Sebagai organisasi Islam, tentunya Muhammadiyah menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber utama rujukannya. Oleh karena itu, dakwah amar ma’ruf nahi munkar yang dijalankan Muhammadiyah, salah satunya adalah memberikan pemahaman Al-Qur’an dengan menggunakan tafsirnya.
Literatur tafsir karya Muhammadiyah amat kaya. Muhammadiyah sejak awal berdirinya, pernah menulis kitab tafsir pertamanya yang diberi nama Tafsir Al-Qoer’an, Djoez ke Satoe. Tafsir ini merupakan tafsir resmi milik Muhammadiyah yang disusun secara kolektif. Tafsir ini sekarang diarsipkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.
Sejarah Singkat Kelahiran Tafsir Muhammadiyah
Mengutip tulisan dari Muhammad Yuanda Zara, akar kelahiran tafsir Muhammadiyah disebabkan karena desakan cabang-cabang Muhammadiyah untuk menafsirkan Al-Qur’an secara utuh dan benar. Tepatnya pada tahun 1923, cabang-cabang Muhammadiyah mengadakan pertemuan rapat untuk membahas pembuatan kitab tafsir.
Salah satu hasil notulen rapat dari pimpinan cabang Muhammadiyah blora pada saat itu mengusulkan: “Hendaklah Muhammadiyah membuat tafsir Al-Qur’an atau Hadist Nabi, supaya diterangkan dulu maksud satu persatunya, sesudahnya lalu diterangkan tafsirnya.”
Awalnya, Muhammadiyah diminta untuk memeriksa tafsir Bagus Arfah dan Kiai Imam Bisri dari Surakarta. Selang dari waktu pertemuan rapat itu, kemudian terbitlah tafsir tersebut sekitar tahun 1930-an. Perkiraan ini berdasarkan ingatan kolektif dari warga Muhammadiyah.
Penulis dari Tafsir Al-Qoer’an, Djoez ke Satoe ini berasal dari mufasir yang dipilih oleh Ladjnah Tafsir dari Majelis Tarjih Muhammadiyah. Mufasir yang tergabung berasal dari latar belakang pondok pesantren di Jawa dan juga sebagian dari mereka lulusan dari Mesir dan Mekkah.
Penulis Tafsir Al-Qoer’an, Djoez ke Satoe terdiri dari 6 orang, dan semuanya mendapat gelar Kiai. Ke-6 orang tersebut adalah K.R.H Hadjid, K.H Mas Mansur, K.H Ahmad Badawi, Ki Bagus Hadikusumo, K.H Farid Ma’ruf, dan K.H Aslam Zainuddin.
Metode dan Corak Penafsiran Tafsir Al-Qoer’an Djoez ke Satoe
Metode penguraian tafsir (turuq al-tafsir) yang digunakan Tafsir Al-Qoer’an Djoez ke Satoe dapat kita ambil sebagai tafsir ijmali (global). Penafsiran yang singkat dan padat dapat dilihat pada bagian footnote dari ayat yang ditafsirkan.
Penafsiran yang singkat dan padat, kemungkinan bertujuan agar penafsiran lebih mudah dipahami. Sehingga, seorang yang awam terhadap Al-Qur’an pun dapat menangkap pesan-pesan Al-Qur’an dari penafsirannya.
Sedangkan, sumber penafsiran yang digunakan dasar riwayah dan lebih dominan ijtihad mufasir. Artinya, penggunakan akal terhadap penafsiran diutamakan agar penafsiran dapat menyentuh persoalan masyarakat.
Corak atau kecenderungan ideologi mufasir yang mempengaruhi perspektif dalam memahami Al-Qur’an dalam tafsir ini adalah corak adabi al-Ijtima’i. Corak ini menjawab problem sosial masyarakat, sehingga Al-Qur’an dapat berfungsi sebagai hidayah dan rahmat bagi manusia.
Persoalan TBC (Takhayul, Bid’ah, Khurafat), apalagi kemiskinan dan umat Islam yang jauh tertinggal menjadi respon lahirnya Tafsir Al-Qur’an, Djoez ke Satoe. Hadirnya tafsir ini berupaya menjawab persoalan-persoalan sosial keagamaan ketika itu.
Sistematika Penulisan Tafsir
Tafsir ini ditulis runtut sesuai tartib mushaf utsmani dengan bentuk penyajian sistematika tematik. Artinya, menafsirkan dengan mengelompokkan beberapa ayat dalam satu tema. Karena penafsirannya singkat, tafsir juz 1-nya ini hanya berjumlah 89 halaman.
Pada bagian sampulnya, tafsir ini bernama “Tafsir Al-Qoer’an”. Di atas namanya, terdapat penggalan ayat “Walaqad’ yassarnal qur’anaz zikra fahal mimmuddakir,” (Al-Qamar: 15) yang artinya, “Dan sesungguhnya telah kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?“
Penggalan ayat pada sampulnya mengisyaratkan kepada umat Islam untuk mengambil pelajaran di dalam Al-Qur’an. Allah memudahkan kita dalam menangkap petunjuk Al-Qur’an, bukan berati makna Al-Qur’an kita tafsirkan sekehendaknya. Namun, dengan cara penafsiran dan sesuai kaidah-kaidahnya.
Sistematika penjelasan tafsir surah dan ayatnya, disebutkan surahnya beserta jumlah ayat, dan apakah tergolong surah makkiyah atau madaniyah. Pada bagian keterangan tafsir ayatnya, akan ada footnote (catatan kaki) yang berisi maksud keterangan dari ayatnya ataupun komentar-komentar terhadap ayat.
Sedangkan gaya penulisannya, tafsir ini masih menggunakan tulisan ejaan tempo dulu. Soalnya wajar, karena tafsir ini terbit sebelum kemerdekaan. Contoh katanya seperti waktoe, namanja, koesanja, seoempama, laloe, poen, haroes, itoe, oentoek, moettaqien, roesak, soekarlah, Qoeran, soeka, ditoedjoekan dan sebagainya.
Khazanah Tafsir di Muhammadiyah
Tafsir Al-Qoer’an, Djoez ke Satoe ini merupakan salah satu khazanah tafsir di Muhammadiyah. Mungkin dari warga Muhammadiyah sendiri belum banyak mengetahui adanya tafsir klasik Muhammadiyah ini.
Walaupun sudah terlampau zaman, tafsir ini masih cukup sarat akan hikmah dan pelajaran pada saat ini. Karena bagaimanapun, tafsir ini merupakan peninggalan dari founding father Muhammadiyah. Mestinya, ajaran-ajaran murni K.H Ahmad Dahlan kepada murid-muridnya juga ikut terhimpun dalam tafsir tersebut. Oleh karena itu, tafsir karya mufasir Muhammadiyah ini perlu kita jaga dan dilestarikan.
Editor: Zahra