Nama lengkapnya adalah Kitab al Jami’ al Shahih al Musnad min Haditsi Rasulillah SAW wa Sunnanih wa Ayyamih. Kitab ini merupakan karya yang disusun oleh seorang ulama ahli hadits yang sangat terkenal dari tanah Bukhara, Uzbekistan. Namanya Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardzibah al Ja’fi al Bukhari, yang bergelar Amirul Mukminin Fil Hadits atau yang biasa kita kenal dengan sebutan Imam Bukhari.
Kitab Shahih Bukhari disebut sebut sebagai kitab paling shahih serta merupakan rujukan kedua setelah Al-Quran. Kitab ini telah melalui seleksi yang sangat ketat bahkan paling ketat dibandingkan beberapa kitab hadits manapun. Namun dibalik keshahihan kitab ini, terdapat suatu perjuangan panjang dari penulisnya, Imam Bukhari.
Sejarah Penyusunan Shahih Bukhari
Sejarah awal penyusunan Kitab Shahih Bukhari dimulai ketika suatu hari Imam Bukhari bermimpi. Beliau bermimpi sedang berdiri di hadapan Nabi SAW seraya melindunginya dari siksaan dan celaan. Kisah ini disampaikan oleh Imam Suyuti dalam kitab Tadrib al-Rawi. Setelah itu, Imam Bukhari bertanya kepada gurunya perihal tafsir mimpi tersebut. Kemudian guru Imam Bukhari pun menjawab “sesungguhnya, suatu saat nanti engkau akan menjadi pembela dan pemberantas kebohongan yang disangkakan kepada Nabi SAW”.
Maka dalam kesempatan lain, setelah Imam Bukhari bermimpi demikian. Imam Bukhari pun bertemu dengan gurunya lagi, seorang ahli hadits dari tanah Khurasan, Ishaq bin Rahawayh. Dalam pertemuan tersebut, Ishaq bin Rahawayh mengatakan kepada Imam Bukhari yang sekaligus menjadi muridnya “Bahwa engkau akan mengumpulkan Hadis-hadis Shahih Nabi SAW. secara ringkas dan padat”. Setelah mendengar perkataan gurunya, Ishaq bin Rahawayh. Hati Imam Bukhari pun menjadi terenyuh dan seketika beliau teringat dengan tafsir mimpi dari gurunya waktu itu.
Maka mulailah Imam Bukhari mengumpulkan Hadis-Hadis Shahih yang sudah beliau hafalkan sejak usia muda, dan mulai menyusunnya. Imam Bukhari memulai menuliskan dan menyusun kitabnya di kota Mekah, dan terkadang di kota Madinah, berdekatan dengan makam Nabi SAW.
Melewati Seleksi yang Ketat
Diceritakan, ketika Imam Bukhari menulis dan menyusun kitab Shahih Bukhari. Imam Bukhari sangat jarang sekali keluar dari masjid untuk menemui masyarakat seperti pada biasanya. Hingga akhirnya beliau menyelesaikan penyusunan kitab Shahih Bukhari tersebut.
Imam Bukhari juga mengatakan bahwa beliau tidak akan menuliskan didalam kitabnya satu Hadis pun kecuali dalam keadaan berwudhu. Lalu kemudian Imam Bukhari melaksanakan salat istikharah 2 rakaat terlebih dahulu untuk memastikan kesahihan Hadits yang ingin beliau tuliskan dalam kitabnya. Beliau lakukan baik dari segi matan maupun sanadnya.
Imam Bukhari memilih sekitar 7000 Hadits Shahih. Menurut beberapa riwayat sekitar 7275 Hadits Shahih dari total 600.000 ribu Hadits yang telah dihafalnya. Imam Bukhari juga mensyaratkan untuk dirinya sendiri agar dalam menyusun kitabnya tidak memasukkan suatu sanad kecuali perawinya adalah seorang yang Tsiqah atau Kredibel. Imam Bukhari pun tidak akan memasukkan suatu sanad kecuali beliau pernah bertemu langsung dengannya sekaligus mengetahui sendiri perihal jarh wa ta’dil dari seorang perawi tersebut.
Ketatnya syarat yang diberikan oleh Imam Bukhari tampak jelas dalam hal Ittisalus sanad (persambungan sanad), beliau mensyaratkan harus adanya liqa’ (pertemuan langsung) antara seorang perawi dengan gurunya. Imam Bukhari dalam memilih perawi hadits juga memilih perawi peringkat pertama dari sisi dhabit, itqan, dan thulul mulazamah.
Imam Bukhari mencurahkan hampir seluruh waktu di tiap harinya dalam proses menuliskan kitabnya. Tidak hanya untuk kesempurnaan kitab tersebut, melainkan juga agar dapat dipertanggungjawabkan kebenaran dan kesahihannya. Bahkan dalam suatu riwayat, Imam Bukhari harus menempuh perjalanan ratusan mil agar bisa memastikan keshahihan Hadits yang akan beliau susun dan tulis dalam kitabnya.
Kitab Paling Shahih Setelah Al-Quran
Syarat dan seleksi Imam Bukhari dalam menuliskan kitab Shahih Bukharinya, jika dibandingkan dengan syarat para penulis kitab sunan, maka sudah dipastikan syarat Imam Bukhari jauh lebih ketat. Sebab beliau hanya memasukkan hadits-hadits shahih saja sebagai inti dari kitabnya. Berbeda dengan para penulis kitab sunan, mereka memasukkan bermacam macam hadits dalam kitab-kitab sunan mereka. Dimana ada yang shahih dan ada yang hasan bahkan ada pula yang dhaif.
Hal inilah yang membuat kitab Shahih Bukhari merupakan kitab paling shahih setelah Al-Quran. Sebab kitab ini merupakan kitab hadits yang pertama kali memuat hadits-hadits shahih saja. Kemudian barulah setelah itu muncul kitab Shahih Muslim, karya salah seorang muridnya yang juga ahli dalam bidang hadits yang biasa dikenal dengan Imam Muslim. Kedua kitab ini kemudian disebut sebagai kitab yang paling shahih setelah Al-Quran.
Bahkan para guru Imam Bukhari yang tergolong ulama’ Mutasyaddid seperti Imam Ahmad bin Hambal, Abu Hatim al Razi, Qutaybah bin Sa’id, ‘Ali bin al Madini, Abu Bakar bin Abi Syaybah, Yahya bin Ma’in, dan Ishaq bin Rahawayh mengakui bahwa kitab Shahih Bukhari merupakan kitab yang dapat dipertanggungjawabkan kredibilitas dan keshahihannya serta berada di peringkat kedua sebagai kitab rujukan yang paling shahih setelah Al-Quran.
Editor: Soleh