Fikih

Memaknai Mitsaqan Ghalizhan dalam Pernikahan di Tengah Pademi

3 Mins read

Perkawinan yang disebut sebagai mitsaqan ghalizhan merupakan suatu cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk beranak, berkembang biak, dan menjaga kelestarian hidupnya. Hal ini dilakukan setelah masing-masing pasangan siap melakukan peranannya yang postif dalam mewujudkan tujuan perkawinan. Dengan demikian perkawinan atau pernikahan dalam literatur fiqh berbahasa Arab disebut dua kata, yaitu nikah dan zawaj.

Kedua kata ini yang terpakai dalam kehidupan sehari-hari orang Arab yang banyak dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Hadits (Amir Syarifuddin, 2006). Hukum Islam mengatur agar perkawinan itu dilakukan dengan akad atau perikatan hukum antara pihak-pihak yang bersangkutan dengan disasikan dua orang laki-laki.

Mitsaqan Ghalizhan

Perkawinan menurut hukum Islam ialah suatu perjanjian suci yang kuat dan kokoh untuk hidup bersama secara sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan dengan tujuan mewujudkan keluarga yang kekal, santun menyantuni, kasih mengasihi, tentram, bahgia dan kekal (M. Idris Ramulio, 1985).

Sedangkan menurut Sayyid Sabiq dalam buku Fiqh Sunnah Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada semua makhluk Tuhan. Baik manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan.

Di dalam Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 juga dijelaskan mengenai pengertian perkawinan ialah : “ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Di dalam Pasal 2 Komplikasi Hukum Islam (KHI) juga memberikan pengertian perkawinan menurut hukum islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat dan kokoh atau yang disebut dengan istilah miitsaaqan ghaliizhan.

Makna mitsaan ghalidzan sendiri dalam frasa ini disebut sebanyak tiga kali didalam Al-Qur’an yaitu dalam surah An-Nisa ayat 21 dan 154 serta Al-Ahzab ayat 7. Menariknya, hanya pada An-Nisa ayat 21 Allah SWT menggunakan diiksi mitsaqaan ghalizdhan (perjanjian yang agung). Sedangkan di dua tempat yang lain istilah tersebut dijadikan sebagai kata-kata terakhir di ayat yang mengisahkan perjuangan dakwah nabi dan rasul. Hal ini terjadi di bukit Tursina untuk menerima perjanjian dalam Q.S An-Nisa: 154 dan perjanjian yang teguh Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, Isa putra Maryam dalam Q.S Al-Ahzab: 7.

Baca Juga  Bolehkah Dana Qurban Dialihkan Untuk Penanganan Covid-19?

Makna kata “mitsaq” dalam Bahasa Arab berarti janji atau piagam perjanjian sama seperti “wa’d” namun secara penekanan “mitsaq” lebih kuat ketimbang “wa’d”. Imam Jalaludin Al Mahalli dan Imam Jalaludin As-Suyuthi dalam Tafsir Jalalain menyebut “mitsaq” sebagai bentuk taukid (penekanan/penguat/penegasan) dari sebuah janji. Sedangkan kata “ghalizha” berasal dari kata “ghilzh” yang berarti kuat, berat, tegas, kokoh, teguh.

Pernikahan di Tengah Pandemi

Sebagaimana pendapat Prof. Dr. Din Syamsudin yang menggunakan istilah mitsaqan ghalizan dalam konteks kesepakatan para founding father ketika merumuskan dasar negara Indonesia mereka bersepakat siap menerima konsekuensi dari perjanjian itu yang berupa perjuangan mempertahankan keutuhan NKRI dari segala ancaman marah bahaya

Lalu bagaimana sikap seorang pasangan suami-istri ketika diuji dengan wabah virus corona yang diberikan Allah SWT saat ini? Karena wabah ini berdampak pada segala hal. Terutama dalam kasus perceraian di berbagai wilayah daerah di Indonesia.

Kasus perceraian itu bisa yang dipicu karena masa karantina yang menyebabkan peningkatan stres, kebosanan, emosi, dan ekonomi. Menyikapi kasus ini, penulis mengutip dari Ustadz Setyadi Rahman dalam Khutbahnya di Majalan Suara Muhammadiyah mengatakan pandemi mesti dianggap sebagai ujian dari Allah SWT. Hal ini sejalan dengan firmannya:

كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ ٱلْمَوْتِ ۗ وَنَبْلُوكُم بِٱلشَّرِّ وَٱلْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

Artinya : “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai ujian dan cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu di kembalikan” (Q.S Al-Anbiya : 35) 

Lebih lanjut lagi sikap terbaik menghadapi ujian berupa serangan virus corona adalah pertama, berikhtiar menghindari dengan memperhatikan hukum kausalitas Sunnatullah, misalnya mengikuti protokol kesehatan WHO. Kedua, kita bertawakkal sepenuhnya kepada Allah setelah berikhtiar. Bahkan kita yakin sepenuhnya atas usaha sungguh-sungguh pemerintah dalam mennanggulangi pademi covid-19 ini.

Baca Juga  Mitsaqan Ghalizan: Perempuan Juga Boleh Berkarir

Ketiga, jangan melupakan bahwa Allah SWT sebagai pencipta skenario virus corona kita memohon pertolongannya. Pandemi akan musnah dengan cepat jika Allah menghendakinya. Dalam hadits disebutkan “Tidaklah ada sesuatu yang lebih besar pengaruh di sisi Allah Ta’ala selain do’a” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad)

Tips Menjaga Keharmonisan

Adapun beberapa tips yang diberikan Dr Herien untuk menjaga keharmonisan perkawinan di tengah pademi Covid-19. Tips-tips tersebut antara lain dengan memantapkan komitmen, kemitraan seimbang, keterbukan dalam berkomunikasi, sering-seringlah memuji dan menenangkan pasangan. Maka dari itu kaitanya mitsaqan ghalizhan (perjanjian yang agung) di tengah pademi wabah virus corona sangat penting sekali. Hal ini karena perjanjian yang agung (suci) yang disaksikan langsung oleh Allah SWT merupakan tujuan utama dalam hidup

Jika janji sesama manusia saja diingkari lalu bagaimana janji dengan janji kepada Allah? Ingatlah bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda hal yang di bolehkan tapi sangat dibenci Allah yaitu perceraian.

Maka, sebagai seorang muslim dalam kehidupan rumah tangga untuk menciptakan keluarga yang sakinah, mawadah, dan warahmah tidak hanya berdiam saja. Melainkan dengan tekad yang kuat serta jiwa yang suci maka insya Allah keluarga kita akan terjaga dan mampu melewati dari ujian berat virus corona ini. Semoga wabah virus corona ini segera berakhir.

Editor: Nabhan

Avatar
12 posts

About author
Mahasiswa IAIN Surakarta Hukum Keluarga Islam
Articles
Related posts
Fikih

Hukum Jual Beli Sepatu dari Kulit Babi

2 Mins read
Hukum jual beli sepatu dari kulit babi menjadi perhatian penting di kalangan masyarakat, terutama umat Islam. Menurut mayoritas ulama, termasuk dalam madzhab…
Fikih

Hukum Memakai Kawat Gigi dalam Islam

3 Mins read
Memakai kawat gigi atau behel adalah proses merapikan gigi dengan bantuan kawat yang dilakukan oleh dokter gigi di klinik. Biasanya, behel digunakan…
Fikih

Hukum Musik Menurut Yusuf al-Qaradawi

4 Mins read
Beberapa bulan lalu, kita dihebohkan oleh polemik besar mengenai hukum musik dalam Islam. Berawal yang perbedaan pendapat antara dua ustadz ternama tanah…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds