Perspektif

Membangun Ekonomi Berbasis Masjid

3 Mins read

Di antara tempat yang ideal dalam mengawali pembangunan ekonomi masyarakat menuju kemaslahatan serta tidak lepas dari nilai-nilai spiritual adalah tempat Ibadah kaum muslimin, yaitu masjid.

Ukiran sejarah mencatat dan telah membuktikan bahwa masjid di zaman Rasulullah memiliki fungsi yang tidak hanya sebatas sebagai pusat ibadah saja, melainkan sebagai wadah untuk membicarakan pola strategis kehidupan umat. Masjid sebagai pusat pendidikan, pusat menyelesaikan problematika umat, pusat pemberdayaan ekonomi umat melalui Baitul Mal, bahkan urusan-urusan pemerintahan dan strategi militer pun diatur dan diperbincangkan di masjid pada masa itu. Dengannya itu berawal dari masjid, terlahirlah peradaban Islam.

Masjid memberikan efek besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan muamalah dengan bukti bahwa masjid menjadi tempat bertemunya semua kalangan umat Islam dari berpendidikan hingga awam, berpenghasilan tinggi sampai rendah, tua maupun dewasa. Ketika ibadah shalat dilaksanakan, maka berjejerlah manusia tanpa mengenal strata sosial, semuanya memiliki status yang sama yaitu seorang hamba yang menyerahkan dirinya di hadapan sang Pencipta. Sifat apatis dan egoisme perlahan-lahan terkikis dan tergantikan dengan bangunan altruistik.

Berdasarkan realita tersebut, terlihatlah dengan jelas bahwa masjid memiliki fungsi lain yaitu tempat merumuskan berbagai kebutuhan sosial, terlebih pada bidang ekonomi muamalah.

Selama ini masjid hanya dipahami sebagai tempat sujud kepada Allah Swt. Masjid hanya sebatas tempat sakral dalam melaksanakan peribadatan dengan makna sempit, sebutlah seperti shalat. Dimana, masyarakat sudah ter-mindset dengan paham dan budaya dalam penggunaan masjid. Sehingga terkadang sebagian masyarakat resah dan geram ketika masjid digunakan sebagai tempat membuka majelis-majelis Ilmu syar’i atau kegiatan-kegiatan lainnya. Olehnya itu, harapan melahirkan peradaban dari pintu masjid sulit tercapai.

Sebagai tugas utama kita dalam bentuk kontribusi bersama untuk melahirkan peradaban melalui masjid adalah sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang fungsi masjid secara komprehensif sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah Saw., di masanya.

Baca Juga  Pilpres 2024: Menjaga Marwah Muhammadiyah

Antara Masjid dan Ekonomi

Jika dihubungkan dengan ekonomi, maka masjid dan ekonomi adalah dua istilah yang samar-samar dalam kajian literasi ekonomi Islam. Sangat sedikit penggiat ekonomi Islam yang membenturkan dua aspek ini. Ekonomi sebagai instrumen yang tidak bisa lepas dari kehidupan manusia. Begitupun masjid sebagai wadah dalam membangun muamalah.

Ekonomi masjid dapat didefinisikan dengan ekonomi berbasis masjid dengan interpretasi bahwa pelaksanaan ekonomi tidak lepas dari nilai-nilai spiritual yang terbangun dari masjid. Kenapa demikian, Karena masjid adalah tempat bersujud (shalat) yang dapat mencegah dari perbuatan keji dan kemungkaran (lihat QS. 29:45)

Jika masjid betul-betul digunakan sesuai dengan fungsinya, maka seharusnya tidak ada lagi perbuatan-perbuatan curang dalam transaksi, timbangan,pencurian, tidak amanah sampai uang negara raup entah kemana.

Masjid tidak hanya digunakan sebagai wadah untuk beribadah, tapi lebih daripada itu mampu mendisiplinkan manusia dari aturan agama dan bangsa. Segala bentuk tindakan-tindakan yang merugikan diri, sesama, dan lingkungan bisa teratasi dengan mewujudkan fungsi masjid yang sebenarnya.

Saat ini, diperkirakan ada sekitar 800 ribu masjid di seluruh Indonesia, jumlah ini merupakan yang terbanyak di dunia. Wajar saja terbanyak di dunia, karena Indonesia didiami penduduk mayoritas beragama Islam.

Sebagaimana yang masyhur dikalangan masyarakat bahwa masjid memiliki dana simpanan yang difungsikan untuk berbagai keperluan masjid, baik pembangunan maupun anggaran operasional lainnya. Ada masjid yang butuh bantuan anggaran untuk melanjutkan proses pembangunan, namun ada juga masjid yang mempunyai kelebihan saldo yang entah mau dialokasikan kemana.

Nah, dari sinilah dapat ditarik poinnya bahwa masjid mampu berorientasi pada kemaslahatan bersama. Dimana simpanan (saldo kas) masjid yang berlebihan dapat dijadikan sebagai dana tabarru’ (donasi atau sumbangan). Dana tabarru’ tersebut bisa dialokasikan pada pembangunan masjid yang membutuhkan dan dapat pula diperuntukkan untuk bantuan produktif bagi jamaah masjid.

Baca Juga  Al-Ilmu itu Nuurun atau Nurun?

Masjid Menjadi Solisi

Disinilah masjid hadir sebagai solusi ekonomi umat ditengah krisis. Apatah lagi Indonesia merupakan negera dengan masjid terbanyak di dunia. Hal ini menandakan bahwa potensi masjid memiliki peluang sebagai solusi umat di tengah cambukan tekanan krisis ekonomi.  Masjid tidak akan merasakan dampak dari krisis ekonomi, namun masyarakat akan merasakan dampaknya.

Seperti, fenomena di lingkungan masyarakat yang menjadikan masjid sebagai pusat mengeluarkan sedekah dan infak, sehingga kekurangan saldo jarang didapatkan. Untuk mengurangi dampak krisis ekonomi umat, maka dana tabarru’ yang asalnya dari saldo kas masjid dapat digunakan dalam program usaha produktif. Dimana, masyarakat akan diarahkan untuk membuat inovasi usaha yang menghasilkan keuntungan.

Dengannya, tekanan ekonomi masyarakat akan mulai menurun. Dan Imbasnya tidak hanya dirasakan oleh penerima manfaat, namun masyarakat akan lebih semangat berdonasi, dan masyarakat akan mulai sadar akan kehadiran masjid. Sehingga, masjid akan dipenuhi oleh masyarakat untuk melaksanakan kewajibannya kepada Allah Swt., dan kepada sesama manusia.

Dengan demikian, kehadiran masjid adalah harapan dalam melahirkan peradaban dan kejayaan Islam.  Persatuan dan kesejahteraan umat akan mudah tercapai, ketika fungsi masjid dilaksanakan sesuai dengan contoh Rasulullah Saw. Kehadiran masjid tidak hanya sebagai tempat membangun relasi kepada sang Pencipta, tapi juga untuk menghadirkan ikatan kuat (persaudaraan) antar umat.

Editor: Dhima Wahyu Sejati

Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds