Teguhkan sikap hidup kita
Amar ma’ruf nahi munkar
Rela berkorban jiwa raga
Wujudkan masyarakat utama
Penggalan lirik Mars Pemuda Muhammadiyah di atas memantulkan kepribadian kader Pemuda Muhammadiyah sejati. Seperti nyanyian mars pada umumnya, ia membakar semangat, menyulut gelora.
Bagi yang hafal, bak grup vokal Il Divo, biasa menyanyikannya dengan lantang dan percaya diri. Sedangkan bagi yang tak hafal, berusaha mengikuti, kadang melakukan lipsync, kadang mengeraskan suara pada rima akhir saja. Apa mau dikata, mau Googling, mungkin malu; takut dibilang bukan kader otentik, apalagi penyusup.
Dihafal atau tidak, mars itu tetap tidak kehilangan pesannya yang luhur. Kader Pemuda Muhammadiyah selalu berikrar meneguhkan diri ber-amar ma’ruf nahi munkar, dan berkorban dengan jiwa dan raga mewujudkan masyarakat utama (baca: masyarakat Islam yang sebenar-benarnya).
Sebagai pelopor, pelangsung, dan penyempurna cita-cita Muhammadiyah, praktis tujuan dan idealisasi Pemuda Muhammadiyah persis dengan induknya; Muhammadiyah. Mungkin satu yang membedakan, cara mencapainya harus khas pemuda.
Bertarikh 2 Mei 2020 lalu, Pemuda Muhammadiyah genap berusia 88 tahun, dengan mengusung tema “Meneguhkan Solidaritas, Menebar Kebaikan, Mencerahkan Semesta.”
Ragam Episode Perjalanan
Ada tiga parameter untuk menguji kemantapan suatu organisasi: (i) its age; (ii) the depersonalization of the organization; dan (iii) organizational differentiation (Meny dan Knapp: 1998).
Pendirian Siswo Proyo Priyo, Padvinder Muhammadiyah – Hizbul Wathan (HW), hatta terbentuknya Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), adalah di antara sketsa-sketsa yang menghiasi linimasa tumbuh-kembang Pemuda Muhammadiyah hingga membentuk karakternya kini.
Berbagai dinamika tentu saja turut menyertai. Misalnya, saya teringat amanat Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah (PPPM) Dzulfikar A. Tawalla pada Pelantikan Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah (PWPM) Jawa Barat di Bandung (7/3/2020). Menurutnya, selain istilah WIL (Wanita Idaman Lain) atau PIL (Pria Idaman Lain), ternyata ada juga KIL (Kandidat Idaman Lain).
Fikar, sapaan akrabnya, dengan nada guyon dan santuy, menyebut KIL dalam konteks menyinggung perilaku sebagian kader yang berfriksi mendukung jagoannya pada sebuah forum suksesi kepemimpinan organisasi.
Fenomena KIL ini sesungguhnya adalah sesuatu yang lumrah dalam bahtera kepemimpinan sebuah organisasi. Justru adanya KIL membuktikan bahwa proses perkaderan berjalan on track. Banyak pilihan kandidat pemimpin, bukan 4L (lo lagi, lo lagi).
Hanya saja, munculnya KIL pada hajatan suksesi seperti Muktamar, Musyawarah Wilayah, dan seterusnya, rentan menciptakan kubu-kubuan yang tak berkesudahan.
Jika tradisi tersebut terus membiasa dan tidak ‘dikondisikan’, Pemuda Muhammadiyah dikhawatirkan akan terjebak dalam kubangan personalisasi organisasi. Organisasi yang seharusnya semakin kokoh melembaga (institutionalized), menjadi oleng karena mengandalkan ketokohan satu-dua orang.
Di sisi lain, posisi Ketua Umum (Ketum) PPPM hampir tidak pernah diisi oleh satu orang selama dua periode. Satu-satunya yang pernah menjabat Ketum PPPM dua periode adalah mendiang Sutrisno Muchdam –Allah yarhamuhu.
Ini pertanda Pemuda Muhammadiyah tidak pernah kekurangan kader. Selalu muncul figur-figur baru. Ditambah tiadanya Pemuda Muhammadiyah Tandingan ataupun Perjuangan. Taat asas. Jika ini menjadi ukuran, Pemuda Muhammadiyah telah sukses depersonalized.
