Perspektif

Memimpin adalah Mengelola Perubahan

3 Mins read

Frasa ini acap kali penulis sampaikan ketika menyampaikan sambutan atau amanat yang mengiringi upacara pelantikan pimpinan atau wakil pimpinan di lingkungan perguruan tinggi Muhammadiyah (PTM). Tentu hanya PTM, karena pelantikan pimpinan perguruan tinggi ‘Aisyiyah bukan kewenangan Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang) Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Frasa itu penulis ulangi kembali saat melantik rektor Institut Ilmu Kesehatan dan Teknologi Muhammadiyah Palembang Rabu 7 Desember kemarin. Kiriman pesan elektronik (WA) mantan pimpinan PTM ini yang berbentuk quote “Memimpin adalah mengelola perubahan” (Sayuti, 2022), menjadi energi bagi penulis untuk menuangkan nya dalam bentuk tulisan. Alhamdulillah tulisan reflektif ini selesai dalam penerbangan Palembang Yogyakarta.

Frasa itu tentu juga bukan sepenuhnya baru, karena banyak buku-buku kepemimpinan membahas pemimpin perubahan, kepemimpinan transformatif dan semacamnya. Konteks tulisan ini terkait dengan pengalaman penulis mengelola Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah yang mengurus 172 PTM, yang di dalamnya terdapat ratusan pemimpin berbagai jenis perguruan tinggi.

Pengalaman lebih dari 13 tahun berinteraksi, mengurus dan menyaksikan bagaimana ratusan perguruan tinggi bertransformasi adalah catatan yang sangat berharga.
Mengapa memimpin PTM adalah mengelola perubahan? Karena sejarah PTM itu sendiri adalah kisah perubahan tiada henti.

Penulis menyaksikan bagaimana PTM yang awalnya kecil, sakit-sakitan, dan penuh intrik. Kemudian berubah siuman, bergas waras dan sekarang maju mentereng. Penulis juga menyaksikan PTM tua, bahkan tertua, terseok-seok bagaikan tak putus dirundung malang.

Memimpin adalah mengelola perubahan karena bentuk PTM banyak sekali yang berubah. Ada yang awalnya sekolah perawat kesehatan, bertransformasi menjadi akademi keperawatan atau kebidanan, kemudian naik kelas menjadi sekolah tinggi ilmu kesehatan (STIKES).

Arah perubahan dari STIKES ada yang langsung ke universitas, namun ada pula yang memilih jalur memutar jauh melalui bentuk institut. Baru kemudian mengambil ancang-ancang menuju bentuk paling akhir dari sebuah perguruan tinggi, yaitu universitas. Sekolah tinggi bidang kependidikan, ekonomi, ilmu sosial biasanya etape transformasi nya lebih pendek. Yaitu dari sekolah tinggi langsung menuju universitas.

Baca Juga  Mengapa Muhammadiyah Tidak Poligami?

Sejarah transformasi PTM juga banyak diwarnai oleh keputusan euthanasia — alias suntik mati. Setelah mentok dan putus harapan dengan bentuk awalnya, mereka harus mengambil keputusan berat dengan menutup diri. Menghapus sejarah masa lalu yang penuh keprihatinan dan amal saleh menuju harapan baru dengan cara merger.

Menutup sejarah amal saleh yang telah puluhan tahun dirintis tapi tak kunjung maju dengan cara bergabung dengan PTM lain yang lebih sehat. Selamatlah kampus ini dengan cara secara sadar mengubur masa lalunya. Kesemua kisah perubahan bentuk PTM di atas adalah contoh bagaimana memimpin adalah mengelola perubahan.

Tanpa kemampuan survival itu tentu tidak akan muncul universitas Muhammadiyah baru yang jumlahnya puluhan dalam waktu sepuluh tahun terakhir ini. Tanpa kemampuan untuk berani berubah dan mengambil risiko perubahan maka tidak akan muncul Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur di pulau Kalimantan. Tidak akan muncul UM Sidenreng Rappang, Unimuda Sorong, UM Pringsewu, UM Kotabumi, UM Pekajangan Pekalongan dan masih banyak lagi lainnya.

Memimpin adalah mengelola perubahan. Data statistik di kantor majelis menjadi saksi bagaimana tujuh tahun terakhir ini, peningkatan nilai akreditasi, jabatan fungsional profesor, rangking PTM menanjak naik bahkan meninggalkan banyak perguruan tinggi negeri yang tidak pernah berpikir untuk mencari mahasiswa, membangun gedung dan mencari duit.

Energi apa yang memuluskan jalan perubahan itu semua? Kekuatan Muhammadiyah adalah nilai-nilai perjuangan nya. Keikhlasan. Spirit amal saleh. Serta nilai-nilai luhur dari para pejuang persyarikatan. Banyak pahlawan perubahan yang penulis contohkan di atas yang meninggalkan gelanggang tanpa pesangon atau hadiah umroh. Banyak dari mereka yang kembali menjadi dosen, pensiun atau dipensiunkan oleh malaikat tanpa upacara. Tanpa bisa mewariskan heroismenya kepada anak cucunya.

Baca Juga  Silaturahmi Menumbuhkan Sikap Welas Asih dan Persaudaraan Abadi

Bandingkan dengan organisasi lain yang badan hukum perguruan tingginya adalah yayasan keluarga.

Di Muhammadiyah tidak ada putera mahkota. Malu rasanya. Energi beramal saleh ini adalah kekuatan yang penting untuk dilestarikan dalam mengelola PTM menjadi maju mengejar ketertinggalannya dengan perguruan tinggi di luar sana yang telah menjadi pelanggan hadiah Nobel. Iya, itu masih teramat jauh.

Tapi setidaknya kita sudah di jalan perubahan. Karena memimpin adalah mengelola perubahan. Kalau tidak, kita akan ditelan dan ditertawakan oleh perubahan itu sendiri.

Memimpin adalah mengelola perubahan. Dalam catatan sejarah PTM, masa jabatan terlama adalah empat periode. Itupun hanya pada satu PTM. Semoga tidak akan diulang kembali pada sejarah masa depan PTM.

Pimpinan PTM yang memimpin selama tiga periode juga hanya beberapa. Dan itu tidak perlu dicontoh, apalagi dicita-citakan. Bahkan ada PTM yang tradisinya hanya selalu satu periode pimpinannya. Pimpinan Pusat memiliki kewenangan yang membuat pimpinan PTM tidak bisa bermimpi akan berapa lama mempertahankan posisinya.

Karena itu nasehat terbaik adalah jadikan setiap amanah sebagai masa dan kesempatan untuk menyusun puzzle dari gambaran masa depan PTM. Amanah itu adalah kesempatan untuk mengelola perubahan agar akreditasi semakin unggul, nilai AIK semakin dalam tertanam, jumlah doktor dan profesor semakin banyak, mahasiswa semakin ramai dan pintar, kesejahteraan yang semakin baik dan sinergi dengan Persyarikatan yang semakin mesra.

Ayo menjadi bagian dan pelaku perubahan agar PTM menjadi semakin berkemajuan!

Editor: Yusuf

Avatar
1 posts

About author
Sekretaris Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah
Articles
Related posts
Perspektif

Etika di Persimpangan Jalan Kemanusiaan

1 Mins read
Manusia dalam menjalankan kehidupannya mengharuskan dirinya untuk berfikir dan memutuskan sesuatu. Lalu Keputusan itulah yang nanti akan mengantarkan diri manusia ke dalam…
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds