Riset

Menafsir Angka 108 pada Milad Muhammadiyah

6 Mins read

Hari ini, Persyarikatan Muhammadiyah tepat berusia 108 tahun. Usia yang terbilang tak muda bahkan sangat senja jika diibaratkan manusia. Lahir di kampung Kauman, Yogyakarta dengan berbagai pergolakan yang mengiringi berdirinya, membawa perubahan yang tak biasa bagi masyarakat sekitarnya di masa itu. Mungkin pada zaman tersebut, tak terpikirkan Muhammadiyah bisa panjang umur dengan amal usaha yang menjamur di Bumi Pertiwi. Muhammad Darwisy, Sang Pencerah yang membawa nilai-nilai Islam bukan hanya tentang ibadah, tetapi juga muamalah yang memadukan keilmuan.

Berawal dari ilmu pengetahuan dengan didasari rasa keimanan, Kiai Hadji Ahmad Dahlan mengawali dakwahnya dengan meluruskan arah kiblat bangsa. Tentunya bukan hal yang mudah. Hingga kini di 108 tahun, Muhammadiyah bukan semakin meredup, malah memberikan semangat hidup. Penundaan Muktamar ke-48 karena masih pada suasana pandemi, serta hampir seluruh tenaga dan konsentrasi terfokus pada wabah COVID-19 yang masih melanda negeri. Mengangkat tema Meneguhkan Gerakan Keagamaan, Hadapi Pandemi dan Masalah Negeri, sebuah tajuk yang rasanya begitu berat pada kalimat akhirnya.

Menghadapi pandemi dan masalah negeri bukan hal yang mudah, butuh kebersamaan dalam mencari solusi. Persatuan untuk menjaga negeri, serta kesantunan bersikap demi memberi teladan bagi generasi. Kembali pada usia persyarikatan yang sudah lebih dari seabad, angka 108 sebenarnya bukan hanya nominal angka saja. Namun, banyak makna yang bisa diambil dari angka-angka, termasuk angka 108 pada usia Muhammadiyah kali ini.

Nilai Ketauhidan

Angka 1 dapat kita artikan dengan keesaan dan ketauhidan. Apalagi melihat kiprahnya persyarikatan selama ini. Dari awal Kiai Dahlan merintis Muhammadiyah hingga kini, semua aktivitas dalam bermuhammadiyah dilandasi atas ketauhidan dan mengharap rida Allah. Firman Allah:

قُلْ إِنَّمَآ أَنَا۠ بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَىٰٓ إِلَىَّ أَنَّمَآ إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَٰحِدٌ ۖ فَمَن كَانَ يَرْجُوا۟ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَٰلِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدًۢا

“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”. (QS. Al-Kahfi: 110).

Apa yang telah dilakukan Muhammadiyah selama ini sejalan dengan ayat di atas. Ketauhidan yang murni menjadi landasan persyarikatan dalam menebar manfaat bagi sesama. Keridaan Allah atas segala amal dan usaha menjadi tujuan utama organisasi yang kini dipimpin oleh Prof. Dr. Haedar Nashir, MSi ini. Terlebih lagi, di masa pandemi seperti sekarang. Segenap upaya telah dilakukan Muhammadiyah. Mulai dari edukasi, menggelontorkan dana, serta konsistensi dalam menghadapi wabah ditunjukan oleh Muhammadiyah.

***

Selain itu, angka 1 juga memiliki makna satu tujuan yang kuat. Yakni menjalankan agama sesuai dengan Al-Qur’an dan sunah. Hal ini senada dengan tema meneguhkan gerakan keagamaan yang diusung pada milad kali ini. Di mana, Muhammadiyah komitmen dalam membumikan Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Hingga mencapai tujuan yakni terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, menjadi muslim yang kaffah. Sebagaimana firman Allah:

Baca Juga  Pengembaraan Umat Nabi Ibrahim ke Mesir

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱدْخُلُوا۟ فِى ٱلسِّلْمِ كَآفَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا۟ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيْطَٰنِ ۚ إِنَّهُۥ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah: 208)

