Fikih

Mengucapkan dan Menjawab Salam untuk Non-Muslim

3 Mins read

Pada Hakikatnya, Islam merupakan agama yang mencintai kedamaian. Persis seperti apa yang telah Allah sebutkan dalam QS al-Hujurat ayat 10 dan 13. Kedamaian yang ada tercipta karena sikap toleransi, baik itu kepada sesama muslim maupun non-muslim. Perbedaan suku dan bangsa yang telah diciptakan oleh Allah pun bukanlah penghalang terciptanya kedamaian. Justru sebaliknya, Allah berbuat demikian dengan tujuan agar makhluk-Nya dapat saling mengenal satu sama lain.

Bahkan dalam QS al-Baqarah ayat 256, Allah menegaskan mengenai tidak adanya paksaan untuk memasuki agama Islam. Sebagai tambahan bukti, terdapat ayat lain yang membahas toleransi, yaitu QS Yunus ayat 40-41. Dalam kedua ayat tersebut, disebutkan bahwa penghakiman mengenai masalah keimanan bukanlah tugas manusia. Terlebih lagi terdapat banyak kepercayaan di dunia ini. Maka dari itu, hanya Allah Yang Maha Mengetahuilah sebagai satu-satunya hakim.

Salam, Tebar Kedamaian dan Kasih Sayang

Salah satu cara menciptakan kedamaian adalah dengan cara toleransi. Pembahasan tentang sikap dan prilaku toleransi tentu berhubungan dengan hal ihwal mengucapkan dan menjawab salam.

Sebagaimana yang telah disebutkan di awal, hakikat agama Islam adalah mencintai perdamaian. Ajaran tentang pentingnya arti perdamaian dan kedamaian sudah tentu diajarkan di dalamnya. Hal ini dapat dibuktikan melalui konsistensi penggunaan bentuk turunan dari kata dasar salima.  Yakni, al-salam yang digunakan sebagai salah satu asma’-Nya yang berarti Yang Maha Damai, muslim yang berarti pencari jalan hidup damai, silm yang berarti perdamaian, dan islam yang berarti agama Allah yang padanya diutus para Nabi untuk menyampaikan kepada umat manusia.

Kebutuhan akan sebuah hubungan praktis yang dapat mewujudkan terciptanya perdamaian di mana pada titik tertentu semua manusia dipertemukan dalam keadaan tenang dan damai dinilai penting. Maka, ucapan salam menjadi doa agar manusia terhindar dari segala bencana dan marabahaya.

Baca Juga  Perkembangan Islam di Amerika Serikat

Selain itu, membudayakan salam kepada siapa saja sambil mengharap ridha-Nya dapat menumbuhkan perasaan saling mencintai. Bahkan dalam salah satu hadis, Nabi SAW menyebutkan bahwa mengucapkan salam baik kepada orang yang dikenal dan tidak dikenal merupakan perbuatan yang lebih baik dalam Islam.

Hal Ihwal Salam Terhadap Non-Muslim dalam Hadis

Persoalan boleh tidaknya mengucap dan menjawab salam kepada non-muslim kemudian mejadi pertanyaan. Hadis sebagai sumber ajaran kedua setelah Al-Qur’an menyajikan dalil yang berisi larangan mengucapkan dan menjawab salam orang non-muslim. Sebagai berikut bunyi hadisnya:

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id, telah menceritakan kepada kami Abd al-Aziz yakni al-Darawardiyya, dari Suhail, dari bapaknya, dari Abi Hurairah, bahwasanya rasulullah SAW bersabda: “Janganlah kalian awali mengucapkan salam kepada kepada Yahudi dan Nasrani. Apabila kalian bertemu salah seorang mereka di jalan, maka pepetlah hingga ke pinggirnya.” (HR. Muslim)

Sementara itu, hadis lainnya berbunyi:

Telah menceritakan kepada kami ‘Utsman bin Abi Syaibah, telah menceritakan kepada kami Husyaim, telah mengabarkan kepada kami ‘Ubaidillah bin Abi Bakri bin Anas, telah menceritakan kepada kami Anas bin Malik ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Jika seorang ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) memberi salam pada kalian, maka balaslah dengan ucapan wa’alaikum.” (HR. al-Bukhari)

Secara harfiah, melalui hadis riwayat Muslim dan al-Bukhari yang sudah disebutkan sebelumnya, dapat dipahami adanya larangan mengucap dan menjawab salam orang non-muslim. Akan tetapi, dalam memahami kandungan hadis di atas tak cukup memaknainya secara harfiah karena hal tersebut bertentangan dengan sikap dasar agama Islam yang digambarkan dalam Al-Qur’an.

Pendapat Para Ulama’ tentang Mengucapkan dan Menjawab Salam untuk Non-Muslim

Sayyid Qutb merupakan salah seorang ulama yang secara tegas melarang mengucapkan dan menjawab salam orang non-muslim. Sudah tentu beliau memiliki alasan dibalik pendapatnya tersebut. Menurutnya, salam merupakan sebuah bentuk penghormatan seorang muslim kepada muslim lainnya. Selain itu, budaya mengucapkan dan menjawab salam merupakan sebuah ciri khas budaya Islam pun menjadi pembeda terhadap budaya non-muslim.

Baca Juga  Fahruddin Faiz: Tiga Tingkatan Toleransi Manusia

Begitu pula pendapat yang dimiliki oleh Ibnu Katsir. Beliau tidak membolehkan seorang muslim untuk mengucapkan dan menjawab salam orang non-muslim. Akan tetapi, jika seorang non-muslim mengucapkan salam terlebih dahulu, jawablah dengan kalimat yang sepadan. Tidak boleh dijawab dengan jawaban yang lebih dari ucapan mereka. Maka, sesuai dengan hadis riwayat al-Bukhari jawablah dengan wa’alaikum.

Namun, berbeda dengan kedua ulama’ sebelumnya. Syaikh Mansur Ali Nasif, seorang ulama’ kontekstualis berpendapat bahwa seorang muslim dianjurkan menjawab salam seorang non-muslim. Terlebih jika kalimat salam yang digunakan tidak mengandung unsur penghinaan. Maka, jawaban yang digunakan adalah sebagaimana jawaban salam bagi sesama umat muslim. Pendapatnya ini berdasar pada QS al-Nisa ayat 86 yang mengandung penjelasan kewajiban tahiyyah. Sebab, kewajiban tahiyyah dalam ayat tersebut tidak memandang status apakah seseorang tersebut termasuk seorang muslim atau non-muslim.

Avatar
16 posts

About author
Sekretaris Bidang Pers dan Jurnalistik Badan Eksekutif Siswa Madrasah Aliyah Al-Ishlah (BESMA), 2019/2020; Santri Pondok Pesantren Al-Ishlah Sendangagung Paciran Lamongan Jawa Timur
Articles
Related posts
Fikih

Hukum Jual Beli Sepatu dari Kulit Babi

2 Mins read
Hukum jual beli sepatu dari kulit babi menjadi perhatian penting di kalangan masyarakat, terutama umat Islam. Menurut mayoritas ulama, termasuk dalam madzhab…
Fikih

Hukum Memakai Kawat Gigi dalam Islam

3 Mins read
Memakai kawat gigi atau behel adalah proses merapikan gigi dengan bantuan kawat yang dilakukan oleh dokter gigi di klinik. Biasanya, behel digunakan…
Fikih

Hukum Musik Menurut Yusuf al-Qaradawi

4 Mins read
Beberapa bulan lalu, kita dihebohkan oleh polemik besar mengenai hukum musik dalam Islam. Berawal yang perbedaan pendapat antara dua ustadz ternama tanah…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds