Jika kita mendengar kata manuskrip, kebanyakan orang menilai sesuatu yang kuno bahkan “jadul”. Namun, sebenarnya manuskrip dapat menjadi sumber sejarah yang paling otentik bahkan, banyak manuskrip yang menuangkan konten yang masih relevan hingga saat ini. Seperti manuskrip asal Cirebon ini yang menyajikan ilmu nahwu dengan sajian yang kreatif dan mudah dipahami.
Tentang Manuskrip
Sebelumnya, manuskrip ini dimiliki oleh Keraton Kanoman Cirebon, Jl. Lemahwungkuk, Cirebon. Saat ini naskah disimpan di kediaman Ratu Raja Arimbi Nutrina, BTN Jembar Agung B.36 Jl. Perjuangan Majasem Kota Cirebon. Manuskrip ini merupakan pusaka dari Keraton Kanoman.
Ukuran naskah sebesar 27×18 cm sedangkan ukuran teks adalah 14×9 cm. Naskah ini memuat 7 baris per halaman dan ketebalan halamannya yaitu 88 halaman, tidak ada halaman kosong. Teks ditulis di atas kertas daluwang dengan gaya khat naskhi menggunakan tinta hitam dan merah. Manuskrip ini sudah didigitalisasi oleh Puslitbang lektur dan Khazanah Keagamaan, Kemenag, dan dapat diakses melalui websitenya lektur.kemenag.go.id dengan kode naskah LKK_Cirebon2015_AMB01.
Dalam manuskrip ini tidak mencantumkan nama penulis dan tahun penulisan, namun jika ditinjau dari isi dan di mana naskah itu berasal, dapat diindikasikan bahwa penulis manuskrip tersebut berasal dari golongan bangsawan. Hal ini mengacu pada riwayat penyimpanan manuskrip di Keraton Kanoman, di mana kata keraton merupakan kumpulan bangunan tempat bersemayam raja dan keluarganya.
Raja sebagai kepala pemerintahan selalu tinggal di dalam keraton yang biasanya dijadikan sebagai pusat kerajaan dan segala kegiatan politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Para pejabat tinggi kerajaan dan bangsawan biasanya juga tinggal di sekitar istana. Karena hampir semua kegiatan terpusat di sekitar keraton, maka tempat kediaman raja tersebut kemudian berkembang menjadi kota (Hadimulyono dalam Tim Peneliti Jurusan Sejarah Fak. Sastra Unpad, 1991: 49). Selain itu, manuskrip tersebut menjadi pusaka yang menunjukkan betapa pentingnya manuskrip tersebut.
Metode Pengajaran Nahwu Klasik
Secara umum, manuskrip tersebut berisikan tentang ilmu tata bahasa Arab, ilmu nahwu. Penulis merujuk pada dua kitab, kitab Awamil karya Syekh Abdul Qahir Al-Jurzani dan kitab Jurumiyah dengan cara menulis ulang. Ilmu nahwu merupakan ilmu yang membahas gramatikal bahasa Arab. Sebagian berpendapat bahwa ilmu nahwu adalah ilmu yang membahas akhiran kata bahasa Arab. Perubahan gramatikal bahasa Arab itu adalah i’rab. Ragam i’rab berupa rofa’, nasab, khofad, dan jazm. Dalam manuskrip ini juga membahas tentang amil. Amil dalam bahasa Arab merupakan sesuatu yang dapat mempengaruhi perubahan i’rab.
Secara garis besar, mengungkap amil-amil yang ada pada aspek lafdziyah (tekstual) dan aspek ma’nawiyah (kontekstual). Termasuk pembahasan tata bahasa Arab lainnya yang tertuang dalam manuskrip ini adalah tentang kalam. Kalam menurut ilmu nahwu adalah lafaz yang tersusun baik dan memberikan makna yang jelas. Kalam terbagi menjadi tiga macam, yaitu isim (nomina), fi’il (verba), dan harf. Di dalamnya dibahas pula keadaan-keadaan i’rab pada isim, fi’il, dan harf.
Penulis naskah menuangkan ilmu tata bahasa Arab dengan menarik, karena memadukan dua kitab klasik, yaitu kitab Awamil dan kitab Jurumiyah sehingga dapat memberikan informasi ilmu tata bahasa Arab yang sangat lengkap dalam satu sumber. Manuskrip asal Cirebon juga tidak hanya berisi salinan kitab saja, ada aspek kreatifitas penulisnya.
Kreatifitas penulis ditunjukkan dengan sebuah tulisan yang menuangkan konsep pembahasan ilmu nahwu dari kedua kitab dengan bentuk diagram pohon. Tulisan tersebut berada di pertengahan manuskrip.
Hal ini dapat memudahkan pembaca dalam memahami ilmu nahwu. Walaupun tidak semua tulisannya dapat dibaca dengan jelas, namun ada beberapa konsep yang dapat diambil oleh pembaca, yaitu tentang isim mabni, zharaf zaman, zharaf makan, macam-macam i’rab, ciri-ciri i’rab rafa, nasab, khafad, jazm, dan konsep lainnya.
***
Cara penulisan seperti dalam manuskrip tersebut merupakan cara yang tidak biasa pada zamannya, mengingat budaya pembelajaran klasik selalu bersifat tekstual. Namun, penulis menggagas cara yang berbeda, yaitu dengan membuat intinya saja ke dalam bentuk diagram pohon. Cara ini termasuk ciri dari era modern yang simpel dan praktis. Kreatifitas penyajian manuskrip ini mampu menembus batas zamannya yang terbilang kuno.
Sisi menarik lainnya, manuskrip ini menggabungkan dua metode pembelajaran ilmu nahwu yang berbeda, metode deskriptif dan metode praktis. Kedua metode tersebut saling melengkapi, karena jika penulis hanya menuangkan ringkasannya saja tanpa ditulis isi kitab Awamil dan Jurumiyah maka akan sulit dipahami, begitupun jika hanya dituangkan tulisan salinan kedua kitab tersebut, hal itu akan membuat pembaca kurang tertarik, mengingat kedua kitab itu sudah terkenal.
Kemudian, manuskrip ini tidak melepaskan sisi spiritualnya, di mana naskah ini menuangkap doa sebagai pengantar dan penutup. Doa tersebut berisi permohonan perlindungan dari segala hal buruk, agar pengarag kitab masuk surga, dan di bagian naskah berisi doa permohonan agar dijadikan sebagai orang yang bertau bat, beramal sholih, serta suci. Biasanya hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan keberkahan dalam penulisan karya.
Editor: Dhima Wahyu Sejati