Di mana, Islam bukan hanya soal ibadah semata, namun juga dalam perilaku kita sehari-hari. Mengingat petuah KH. Ahmad Dahlan, “Keislaman bukan hanya Allah ada di dalam jiwamu tetapi kehidupan Islam menjadi nyata melalui perilakumu”. Maka, ketika Islam dan ketauhidan itu sudah tertanam dalam diri, akan tercermin dalam kesantunan kata dan laku, serta sikap dan ucap yang beradab. Sehingga dapat menjadi teladan berupa akhlakul karimah bagi sesame. Itulah yang menjadi satu tujuan utama Muhammadiyah yang berdasarkan ketauhidan yang murni kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Bulatnya Tekat, dan Keikhlasan

Setelah angka 1 pada usia Muhammadiyah yang ke-108 tahun, ada bilangan 0 (nol) tepat di tengah-tengah. Jika kita tarik maknanya, angka nol tersebut merupakan lambang keikhlasan Muhammadiyah dalam berkiprah. Di mana, organisasi yang lahir pada 12 Nopember 1912 ini memberikan seluruh sumbangsihnya kepada negeri, tanpa mengharap kembali (imbalan).

Dari zaman sebelum merdeka hingga kini, semua dilakukan secara ikhlas dan tulus demi memajukan Indonesia. Tidak pernah ada keinginan balasan ketika Muhammadiyah melakukan sesuatu, apapun itu, seperti rupiah ataupun tahta (jabatan). Segala yang dipunyai diberikan kepada Ibu Pertiwi, hanya rida Allah sajalah yang diharapkan dalam ber-ta’awun bagi negeri.

***

Selain keikhlasan, angka nol yang berbentuk bulat juga dapat bermakna bulatnya tekad Muhammadiyah dalam menyebarkan ajaran Islam yang selaras dengan kemajuan zaman, dengan semangat ber-ta’awun dan memajukan Indonesia. Kebulatan tekad itu tercermin dengan konsistensi mengemban dakwah Islam yang berkemajuan selama ini. Keseriusan menghadapi pandemi seperti sekarang, serta turut memberikan solusi dan aksi nyata terhadap berbagai masalah yang melanda negeri. Jika saja tidak ada kebulatan tekad, Muhammadiyah mungkin sudah lelah dalam menghadapi berbagai masalah yang ada di negeri.

Sehingga, tekad yang bulat dengan rasa ikhlas menjadi kekuatan Muhammadiyah dalam merawat negeri tercinta. Sedari dulu hingga kini, Sang Surya lelah menyinari negeri, bahkan sampai ke berbagai negara di penjuru bumi.

Langkah yang nyata serta dilandasi keimanan dan ketauhidan, membuat Muhammadiyah semakin lama semakin berkembang, semakin besar dan membesarkan, serta tanpa rasa keluh kesah juga lelah dalam memberi. Semuanya ada dalam perjuangan Muhammadiyah dalam membumikan ajaran Islam yang mampu beradaptasi diberbagai zaman. Sehingga, yang dilakukan bukan hanya untuk golongannya semata, namun juga bagi semesta.

Baca Juga  Gerhana Bulan Total, Majelis Tarjih Himbau Shalat Gerhana dengan Prokes

Kiai Dahlan pernah menyampaikan pentingnya konsistensi dan bulatnya tekad dalam berdakwah, “Orang Islam sejati adalah yang tetap berdiri pada tempat yang benar meskipun dunia dalam keadaan kacau”. Maka, keistikamahan dalam mengemban dan meneguhkan ajaran dan gerakan Islam, nantinya akan dapat menjadi solusi bagi setiap permasalahan yang ada.

