Youtube, pada Kamis, 01 Mei 2019, sebuah video pendek menampilkan seorang mahasiswa Indonesia dengan latar belakang kampus Grenobel Institute of Technology Perancis. Mahasiswa yang alumni UMY dan sedang mengambil program master di Eropa Barat itu dengan mantap berucap:
“Assalamu’alakum …. Sedikit sharing kepada teman-teman semua di Indonesia. Selama studi di Teknik Elektro UMY saya mendapatkan banyak sekali pengalaman yang sangat berharga. Baik dari sisi akademik maupun sisi non akademik. Saya kira itu karena dukungan yang sangat membantu, baik dari segi laboratorium, dosen, dan fasilitas lainnya yang sangat luar biasa. Selamat begabung di UMY, semoga sukses.”
Bagi orang lain video ini mungkin biasa-biasa saja. Pada masa-masa mencari mahasiswa baru ada begitu banyak video sejenis di berbagai media sosial dibuat oleh berbagai kampus dalam rangka menarik minat calon mahasiswa. Tetapi bagi saya video ini sungguh luar biasa. Di balik sang mahasiswa itu bagi saya ada banyak cerita. Antara lain cerita tentang berani bermimpi dan bagaimana menjadikan mimpi itu menjadi nyata.
Melgan dan Mimpi Orang Tua
Melgan, sebut saja begitu, adalah anak keempat dari kakak perempuan saya, Cik Kuliah binti Haji Zainuddin. Keluaga Cik Kuliah sebagaimana keluarga besar kami di Kerinci bagian hilir, Provinsi Jambi, adalah petani tradisonal dengan komoditas utama padi, kopi, kulit, manis, dan sayur-sayuran. Hasil dari menanam padi di sawah mencukupi kebutuhan konsumsi sehari-hari minimal selama satu musim panen.
Ketika harga komoditas lainnya, terutama kopi dan kulit manis tinggi maka para petani ini menjadi makmur. Sehingga banyak dari mereka yang telah menunaikan ibadah haji. Ketika harga komoditas andalan rendah mereka tetap bisa memenuhi kebutuhan pokok dari padi yang ditanam di sawah. Pada umumnya kami memiliki sawah yang digarap sendiri. Kami adalah petani yang dalam teori sosiologi disebut bersistem ekonomi subsisten. Kebutuhan pokok terpenuhi dari usaha sendiri. Kami adalah produsen sekaligus konsumen dari kebutuhan pokok kami. Maka dalam hal kebutuhan pokok ini kami tidak telalu terpengaruh oleh dampak krisis ekonomi regional, nasional, apalagi global.
Hal yang menarik dari kakak saya ini dan suaminya, Muzammil bin Haji Nurdin adalah tipe orang desa yang memiliki visi tentang masa depan. Meski hanya tamatan SMP, mereka menginginkan anak-anak mereka sekolah setinggi-tingginya. Ini karena mereka meyakini pendidikan adalah tangga terbaik menuju masa depan.
Maka dalam hal ini mereka tidak lagi memikirkan kesajahteraan diri sendiri. Rumah yang ditempati beserta isinya tidak banyak berbeda dibanding masa puluhan tahun sebelumnya. Semua pendapatan keluarga diarahkan untuk membiayai pendidikan anak-anaknya. Meskipun tidak kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokok, keluarga kakakku ini secara matematis tidak akan mampu menguliahkan anak-anak mereka yang berjumlah lima orang sampai strata-1 di Jogja.
Tetapi mereka kokoh pendirian. Mungkin mereka terinspirasi oleh adik bungsunya yang kini menetap di Jogja ini. Bahwa untuk menuntut ilmu pasti ada jalan. Uang memang penting tetapi bukanlah segalanya. Kalau tidak pandai mengendalikannya uang bahkan bisa menjadi salah satu penyebab kegagalan menuntut ilmu. Oleh karena itu ketika anak-anak mereka bersemangat tinggi untuk kuliah kakakku segera memberangkatkan mereka.
