Jika tidak ada hambatan signifikan, sejumlah figur Muhammadiyah akan turut dilantik sebagai Menteri dan Wakil Menteri dalam jajaran kabinet Presiden terpilih Prabowo Subianto. Di antara para figur tersebut, terdapat tiga tokoh Muhammadiyah yang selama ini fokus pada wacana dan isu pendidikan.
Mereka adalah Abdul Mu’ti, Fauzan dan Fajar Riza Ul Haq. Kehadiran para tokoh pendidikan Muhammadiyah dalam kabinet dipandang akan menjadi batu tapal pengembangan pendidikan nasional di masa mendatang.
Di tengah arus globalisasi yang semakin massif, transformasi pendidikan adalah keniscayaan untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Giat membangun pendidikan itu telah sekian lama digeluti oleh Persyarikatan Muhammadiyah.
Organisasi ini telah malang melintang untuk membangun kualitas pendidikan dan pengajaran di Indonesia senafas dengan kehendaknya untuk membangun moralitas dan etika berbangsa.
Tantangan Pendidikan Nasional
Sejak era pra-kemerdekaan hingga saat ini, ijtihad membangun pendidikan nasional sesungguhnya telah banyak diupayakan. Kendati demikian, masih terdapat puspa ragam tantangan yang perlu dituntaskan guna menunjang akselerasi pendidikan nasional.
Sejumlah tantangan-tantangan strategis tersebut di antaranya adalah: pertama, Indonesia tengah berhadapan dengan tantangan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).
Belakangan, tantangan tersebut kian berkembang dengan kehadiran Artificial Intelligence (AI) yang telah mendisrupsi segala sendi-sendi dalam aktivitas pendidikan. Menghadapi gelombang teknologi yang massif itu, pendidikan harus mampu meletakkan posisinya dengan baik agar tidak ditelan zaman.
Dalam kerangka kehidupan kewargaan di Indonesia, semeriak kehadiran teknologi itu tampak masih berbenturan dengan keterbatasan SDM yang menguasai teknologi. Peran para guru/dosen di sekolah dan universitas pelan-pelan tereduksi oleh kehadiran AI yang.
Di sisi yang lain, usaha mengadopsi teknologi digital ke dalam lembaga pendidikan masih berhadapan dengan masalah kurang meratanya akses dan infrastruktur digital di seluruh wilayah di Indonesia.
Kedua, lembaga pendidikan nasional masih bertemu dengan masalah dan tantangan kurikulum yang tampak tidak relevan dengan kondisi zaman. Teknologi telah mengubah cara belajar para siswa, sehingga kurikulum dan metode pembelajaran perlu direformasi.
Masalahnya adalah banyak sekolah/universitas yang masih menggunakan teknik pengajaran yang konvensional. Mereka ini masih mempertahankan cara-cara lama yang tak lagi relevan dengan zaman.
***
Ketiga, dunia pendidikan saat ini bertemu dengan tantangan kesejahteraan guru. Lingkar masalah ini berulang setiap tahun. Profesi guru/dosen yang dianggap demikian mulia pada kenyataannya masih terjebak dalam urusan ekonomi.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bahkan pada tahun ini menandaskan bahwa prosesi yang paling rentan terjerat pinjaman online (pinjol) illegal adalah profesi guru. Kondisi ini sungguh memprihatinkan bagi sebuah bangsa yang berambisi menjadi negara maju pada tahun 2045.
Keempat, masalah kekerasan dalam dunia pendidikan. Tindak kekerasan dalam satuan pendidikan belakangan menjadi isu kritis. Pada kondisi paling ekstrem bahkan menelan korban jiwa.
Di sepanjang tahun 2023, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPI) menerima laporan pengaduan sebanyak 3.877 kasus, di antaranya ada 329 kasus kekerasan yang terjadi dalam satuan pendidikan.
Rentetan kasus kekerasan dalam satuan pendidikan itu adalah ironi yang serba paradoks. Dunia pendidikan yang seharusnya menjadi ruang yang aman untuk belajar nilai-nilai kemanusiaan, etika, dan ilmu pengetahuan belakangan justru menjadi arena kekerasan berlangsung.
Menimbang Kiprah Tiga Tokoh Pendidikan Muhammadiyah
Keberadaan tiga tokoh Muhammadiyah dalam jajaran kabinet mendatang adalah angin segar bagi agenda pembangunan pendidikan nasional di Indonesia, utamanya guna menyelesaikan tantangan-tantangan kritis dalam dunia pendidikan.
Ketiga figur tersebut dalam sederhana penulis adalah sosok yang layak untuk menahkodai cita pembangunan nasional. Kelayakan dan kepantasan itu tercermin dalam kompetensi dan pengalaman yang mereka miliki; memiliki visi dan misi yang jelas, integritas, dan etika yang selalu terjaga.
Lebih dari itu, ketiganya memiliki kompetensi kepemimpinan yang cukup dibutuhkan untuk mengelola segala institusi pendidikan di Indonesia. Mereka adalah figur yang ditempa dan diasah oleh Muhammadiyah di sepanjang jalan hidupnya.
Publik berharap bahwa kehadiran para begawan pendidikan Muhammadiyah di pusat pengambilan kebijakan nasional bisa menjadi langkah awal pembangunan pendidikan nasional. Sebab seperti jamak dipahami, keberhasilan pendidikan di negeri ini erat pertautannya dengan kesanggupan untuk mengelola pendidikan. Sejalan dengan perintah konstitusi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum.
Editor: Soleh