Usaha dengan Gerakan Nyata

Sebagai organisasi yang sudah kaya akan pengalaman dalam menghadapi berbagai kondisi, Muhammadiyah setidaknya memiliki 8 usaha dan cara. Yakni gerakan dakwah, gerakan pembaharuan (tajdid), serta gerakan intelektualitas. Hal ini sudah dilakukan KH. Ahmad Dahlan lebih dari seratus tahun yang lalu, dan menjadi ciri khas dari Muhammadiyah.

Sebagaimana yang kita ketahui, Muhammadiyah memadukan ilmu pengetahuan sebagai gerakan intelektualitas dengan dakwah dan tajdidnya dalam beragama. Sehingga kita mengenal Muhammadiyah sebagai gerakan Islam berkemajuan, Islam yang selaras dengan perkembangan zaman.

Kemudian, usaha dan langkah selanjutnya adalah mengedepankan kesantunan, adab, atau budi pekerti. Kita tentu ingat dengan ungkapan Kiai Ahmad Dahlan, “Ketika kita menyadari bahwa Nabi Muhammad telah tiada, kita harus tetap berusaha menghidupkan teladannya.”, karena sebaik-baik akhlak ada pada diri Rasulullah. Sebagaimana firman Allah:

لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولِ ٱللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلْيَوْمَ ٱلْءَاخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرًا

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab: 21)

Nama Muhammadiyah yang dinisbahkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan berarti pengikut Nabi Muhammad SAW. Sudah tentulah selalu mencontoh Nabi dalam bersikap juga berucap, kesantunan yang dimiliki oleh Rasulullah yang harusnya kita teladani.

Meski kita hanya manusia biasa, namun setidaknya kita dapat mencontoh bagaimana Nabi ketika berkata juga berperilaku, maka kesantunan dan ketegasan lah yang akan kita dapati. Kemudian selanjutnya, membina dan memberdayakan umat atau yang biasa disebut kader melalui berbagai macam organisasi otonom di bawah naungan Muhammadiyah.

Kiranya ada 7 ortom dari Aisyiyah, Pemuda Muhammadiyah, Nasyi’atul Aisyiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Hizbul Wathan, Tapak Suci, jika ditambah Muhammadiyah maka ada 8 sebagai wadah untuk membina harkat hidup warga Persyarikatan. Sehingga para kader, warga, serta simpatisan atau bahkan masyarakat luas dapat terdidik dengan dakwah Islam yang di gerakan oleh Muhammadiyah.

***

Lalu, ada Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) yang terdiri dari lembaga pendidikan hingga sosial, semuanya ada untuk turut serta membantu bangsa dalam mewujudkan cita-cita para pendiri bangsa. Di mana, tokoh-tokoh Muhammadiyah juga ikut serta dalam mendirikan negara ini.

Kemudian usaha selanjutnya adalah memberi manfaat bagi sesama, teringat ucapan Kiai Dahlan, “Kita dapat mengukur kemiripan kita dengan Nabi dengan melihat kepekaan kita terhadap penderitaan sesama”. Maka, Muhammadiyah hadir untuk menebar manfaat. Melalui Lazismu, Muhammadiyah Disaster Managemen Center (MDMC), serta Muhammadiyah COVID-19 Command Center (MCCC) yang dibentuk Persyarikatan berupaya menghadapi pandemi COVID-19 seperti sekarang ini. Semua ini dilakukan Muhammadiyah dalam rangka membantu menghadapi persoalan negeri, sehingga Muhammadiyah tidak hanya berpangku tangan, namun ikut turun tangan demi kemaslahatan umat dan bangsa.

Baca Juga  NU dan Muhammadiyah, Penjaga Gawang Perdamaian di Indonesia

Usaha yang terakhir, Muhammadiyah turut serta dan berkomitmen dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), menjaga keutuhan dalam artian dengan ikut membangun dan membantu.

Keindonesiaan dan kebhinekaan negeri bagi Muhammadiyah sudah tidak diragukan lagi. Muhammadiyah mengakui bahwa Pancasila sebagai falsafah dalam berbangsa, bahkan tokoh-tokoh Muhammadiyah ikut serta dalam merumuskan Dasar Negara tersebut. Dalam Muktamar ke 47 tahun 2015 di Makassar, Muhammadiyah menetapkan negara Pancasila sebagai Darul ‘Ahdi wa Syahadah.

