Menjelang pertengahan tahun 2020 lalu sempat ramai di media digital unggahan kalimat ala netizen yang mengkreasikan “Harta, Tahta, Wanita” menjadi ungkapan unik dan menarik bagi para pembaca maupun ‘viewer’ media sosial, seperti: “Harta, Tahta, Nilai A”, “Harta, Tahta, Cinta”, “Harta, Tahta, Kuota”, hingga menyertakan nama khususnya kaum Hawa.
Tulisan tersebut tampaknya semakin viral ketika media Tik-Tok juga dipadati konten-konten serupa dengan latar belakang lagu dari Clean Bandit feat. Marina dan Luis Fonsi berjudul “Baby” meskipun semula judulnya adalah “Someone’s else Baby” berkisah tentang seorang wanita yang menjadi kekasih laki-laki lain, namun penikmat Tik Tok justru lebih mengenalnya dengan “Lagu Harta Tahta Tiktok”.
Belakangan kalimat ini bertambah populer hingga menjadi ‘trending topic’ saat warganet menautkan nama Chef Selebriti Wanita seperti yang tertera pada thumbnail video “Harta, Tahta, Renatta” pada sebuah Channel Youtube milik rekannya yaitu Chef Arnold Poernomo. Demikian masih hangat sampai saat ini, salah satunya melalui stiker hingga kaos ‘custom’ hologram yang khas dengan tulisan bergelombang, entah siapa yang pertama kali menciptakan desainnya, tapi seakan itu sudah menjadi ‘template design’.
***
Jargon “Harta, Tahta, Wanita” atau yang sering disebut dengan tiga TA, memang sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia, bukan tanpa maksud kalimat tersebut muncul bahkan kini menjadi viral. Karena persepsi masyarakat juga beragam, seperti tujuan atau puncak kesuksesan seorang laki-laki adalah ketika mereka mampu memiliki dan menguasai ketiganya, atau sebaliknya menganggap Harta, Tahta, dan Wanita sebagai penghancur, penghalang, ujian, dan godaan bagi kaum Adam. Sehingga, laki-laki harus mawas diri terhadap tiga TA agar dapat meraih keberhasilan.
Sekilas memang tidak ada yang ganjil dari kalimat ini, bagaimana Harta memang seringkali menjadi penyebab polemik dan pertikaian, begitu pula dengan Tahta yang tidak pernah sepi pemburu atau sekedar peminatnya. Lantas, bagaimana dengan wanita? Betulkah ia adalah setan durjana sehingga pria harus waspada?
Atau ia adalah salah satu tujuan laki-laki untuk meraih kejayaan? Dengan kata lain, ‘seolah-olah’ laki-laki adalah penguasa alam raya, aktor pemeran utama dari keberlangsungan kehidupan dunia, menjadikan wanita sama halnya dengan harta dan tahta. Sekadar objek bagi kaum pria, yang berpotensi membahagiakan atau justru menyengsarakan dan menjerumuskan.
Wanita dalam Teks Agama; antara Pujian dan Celaan
Berbicara tentang agama, dalam konteks agama Islam, maka representator ajaran Islam adalah apa yang difirmankan Tuhan dalam ayat Suci Al-Qur’ān dan yang disampaikan melalui utusan-Nya berupa al-Sunnah atau al-Hadīṡ. Meskipun dalilnya sama, namun penjelasannya dapat beragam antara satu orang, satu aliran, atau satu kelompok dengan lainnya.
Bagaimana Islam menilai perempuan dapat terlihat pada beberapa dalil berikut, kendatipun sebagian akan seringkali dipahami sebagai ayat atau Hadīṡ misoginis.
Pertama, “Hati-hatilah kalian dari pesona dunia dan hati-hatilah dari goda rayu wanita.” (HR. Ad-Dailami).
Kedua, “Aku tidak meninggalkan satu fitnah pun yang lebih membahayakan para lelaki selain fitnah wanita.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ketiga, “Sesungguhnya dunia ini begitu manis nan hijau. Dan Allah mempercayakan kalian untuk mengurusinya, Allah ingin melihat bagaimana perbuatan kalian. Karenanya jauhilah fitnah dunia dan jauhilah fitnah wanita, sebab sesungguhnya fitnah pertama kali di kalangan Bani Israil adalah masalah wanita.” (HR. Muslim).
Keempat, yakni ayat yang berbunyi, “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu. Maka, berhati-hatilah kamu terhadap mereka, dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah pahala yang besar.” (QS. At-Taghābun: 14-15). Dan masih banyak lagi ayat atau hadis lainnya.
Jika membaca ayat maupun hadis-hadis diatas -terlepas bagaimana pun konteks serta sebab diturunkannya-, sebagian orang akan berpandangan bahwa begitulah rupanya Islam memandang perempuan. Tidak lain merupakan cobaan, fitnah, penggoda, dan perayu para pria bahkan musuh bagi mereka.
***
Betulkah demikian? Mari kita perhatikan beberapa ayat dan hadis pembanding berikut:
“Wahai orang-orang beriman! Tidak halal bagi kamu mewarisi perempuan dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, kecuali apabila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka menurut cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya.” (QS. Al-Nisā’: 19).
Ayat di atas menjelaskan betapa terhormatnya posisi perempuan sehingga tidak boleh memaksanya, menyusahkannya, menggaulinya dengan cara ma’ruf, bahkan ketika tidak menyukainya-pun diperintahkan untuk tetap bersabar.
Pada ayat 72 Surat al-Nahl, semakin memperjelas posisi perempuan adalah sejenis dengan laki-laki bukan berbeda dan mereka memiliki potensi yang sama. Dalam hadis juga, Rasulullah Saw banyak sekali memuji perempuan, seperti “Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah isteri yang shalihah.” (HR. Muslim).
Sebuah riwayat dari Hibban bin Abi Jabalah Rasulullah Saw bersabda “Sesungguhnya wanita dunia yang masuk surga lebih unggul dibandingkan wanita surga, disebabkan amal yang mereka kerjakan sewaktu di dunia.” Ditambah dengan “Jika seorang wanita menunaikan shalat lima waktu, berpuasa di bulan ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya; niscaya akan dikatakan padanya: Masuklah ke dalam surga dari pintu manapun yang kau mau.” (HR. Ahmad).
Lantas, Apa yang Salah?
Begitulah kiranya agama berbicara tentang wanita, sebagaimana kisah-kisah mereka yang termaktub dalam Al-Qur’ān, ada sebagian yang dipuji seperti wanita yang mukmin, bertakwa, sabar, juga sosok seperti Maryam binti Imran, ‘Asiyah istri Fir’aun, dan seterusnya.
Ada pula sebagian wanita yang sosoknya harus diwaspadai bahkan di murkai, seperti istri Nabi Nuh As, para wanita yang berburuk sangka dan bergunjing, dan lain sebagainya. Dengan demikian, maka tidak ada keburukan menjadi seorang perempuan atau sebaliknya menjadi lebih baik karena terlahir sebagai laki-laki. Sebab cara pandang Tuhan kepada hamba-Nya sebetulnya bukan pada jenis kelaminnya (baca: gender), namun lebih kepada kualitas dirinya.
Jika harta, tahta, wanita dipersepsikan sebagai tujuan bahkan puncak keberhasilan seorang laki-laki, maka bukan hartanya yang menjadikan sukses, bukan tahtanya yang menjadikan besar, bukan ‘wanita’ nya yang membuat hebat. Sebagaimana pandangan bahwa Harta, Tahta, Wanita sangat berpotensi menjadi godaan dan ujian bagi laki-laki, sebetulnya bukanlah keburukan ada pada Harta-nya, Tahta-nya, Wanita-nya, tapi ada pada kualitas laki-laki sendiri bagaimana mengelola dirinya.
Begitu pula bagi wanita, bukan berarti mereka tidak memiliki tujuan sekaligus rintangan untuk mencapai kebahagiaan bahkan hanya sekedar menjalani kehidupan, karena tidak jarang kaum Adam justru menjadi tembok besar yang membentengi perempuan untuk terus berkemajuan. Jadi, “Harta, Tahta, dan Siapa” ya?
Editor: Yahya FR