Dengan mempelajari sejarah pemikiran Islam pada zaman klasik bukan hanya memberikan kita pemahaman yang utuh tentang perjalanan Islam di masa lampau, melainkan ada nilai lebih yang dapat kita ambil seperti perbandingan masa-masa kejayaan peradaban Islam masa lalu beserta sisa-sisa runtuhan abad keemasan Islam yang ada pada periodesasi Islam yang kita nikmati saat ini.
Pentingnya menelusuri dan mengelaborasi pemikiran-pemikiran Islam klasik pada masa lalu punya kaitan bahkan tidak bisa lepas dari apa yang terjadi pada temporal Islam saat ini. Dari sanalah kita akan melihat kemajuan dan kemunduran peradaban Islam.
Kemajuan Peradaban Islam
Mari kembali membaca dan membayangkan model peradaban Islam yang membentang di jazirah Andalusia atau saat ini disebut sebagai negara spanyol, pada abad ke-11 M. wilayah itu merupakan salah satu mercusuar peradaban Islam yang ada di barat dengan semangat era baru yang diprakarsai oleh sosok-sosok raksasa yang memiliki latar belakang kesarjanaan Islam serta khazanah pemikiran yang rasional yang terus berkembang selama periode Islam klasik.
Kita kerap menaruh pertanyaan mengenai kegemilangan pada era tersebut, seorang sarjana budaya dan sejarah abad pertengahan yaitu Maria Rosa Menocal memberikan deskripsi tentang tatanan sosio-kultural masyarakat Andalusia saat itu. Di satu sisi, Maria melukiskan bahwa peradaban Andalusia sejahtera diatas atmosfer keberagaman serta inklusifitas yang selalu tegas. Itu menunjukkan bahwa peradaban kosmopolit yang dibangun atas dasar pluralism dan relasi sosial inklusif antara berbagai golongan agama, suku dan bangsa sangat luar biasa. Adapun yang menyejukan adalah periode tersebut masih kokoh dalam mempertahankan otoritas dan identitas Islam dan syariahnya walaupun dengan wajah yang metropolitan.
Ada juga yang penting untuk kita singgung adalah, semua keberagaman itu tidak serta merta terjaga menjadi satu kekuatan yang puspa ragam dalam mengembangkan peradaban tanpa ada keterlibatan inovasi dan disiplin ilmu pengetahuan yang kental, baik dan dianggap sakral pada masa itu.
Sejarah kesarjanaan peradaban Islam di Andalusia tidak hanya digandrungi oleh sarjana-sarjana terkemuka seperti Ibn Bajjah, Ibn Tufail, Ibn rusyd, Ibn Arabi dan tokoh terkemuka lainnya. Melainkan ada kontribusi besar yang dituangkan pula oleh para filsuf dan saintis Yahudi dan Kristen seperti Ibn Ezra, Moses Ibn Maimon dan Abu Firas al-Rumaiyat dan lain sebagainya.
Sama halnya dengan era pencerahan eropa dengan tokoh seperti Thomas Aquinas, Rene Descartes yang berperan penting dalam era pencerahan eropa yang memiliki kontribusi besar dalam pondasi sosiologi dan peradaban umat manusia di belahan dunia bagian barat.
Mundurnya Peradaban Islam: Munculnya Taqlid dan Redupnya Ijtihad
Masa keemasan peradaban Islam tidak hanya diwarnai dengan tumbuh kembangnya ilmu mantiq, filsafat dan sains. Melainkan pergumulan keilmuan yang disemangati oleh para Mutakallim yang lebih banyak menyumbang kekayaan intelektual dalam bidang tafsir dan pembaruan pemikiran Islam yang meliputi diskusi yang tebal dan serius dalam teks al-Qur’an dan Sunnah. Perbedaan pandangan dan dalil dalam menentukan hukum membuat suasana kehidupan Islam tidak terhenti pada ruang yang sepi disebabkan ada kemapanan ilmu pengetahuan yang selalu bergejolak serta terus menerus melahirkan mujtahid dan ilmuwan dengan karya yang selalu terbarukan.
Namun tradisi gemilang itu tidak bertahan lama, ditandai dengan hadirnya kegelisahan tentang masalah taqlid, lalu kemudian masalah itu pernah hinggap dalam kritik tradisi Ibnu Hazm yang diulas secara rapi oleh sahabat saya wawan Setiawan Aziz dalam bukunya yang berjudul “Ibnu Hazm, Pengantar Tentang Logika dan Sastra” yang menyoroti tradisi taqlid yang terlalu fanatik mengikuti salah satu pendapat saja tanpa dibarengi dengan pengetahuan yang luas dan tidak memiliki argumentasi yang benar.