Muhammadiyah berpendapat bahwa NKRI yang berdasarkan Pancasila adalah bentuk negara yang ideal dan karenanya harus dipertahankan keutuhannya bersama seluruh elemen bangsa. Muhammadiyah juga menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat dan bangsa Indonesia yang berusaha mewujudkan Indonesia yang berkemajuan sebagaimana amanat Pembukaan UUD 1945. Maka, Keindonesiaan, kebhinekaan, Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, serta kesetiaan Muhammadiyah terhadap Pancasila sudah tidak diragukan lagi.

***

Jadi, jika kita hitung uraian di atas, kita menemukan ada delapan usaha yang bisa juga menjadi simbol dari bilangan 8 pada usia 108 tahun Muhammadiyah. Usaha-usaha tersebut yakni gerakan dakwah, gerakan tajdid, gerakan intelektualitas, mengedepankan kesantunan budi pekerti (akhlaqul karimah), bergerak melalui berbagai ortom, membangun AUM untuk membantu dan memajukan bangsa, memberikan manfaat bagi sesama, serta komitmen dalam berbangsa dalam menjaga NKRI. Dari berbagai usaha dan gerakan itulah, Muhammadiyah dapat berkembang hingga kini di usianya yang ke-108 tahun Masehi.

Oleh karena itu, 108 tahun bukan usia yang singkat bagi berlangsung dan berjalannya sebuah organisasi. Dengan bekal ketauhidan untuk satu tujuan yang luhur, lalu dibarengi keikhlasan serta tekad yang bulat, juga dengan usaha-usaha dan aksi nyata, Muhammadiyah menjadi persyarikatan yang besar meski hanya lahir dari sebuah kampung.

Dari Kauman cahaya sang surya itu bersinar terang, mencerahkan, serta memberikan pemahaman tentang Islam yang sebenarnya. Sehingga cahaya Islam itu kini mampu menyinari ke berbagai penjuru negeri, menebar manfaat tanpa pilih kasih, dan membumikan Islam yang merahmati seluruh alam.

Maka, tepatlah tema “Meneguhkan Gerakan Keagamaan, Hadapi Pandemi dan Masalah Negeri” yang sebenarnya sudah dilakukan Muhammadiyah, tetapi pastinya tema tersebut juga sebagai pendorong atau motivasi bagi kita khususnya warga Muhammadiyah, untuk lebih meningkatkan dan sebagai pemacu semangat dalam berfastabiqul khoirot, ber-amar ma’ruf nahi munkar, untuk mencapai Indonesia yang baldatun toyyibatun warobbun ghofur.

Selamat Milad 108 tahun Persyarikatan Muhammadiyah.

Editor: Yahya FR

Hendra Hari Wahyudi
97 posts

About author
Anggota Majelis Pustaka, Informasi dan Digitalisasi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur periode 2022-2027
Articles
Related posts
Riset

Di mana Terjadinya Pertempuran al-Qadisiyyah?

2 Mins read
Pada bulan November 2024, lokasi Pertempuran al-Qadisiyyah di Irak telah diidentifikasi dengan menggunakan citra satelit mata-mata era Perang Dingin. Para arkeolog baru…
Riset

Membuktikan Secara Ilmiah Keajaiban Para Sufi

2 Mins read
Kita barangkali sudah sering mendengar kalau para sufi dan bahkan Nabi-nabi terdahulu memiliki pengalaman-pengalaman yang sulit dibuktikan dengan nalar, bahkan sains pun…
Riset

Lazismu, Anak Muda, dan Gerakan Filantropi untuk Ekologi

2 Mins read
“Bapak ini kemana-mana bantu orang banyak. Tapi di kampung sendiri tidak berbuat apa-apa. Yang dipikirin malah kampung orang lain,” ujar anak dari…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds