi pejabat publik harus memberikan contoh yang baik dan melakukan tanggung jawab atas perbuatannya.
Warga Serang Mati Kelaparan
Di tengah masyarakat sedang membincangkan perihal stafsus. Ada kabar yang cukup mengejutkan bahwa ada seorang ibu yang meninggal karena kelaparan, dan hanya meminum air galon selama dua hari.
Walaupun kebenarannya belum pasti dan sempat dibantah oleh pemkot setempat, tentu ini harus menjadi perhatian semua unsur termasuk pemerintah, masyarakat, dan lembaga filantropi. Karena warga mati kelaparan tentu bukan perkara yang bisa disepelekan.
Jika kabar tersebut tidak benar, ini harus menjadi evaluasi pemerintah agar dapat memperhatikan masyarakat kalangan menengah ke bawah. Menurut Badan Pusat Statistik (cbncindonesia.com, 2019) mengungkapkan bahwa jumlah penduduk miskin pada bulan September 2019 sebesar 24,79 juta orang, walaupun menurun tetap jumlahnya masih cukup banyak.
Dengan jumlah tersebut, pemerintah masih harus bertanggung jawab terhadap masyarakat miskin dengan program-program pemerintah yang ada. Jangan sampai program pemerintah justru salah sasaran dan menyasar kepada orang yang mampu.
Catatan untuk Pemerintah
Ada beberapa catatan yang harus pemerintah lakukan. Pertama, Pemerintah harus mengawasi setiap program yang sedang dan akan berjalan. Seperti Program bantuan sosial di tengah pandemic saat ini. Program bantuan ini berpotensi salah sasaran yang sangat besar. Maka dari itu pemerintah baik pusat ataupun daerah harus bisa menjamin bantuan tersebut tepat sasaran.
Jangan sampai bantuan yang diberikan malah dimainkan oleh oknum pemerintah tingkat desa hingga RT dan diberikan kepada kerabat dekat mereka. Jika belajar dari penerima bantuan iuran BPJS, banyak kesalahan data dan penerima yang disebabkan oleh pemerintah yang tidak tanggap serta adanya permainan yang dilakukan beberapa oknum di grassroot.
Kedua, pemerintah dan seluruh jajarannya termasuk stafsus milenial harus menyelesaikan polemik yang ada. Jika perlu, Presiden RI harus tegas terhadap Andi karena sudah melakukan kesalahan fatal. Pemerintah sudah saatnya fokus melaksanakan amanat Pancasila untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pemerintah harus bekerja sama satu sama lain, jangan sampai kebijakan pemerintah pusat dan daerah berbeda, begitu juga sebaliknya. Tidak kompaknya Pemerintah menyebabkan kegaduhan di masyarakat sehingga Pemerintah hanya fokus menyelesaikan kegaduhan masyarakat. Padahal ada jutaan masyarakat miskin yang harus diperhatikan.
Besar harapan penulis polemik stafsus ini tidak terulang kembali, begitu juga dengan seluruh lembaga eksekutif dan legislatif. Sudah seharusnya semua bekerja sama untuk mewujudkan kesadaran sosial bagi rakyat Indonesia. Sehingga tidak ada satu nyawa pun yang melayang akibat kelaparan dan keteledoran pemerintah.
Editor: Nabhan