Kakak-Kakak Melgan
Soal biaya, dipikir sambil jalan. Mungkin bagi kakakku dan suaminya tantangan yang akan dihadapi anak-anak mereka yang dikirim ke Jogja tidak akan seberat tantangan yang pernah dihadapi adik bungsu mereka. Si adik bungsu dulu dengan modal serba terbatas merintis masa depan melanjutkan sekolah masuk SMP di Jogja dan dianggap berhasil menembus berbagai tantangan terutama karena tekad yang kuat.
Setamat dari SMA di desa kami Pulau Sangkar Kerinci, Melgan mengikuti jejak tiga kakaknya melanjutkan studi di Jogja. Sebelumnya kakak nomor dua Melgan telah melanjutkan sekolah ke Jogja bahkan sejak masuk SMA. Dia menyelesaikan studi strata-1 di Jurusan Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga. Setelah itu dia pulang kampung. Kini dia menjadi guru PNS sekaligus wakil kepala SMA disana dan menjadi petani kopi dan kulit manis yang sukses. Alhamdulillaah.
Selanjutnya kakak pertama Melgan mengikuti jejak kakak kedua Melgan. Dia menyelesaikan kuliah strata-1 di jurusan Akuntansi UMY dan kini meniti karir sebagai PNS di Pemda Kabupaten Kerinci. Alhamdulillaah. Kakak ketiga yang adalah kakak langsung di atas Melgan meyelesaikan studi s-1 di Jurusan Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga.
Dia lalu menyelesaikan studi s-2 di Prodi magister Studi Islam UMY. Ketika kuliah dia juga menjadi aktivis IMM dan bahkan sempat menjadi ketua DPD IMM DIY. Sekarang dia menjadi salah satu komisioner di KPU Kabupaten Kerinci. Alhamdulillaah wa syukru lillaah.
Melgan masuk Jogja Juni 2013. Sebagai juara SMA di daerah kami dia bangga sekali saat diterima tanpa tes pada jurusan Teknik Elektro idamannya di salah satu PTS di Jogja. Ini harus diakui sebagai bagian dari keberhasilan promosi dari PTS tersebut. Mereka masuk ke sekolah menengah di berbagai penjuru, sampai ke SMA N Batang Merangin di Kerinci, di pedalaman Sumatera bagian tengah itu. Beberapa teman Melgan juga diterima tanpa tes di PTS tersebut.
Kuliah di UMY
Saya sedikit banyak tahu performa dari PTS tersebut. Maka sebagai pemegang amanah dari kakak kandung aku mencoba memberikan sudut pandang berbeda tentang kondisi PTS itu pada Melgan. Intinya aku mengajak dia untuk masuk ke UMY saja. Tapi Melgan bersikukuh dengan pilihannya. Maka aku mencari cara lain. Pertama, aku meminta dia mendatangi langsung kampus barunya itu. Kedua, setelah itu aku mengajak dia keliling kampus terpadu UMY. Tatktikku berhasil. Hari itu juga dia berubah pikiran. Kampus UMY jelas bukan tandingan kampus PTS itu. Melgan akhirnya mendaftar di Teknik Elektro UMY. Remaja usia SMA memang rentan tergoda dengan tampilan fisik dari kampus. Sekali lihat kampus terpadu UMY, langsung kepincut.
Seperti tiga kakaknya, selama kuliah S-1 Melgan tinggal di rumah kami. Dia menjadi bagian dari keluargaku sebagai makncuw (mamak/paman bungsu, adik bungsu dari ibu)-nya. Ini tentu saja sejalan dengan obsesiku untuk menjadi tempat menepat atau transit bagi kemenakan, anak cucu, atau sanak saudara yang ingin merintis masa depan dengan sekolah atau kuliah di Jogja.
Beban keluarga mereka tentu akan lebih ringan dibanding mereka kos sendiri. Dengan tinggal di rumah keluarga mereka tidak perlu lagi seperti aku dulu, berpindah-pindah kos, menumpang disana-sini, karena keterbatasan finansial orang tua. Pernah saat SMA aku betah sekali tinggal di suatu tempat kos. Keluarga ibu kos orang baik dan lingkungan sekitar sangat kondusif. Tetapi dengan hati sedih aku harus keluar karena tidak mampu melanjutkan bayar kos.
