Indonesia sebagai negara muslim digadang-gadang menjadi negara yang memiliki potensi besar dalam perkembangan pada sektor syariah. Namun kenyataan yang terjadi berbanding terbalik dengan apa yang diharapkan. Banyak diantara sektor syariah yang tidak merasakan dampak dari banyaknya jumlah muslim di negara indonesia. Lambatnya perkembangan sektor syariah menjadi salah satu bukti utama potensi tersebut merupakan fatamorgana. Salah satu aspek yang menjadi korban ialah keuangan syariah.
“Indonesia sebagai negara muslim terbesar” merupakan redaksi harapan yang belum terealisasi. Pasalnya potensi yang dimiliki Indonesia tidak tercermin dari pertumbuhan keuangan syariahnya yang begitu lambat. Hal ini merepresentasikan adanya tingkat literasi dan inklusi yang begitu rendah.
Menurut OJK per 2022 tingkat literasi keuangan syariah masyarakat Indonesia berkisar diangka 9,14% sementara inklusi hanya mencapai 12,2%. Angka ini jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan tingkat literasi dan inklusi nasional sebesar 49,67% dan 85,1%.
Akar permasalahan pada kondisi tersebut terjadi dikarenakan rendahnya antusiasme masyarakat Indonesia dalam mempelajari dan menyerap informasi. Sehingga berdampak kepada rendahnya tingkat literasi yang dimiliki. Hal ini tercatat dalam penuturan UNESCO bahwa minat membaca masyarakat Indonesia hanya 0,001 persen. Artinya diantara 1000 orang hanya 1 orang yang memiliki minat untuk membaca. Kondisi yang memprihatinkan bukan?
Pernyataan tersebut didukung dengan hasil riset bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016, yang menyatakan Indonesia menduduki peringkat 60 dari 61 negara. Kemudian pada tahun 2018 program for international student assesment (PISA) yang dirilis Organization for Economic Co-operation and Development mengungkapkan bahwa Indonesia menempati 71 dari 77 negara, atau merupakan 10 besar negara yang memiliki tingkat literasi yang rendah.
Rendahnya Literasi Keuangan Syariah
Dari pemaparan data di atas, jelas memiliki korelasi yang sangat kuat terhadap pertanyaan mengapa tingkat literasi keuangan syariah begitu rendah. Kondisi tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan literasi keuangan syariah. Rendahnya tingkat literasi masyarakat Indonesia secara umum mempengaruhi tingkat literasi keuangan syariah. Tidak mengherankan jika adanya perlambatan didalam perkembangan keuangan syariah.
Salah satu biang kerok permasalahan rendahnya literasi keuangan syariah yaitu sikap apatis dan rasa malas pada setiap individu. Banyak masyarakat muslim Indonesia yang merasa tidak ingin mempelajari keuangan syariah dikarenakan tersedianya jasa keuangan non-syariah yang dianggap sudah siap dari segala aspek untuk digunakan ketimbang keuangan syariah.
Juga kehadiran produk syariah dengan istilah Arab yang asing bagi mereka dianggap sulit untuk dipahami sehingga ini menjadi tambahan alasan mengapa mereka enggan untuk mempelajari keuangan syariah.
Rendahnya Inklusi Keuangan Syariah
Dilansir dari infobanknews.com, Setiawan Budi Utomo sebagai peneliti eksekutif senior kelompok riset dan widyaiswara OJK institute memaparkan bahwa literasi keuangan syariah masih lebih tinggi daripada inklusinya. Rata-rata literasi pada sektor jasa keuangan (SJK) tercatat sebesar 23,42% dan tingkat inklusinya hanya tercatat sebesar 2,15%. Fenomena ini membuktikan bahwa adanya kesenjangan yang cukup lebar antara literasi dan inklusi pada keuangan syariah.
Perihal penggunaan produk, hal ini juga masih menjadi masalah dalam dunia ekonomi syariah. Faktor yang melatarbelakangi rendahnya inklusi tidak berbeda jauh dari apa yang sudah disebutkan. Pengetahuan yang didapatkan tidak dibarengi dengan kesadaran untuk ikut serta meramaikan produk keuangan syariah.