Lebih lanjut Ibnu Hazm menimpali sangat keras terkait taqlid yang dijadikan alternatif dalam memahami mazhab-mazhab tertentu. ia dengan tegas mengatakan “tidak dibenarkan bertaqlid pada salah satu dari mereka, entahkah itu mereka masih hidup maupun sudah meninggal, setiap orang harus melatih diri dan mendasarkan kemampuannya untuk melakukan ijtihad”.
***
Betapa kerasnya Ibnu Hazm melancarkan kritik pada tradisi taqlid yang dianggap ingkar terhadap karunia potensi manusia dalam menentukan prinsip-prinsip agamanya seraya tidak bergantung pada satu pilihan pendapat pemuka agama. Bahkan disampaikan bahwa ijtihad akan lebih mampu bersesuaian dengan konteks kemajuan zaman pada masa sekarang.
Tidak hanya Ibnu Hazm yang menganggap bahwa ijtihad itu adalah bagian yang tidak bisa dihilangkan dalam tradisi Islam. Jalaluddin Rahmat juga menyampaikan bahwa ijtihad itu memiliki jangkauan yang luas serta mujtahid yang terus dituntut untuk bertanggung jawab pada peradaban Islam. Ijtihad tidak hanya seputar relasi fiqh, tetapi ia juga memiliki bidang yang luas dalam politik, akidah, tasawuf dan filsafat. Bila ditelusuri, keterbukaan itulah yang paling banyak menjadi menyumbang kemajuan keilmuan Islam di masa lampau yang kita kenang saat ini.
Di lembar dan diskusi tulisan yang terbatas ini, saya tidak bisa memuat semua pembahasan tentang masalah taqlid dan ijtihad seperti apa yang dikemukakan oleh tokoh pembaru pemikiran Islam seperti Fazlur Rahman, Nurcholis Madjid, Ibrahim Hosen dan masih banyak lagi.
Negeri Muslim yang Terpental Jauh dari Peradaban Dunia
Dominasi peradaban Islam yang menggema dalam sejarah kehidupan umat manusia menjadi kebanggaan tersendiri bila dikenang. Tidak sedikit ilmuwan-ilmuwan terkemuka bahkan pakar-pakar dari kalangan non muslim pun banyak yang terbentuk dalam cetakan dan berada di bawah naungan peradaban Islam masa lalu. Di lain suasana, saat itu Eropa sedang meraba-raba pada apa yang disebut sebagai abad kegelapan, dimana karya-karya monumental diberangus habis oleh dominasi gereja yang siap memenggal siapa saja yang bertentangan dengan anjurannya.
Bisa dipastikan bahwa dahulu banyak masyarakat Eropa yang terkesima dengan kemajuan peradaban yang dibawa oleh Islam bahkan tidak sedikit yang belajar pada kemapanan dan kemajuan ilmu pengetahuannya.
Bila ditarik pada era sekarang ini, suasana pahit itu juga dialami oleh umat Islam sebagaimana bencana abad kegelapan Eropa di masa lalu, kini giliran umat Islam yang terpental jauh dari rel peradaban dunia yang kini didominasi oleh kiprah negara-negara Barat dalam hal inovasi teknologi dengan penemuan yang selalu menggemparkan mata dunia.
Negara Iran yang getol dan anti pada dominasi Barat mesti menjadi rujukan penting bukan hanya upaya dalam merekatkan perbedaan-perbedaan yang ada dalam internal umat Islam seperti polemik berkepanjangan Syiah-Sunni yang bila ditelusuri itu menjadi arus utama kemunduran umat Islam disebabkan kesibukan beberapa kelompok untuk menguatkan posisi keagamaannya, dan sangat nyata terjadi.
Ini mengakibatkan Islam sebagai ruang hening yang hanya dipenuhi klaim-klaim kebenaran antar kelompok, sehingga agenda-agenda penting seperti memantapkan kiprah kemanusiaan berlandaskan kekayaan inovasi politik. Kemajuan keilmuan yang menjadi senjata penting dalam bertarung di dalam arus deras peradaban dunia dilupakan. Namun yang dinantikan sekarang ini, umat Islam mampu mengangkat kepala dari hening cipta yang terlalu lama, bangkit dari keterpurukan dan mengembalikan semangat mercusuar peradaban masa lalu.
Editor: Soleh