Sepanjang sejarah tafsir Nusantara, tercatat begitu andilnya ajaran Islam masuk di Indonesia. Hasil seminar di Medan pada tahun 1963 sekaligus di Aceh pada tahun 1980, menyimpulkan bahwa Islam masuk di Indonesia ketika abad 1 H dan dipengaruhi oleh bangsa Arab.
Sementara, dinamika tafsir awal Islam masuk di Indonesia, menjadi titik perjalanan sebuah sejarah hingga dapat termaknai detik ini. Terhitung sudah banyak kajian al-Qur’an yang ditela’ah dengan perspektif yang beragam. Maka, tak bisa dielakkan jika produk karya tafsir Nusantara semakin berkembangnya zaman, telah merebut kemajuan dalam bingkai peradaban ilmu pengetahuan.
Tulisan ini mengurai studi tafsir al-Qur’an Nusantara sebagaimana kerap berkembang di Indonesia ditinjau secara genealogi. Pemaparan sejarah periode pertama (permulaan abad ke-20 M), periode kedua (Thn. 1970-an hingga 1980-an), dan periode ketiga (Dasawarsa 1990-an), penulis akan membahasnya sebagai model penafsiran dari rentetan produk tafsir al-Qur’an di Indonesia.
Periode Pertama
Periode permulaan abad ke-20 M ini terdapat tiga model penafsiran. Pertama, tafsir yang terfokus pada kajian terhadap surah tertentu dari al-Qur’an, satu-satunya seperti Tafsir al-Qur’an al-Karim karya Adnan Yahya Lubis.
Selain itu, bahkan terdapat tafsir yang kajiannya hanya terfokus pada surah al-Fatihah saja, yaitu Tafsir al-Qur’an al-Karim Surah al-Fatihah karya Muhammad Nur Idris.
Kedua, tafsir yang fokus kajiannya pada juz-juz al-Qur’an. Model penafsiran ini hanya berkembang atas tela’ah juz 30 (Juz ‘Amma) saja. Seperti al-Hidayah Tafsir Juz ‘Amma karya H. Abdul Karim Amrullah, Tafsir al-Qur’an al-Karim Juz ‘Amma karya Zuber Usman, terakhir Tafsir Juz ‘Amma dalam Bahasa Indonesia karya Iskandar Idris.
Ketiga, tafsir yang terfokus pada kajian sebagaimana mencakup keseluruhan ayat dalam al-Qur’an. Model penafsiran ini dilakukan secara interpretatif mulai dari juz 1 sampai 30. Sebagai contohnya, Tafsir Qur’an Karim karya H. Mahmud Yunus, al-Furqan: Tafsir al-Qur’an karya Ahmad Hassan, terakhir Tafsir al-Bayan karya T. M. Hasbi al-Shiddiqiey.
Periode Kedua
Tafsir dengan sistematika penulisan pada periode pertama, masih kerap diminati di tahun 1970-an hingga 1980-an atau periode kedua. Seperti Samudra al-Fatihah karya Bey Arifin, Tafsir Ulum al-Qur’an karya M. Abdul Malik Hakim, Butir-butir Mutiara al-Fatihah karya Labib MZ dan Maftuh Ahnan, terakhir Tafsir Surah Yasien karya Zainal Abidin Ahmad.
Karya tafsir dengan titik fokusnya terhadap kajian seluruh bagian dalam Al-Qur’an, yaitu Terjemah dan Tafsir al-Qur’an: Huruf Arab dan Latin karya Bachtiar Surin, Tafsir al-Azhar karya H. Abdul Karim Amrullah, Tafsir Rahmat karya Oemar Bakry, dan sebagainya.
Periode kedua ini mulai terdapat perkembangan baru atas penulisan karya tafsir di Nusantara. Salah satunya muncul karya tafsir yang terfokus pada ayat-ayat hukum. Sebagai contohnya, Tafsir dan Uraian Perintah-perintah dalam al-Qur’an karya Q. A. Dahlan Saleh dan M. D. Dahlan, Tafsir Ayat Ahkam tentang beberapa Perbuatan Pidana dalam Hukum Islam karya Nasikun, dan sebagainya.
Periode Ketiga
Secara umum, memang sudah mulai didominasi pada dua periode sebelumnya, terkait fokus kajiannya mulai dari sebagian surah saja hingga keseluruhan ayat dalam al-Qur’an, bahkan dengan menerapkan metode tematik.
Model penafsiran tersebut semakin ramai digunakan pada periode ketiga, sekitar masuk dasawarsa 1990-an, dengan banyak nuansa baru yang berkemunculan. Hal ini menandakan adanya perkembangan yang pesat dalam studi al-Qur’an dan tafsir di Indonesia.
Beberapa hasil karya pada periode ini adalah Konsep Kufr dalam al-Qur’an: Suatu Kajian Teologis dengan Pendekatan Tafsir Tematik karya Hafifuddin Cawidu, dan Ensiklopedia al-Qur’an: Tafsir Sosial berdasarkan Konsep-konsep Kunci karya M. Dawam Rahardjo.
Selain itu, dengan tinjauan perspektifnya, terdapat produk tafsir lainnya yang lebih komprehensif. Seperti halnya Memahami Surah Yaasiin karya Radiks Purba, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif al-Qur’an karya Nasaruddin Umar, hingga Tafsir al-Musbah karya M. Quraish Shihab.
Kesimpulan
Dari pemaparan di atas, dapat dipahami bahwa geneologi studi pengkajian terhadap tafsir al-Qur’an di Nusantara mulai berkembang pada abad ke-16 M. Kemudian, sempat mengalami pasif kurang lebih selama 3 abad.
Kemudian pada abad ke-19 M, pengkajian al-Qur’an di Indonesia kembali hadir. Akhirnya, kajian tersebut berkembang pesat dengan segala kreatifitas penulisan sekaligus perspektif tafsir di abad ke-20 M.
Editor: Soleh