Tidak sedikit program-program yang sudah dijalankan oleh pemerintah juga berbagai pembaharuan layanan oleh lembaga keuangan syariah untuk mendorong inklusi keuangan syariah. Akan tetapi, sejauh ini belum ada hasil yang memuaskan dalam menyadarkan khalayak muslim.
Langkah dan Usaha Pemerintah dalam Meningkatkan Literasi dan Inklusi
Banyak upaya yang sudah dilakukan pemerintah untuk memasifkan kesadaran masyarakat Indonesia tentang keuangan syariah. Pada Ramadhan 2024, OJK berkolaborasi dengan Bank Indonesia, Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Dewan Masjid Indonesia (DMI), para pelaku usaha syariah dan stakeholder lain dalam menjalankan program Gerak Syariah guna memperkuat literasi masyarakat luas.
Tidak hanya disitu, bahkan pada 2021 presiden RI Jokowidodo juga meresmikan brand Ekonomi Syariah sebagai upaya branding ekonomi syariah di tengah masyarakat.
Indonesia juga merupakan negara demokrasi. Hal ini bisa menjadi sebuah peluang ataupun ancaman bagi keuangan syariah. Sebagai negara demokrasi yang tampuk kekuasaan suaranya dipegang oleh rakyat serta dengan banyaknya masyarakat muslim di Indonesia seharusnya ini bisa menjadi sebuah peluang untuk melakukan ekspansi secara besar-besaran terhadap layanan keuangan syariah. Namun, hal itu akan menjadi tidak berarti jika kesadaran terhadap manfaat keuangan syariah yang dimiliki umat muslim sendiri rendah. Sehingga ini bisa menjadi ancaman bagi perkembangan keuangan syariah.
Peran Masyarakat Muslim di Indonesia dalam Memperbaiki Literasi dan Inklusi
Lantas adakah upaya atau langkah penting lain yang kurang disadari dalam meningkatkan literasi dan inklusi keuangan syariah? Untuk meramaikan program pemerintah di atas, ada langkah dasar yang harus dilakukan terlebih dahulu, yaitu meningkatkan religiusitas masyarakat muslim. Dengan bertambahnya keimanan pada setiap individu dapat membuka kesadaran tentang betapa pentingnya keuangan syariah dalam membentuk negara dengan ekonomi yang Islami. Sehingga kesulitan dalam mempelajari keuangan syariah bukan merupakan masalah yang dapat melarutkan semangat dan antusiasme masyarakat muslim.
Dalam prosesnya, anjuran serta ajakan dari para pemuka agama bisa menjadi pemantik untuk mendorong penggunaaan produk keuangan syariah. Dengan banyaknya tokoh-tokoh agama yang berpengaruh, sangat disayangkan jika tidak dapat menstimulus laju perkembangan keuangan syariah yang juga bagian dari dakwah islam melalui sektor ekonomi. Dalam rangka menarik minat masyarakat muslim terhadap keuangan syariah, hal ini masih sangat jarang dijumpai.
Strategi ini juga bertujuan untuk memanfaatkan jumlah muslim yang ada serta peluang pada sistem demokrasi yang dimiliki negara Indonesia. Bertambahnya pengguna keuangan syariah akan membuka jalan untuk mengenalkannya dengan lebih mudah kepada masayarakat yang belum mengetahui.
Hal tersebut nantinya dapat meningkatkan literasi dan inklusi pada keuangan syariah. Peningkatan permintaan pada produk keuangan syariah akan merangsang kebijakan pemerintah sehingga keuangan syariah bisa tumbuh secara optimal.
Sudah selayaknya bagi seorang muslim untuk mendukung kemajuan agamanya. Salah satunya dengan menyokong keuangan yang bergerak berlandaskan prinsip syariah. Mempelajari keuangan syariah merupakan salah satu langkah untuk mendukung masa depan Islam. Di samping itu, membatasi diri hanya dengan mengetahui dan mempelajari saja tidak cukup. Keseluruhan wawasan yang diserap harus disertai dengan aksi nyata berupa penggunaan produk keuangan syariah itu sendiri.
Editor: Soleh
masyaAllah siapa yg nulis ini? Mau mau ketemu sama dia
Masyaa Allah bang☝️
MasyaAllah berkah syekh, tutorr”
Masya Allah, tabarakallah