Ibu kos sendiri mungkin memiliki keinginan untuk membantu si anak kos yang baik tapi terlunta-lunta ini. Tetapi kemampun ekonomi ibu kos juga pas-pasan. Kamar-kamar kos yang jumlahnya bisa dihitung dengan jari itu merupakan aset satu-satunya sebagai sumber vital income keluarga. Mereka jelas bukan juragan kos. Maka tidak sampai hati aku meminta dispensasi.
Melgan Berani Memiliki Mimpi
Namun demikian, Allah memang selalu sayang pada para penuntut ilmu. Melalui uluran tangan banyak orang baik lainnya si bungsu ini tetap survive selama menjalani studinya di Jogja kala itu. Nah, pengalaman itu sangat membekas dalam hati sehingga membuat aku terobsesi untuk suatu saat nanti bisa menjadi tempat berteduh bagi anak-anak muda, apalagi dia masih ada hubungan keluarga. Mereka datang dari jauh untuk menuntut ilmu di Jogja dalam rangka merintis masa depan tetapi dengan modal pas-pasan. Dalam situasi seperti itu beberapa telah tinggal bersama kami. Salah satunya adalah si Melgan.
Melgan tipe anak muda yang berani bermimpi. Ini berbeda dengan beberapa temannya yang juga masuk Jogja bersamanya. Melgan lebih mirip dengan makncuwnya yang pada 1979 sangat bahagia karena bisa sekolah sangat jauh yaitu di Jogja. Sungguh itu adalah mimpi dashyat seorang anak kecil desa yang jauh yang menjadi kenyataan. Tetapi Melgan ternyata memiliki mimpi lebih jauh. Dia tidak sekedar ingin kuliah di Jogja.
Sebagai anak dusun dia memiliki mimpi menjadi anak global. Bisa jadi Melgan terinspirasi oleh Dilla saudara sepupunya yang berhasil menembus LPDP dan berhasil menyelesaikan kuliah S2 di Manchester University. Atau bisa jadi Melgan terpengaruh oleh Fia, adik si Dilla yang telah keliling Eropa dalam rangka pertukaran mahasiswa kedokteran sedunia.
Tetapi dua anak, si Dilla dan Fia alumni SMA Teladan, SMA terbaik di Jogja. Sedangkan Melgan memang alumni terbaik SMA juga. Tetapi alumni terbaik dari sebuah SMA di pedalaman Puncak Sumatera sana. Bisa jadi Melgan terinpirasi oleh berbagai peluang beasisiwa yang banyak ditawarkan di berbagai situs internet. Sebagai generasi milenial dia tentu lebih familiar dengan hal seperti ini dibanding makncuwnya.
Meninggalkan Zona Nyaman demi Mimpi
Tetapi Melgan tidak berhenti pada memiliki mimpi setinggi langit. Dia sepertinya tahu persis konsekuen dari mengejar mimpi yang seperti itu. Dia berani meninggalkan zona nyaman. Dia bekerja sangat keras melakukan berbagai ikhtiar untuk menggapai mimpi-mimpiny. Sama dengan Dilla dan Fia, Melgan juga memiliki semangat belajar yang tinggi. Mereka kutu buku. Membaca dan belajar adalah hobi.
Pada sisi lain sebagaimana tiga kakaknya Melgan mengikuti saranku untuk aktif di organisasi kemahasiswaan. Aku mendoktrin mereka dengan mengatakan keaktifan di organisasi kemahasiswaan akan membuka banyak pintu-pintu bagi masa depan mereka. Maka Melgan aktif di IMM. Selama kuliah pada semester-semeter akhir dia juga aktif menjadi volunteer/fasilitator di Majelis Pemberdayaan Masyakat PP Muhammadiyah.
Dia rutin mengunjungi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah di Piyungan Jogja. Dia menjadi pendamping kelompok masyarakat binaan MPM disana. Melgan juga tekun meningkatkan kemampuan bahasa Inggrisnya. Untuk itu dia sempat kursus di Pare, Jawa Timur. Akibatnya selama tinggal di rumah makncuwnya, beberapa tugas dosmetik agak terabaikan oleh Melgan. Untungya datung (bibi, Kerinci) Melgan baik hati dan bukanlah tipe tante galak pada kemenakan. Alhamdulillah
Setamat dari UMY, Melgan pindah dari rumah kami. Dia ingin lebih fokus mengembangkan diri. Untuk itu dia memilih tinggal di pesentren mahasiswa terkenal di Jogja yaitu Pondok Budi Mulia. Dia masih terus menjadi fasilitator di MPM. Dalam masa-masa ini dia mulai berburu beasiswa luar negeri. Optimisme dan ketekunan anak dusun ini perlahan menampakkan hasil. Skor TOEFLnya meningkat secara signifikan mencapai grade untuk berburu beasiswa ke LN.
Lolos Beasiswa di Prancis
Singkat cerita dia berhasil menembus beasiswa untuk kuliah S-2 di Taiwan. Dia juga diterima dan akhirnya memilih studi S-2 di universitas dengan grade program studi teknik elektro yang lebih tinggi yaitu Universitas Grenobel, Perancis. Maka setahun yang lalu dengan penuh rasa haru aku menghantar Melgan meninggalkan Jogja di Staisun Tugu. Dia akan menuju Jakarta terlebih dahulu mengurus berbagai persiapan di Kedutaan Perancis.
Setelah itu ada waktu beberapa hari bagi Melgan menengok keluarga dan kampung halaman kami Pulau Sangkar di Kerinci. Seminggu kemudian Melgan diantar Bang Muzammil, ayahnya dan kakak-kakaknya yang sudah jadi “orang” di Kerinci ke Bandara Internasional Mingkabau di Padang.
Melgan terbang jauh menuju Perancis. Dia melompati mimpi makncuwnya yang pada 1979 berlayar dari Teluk Bayur menuju Jakarta lalu naik kereta api menuju Jogja. Sayangnya pada momentum ini kakak perempuanku Cik Kuliah binti Haji Zainuddin tidak bisa ikut bersama mereka. Dia mendahului kami beberapa bulan sebelumnya ketika Melgan sedang kursus bahas Inggris di pare. Tapi aku yakin Cik Kuliah berada dalam suasana bahagia ikut merasakan kebahagiaan kami dari alam Barzakh. Insyaallaah.
Bertemu di Tanwir
Zoom Meeting, Ahad, 18 Juli 2020. Jam 08.00 tepat upacara pembukaan Tanwir Muhammadiyah dimulai. Ini Tanwir istimewa karena diselenggarakan secara online. Iya, pandemi Covid-19 memaksa acara dalam format ini. Ratusan partisipan sudah nongol di layar monitor aplikasi Zoom laptopku. Mereka terdiri dari anggota PP Muhammadiyah, PWM se Indonesia, ketua dan sekretaris Majelis, Lembaga, dan Ortom Muhammadiyah tingkat pusat. Juga hadir peserta khusus yaitu para pengurus Pimpinan Cabang Isitimewa Muhammadiyah yang ada di luar negeri.
Aku sendiri hadir sebagai sekretaris Lazismu dan gambarku muncul di salah satu sudut layar monitor. Saat Sekretaris PPM mengabsen satu persatu peserta Tanwir, di pojok bawah layar laptopku muncul gambar seorang peserta. Tiba-tiba dadaku sesak dan mataku basah oleh rasa haru dan syukur tiada tara. Peserta itu adalah utusan dari PCIM Perancis. Namanya, Melgan. Iya, Melgan adalah nama utusun itu. Dia yang kini sedang S-2 di Grenobel Perancis menjadi peserta Tanwir online. Kami satu forum dalam Tanwir Muhammadiyah. Melgan yang telah berhasil melompati mimpi makncuwnya. Alhamdulillaah, Allahu akbar.
Editor: Yusuf