Selain itu, diferensiasi juga menjadi tinjauan penting bagi kematangan sebuah organisasi. Profiling yang khas dan identitas yang menguat, adalah nilai tambah (added value) bagi Pemuda Muhammadiyah untuk terus berkiprah di gelanggang pergerakan kepemudaan.
Bicara branding, kurang afdal rasanya jika tidak membahas satu bidang kerja Pemuda Muhammadiyah yang sedang naik daun: KOKAM dan SAR, atau biasa hanya disebut KOKAM.
Walaupun KOKAM bukan anak kemarin sore (didirikan tahun 1965), nama KOKAM baru mencuat di dua periode kepemimpinan PPPM belakangan. Diawali oleh Dahnil Anzar Simanjuntak (Setiawan: 2018), dan diteruskan Cak Nanto, Ketum saat ini.
Kini, nama KOKAM kian harum. Dalam pelbagai kesempatan, dari pengamanan acara dan pengajian, hingga respon kemanusiaan dan kebencanaan selalu ada personel KOKAM. Termasuk partisipasi aktif KOKAM dalam penanganan pandemi COVID-19 saat ini. Sampai-sampai Komandan KOKAM Nasional, Zainuddin, memandang perlu untuk menyampaikan apresiasinya kepada seluruh anggota KOKAM di tanah air melalui videonya yang menyentuh itu.
Optimalisasi Pembinaan Kader
Pemuda Muhammadiyah tak hanya KOKAM, masih banyak bidang-bidang kerja dan ladang amal lain yang perlu terus digarap dan dikembangkan. Program advokasi anti-korupsi, misalnya, nyaris tak terdengar.
Untuk bidang Dakwah dan Pengkajian Agama, hilal Pemuda Muhammadiyah di arena kajian-kajian keislaman baik secara daring maupun luring masih tampak malu-malu. Bidang ini sangat vital mengingat ada beberapa versi pandangan keagamaan lain yang bertengger di tubuh Muhammadiyah termasuk Pemudanya. Karenanya, bidang ini sangat berperan dalam membumikan perspektif ketarjihan ala Muhammadiyah, baik di internal civitas Pemuda Muhammadiyah, maupun eksternal.
Sementara kerja-kerja perkaderan dalam tipologinya yang tiga (persyarikatan, umat, bangsa) perlu diagendakan lebih strategik dan sistemik. Distribusi calon kader bangsa pada pos-pos penyelenggara Pemilu di daerah-daerah, misalnya, agar lebih dipersiapkan secara matang.
Lagi pula, kader bangsa tidak melulu dikaitkan dengan penyelenggara Pemilu, ataupun legislator. Menjadi profesional pada lembaga-lembaga internasional seperti PBB, misalnya, juga mencerminkan peran kader bangsa.
Itulah manifesto lain dari “mencerahkan semesta”. Ini juga senafas dengan GBHG yang menyebut visi Pemuda Muhammadiyah tidak hanya menasional, tapi juga harus menjagat. Berdiaspora.
Hal yang sama pada pengembangan kader persyarikatan. Diseminasi dokumen-dokumen ideologi Muhammadiyah; AD-ART, MKCHM, PHIWM, Kepribadian Muhammadiyah, dan sebagainya, mesti mendapat porsi yang cukup.
Para kader agar didorong lebih proaktif memperkuat literasinya pada pernyataan-pernyataan resmi Muhammadiyah tersebut. Mengandalkan forum-forum perkaderan formal tak akan memadai.
Begitu juga dengan potensi kader umat. Diyah Puspitarini menyebutnya ‘jalan sunyi’. Trilogi perkaderan pada akhirnya perlu digarap secara paralel dan seimbang.
Aktivitas intelektual pula senantiasa digelorakan, sebagaimana ditegaskan Ketua PWPM Jawa Barat Reza Arfah. Bagi Reza, ketika Pemuda Muhammadiyah sering diidentikkan dengan aktifitas politik kebangsaan, kerja-kerja intelektual tidak boleh dikesampingkan. Intelektualitas, adalah fondasi penting gerakan.
Singkatnya, seorang Pemuda ‘Muhammadiy’ (isim mansub dari Muhammadiyah sebagaimana dipopulerkan oleh Pak A.R. –Allah yarhamuhu– dalam Soal Jawab yang Ringan-Ringan) adalah bagian sentuhan akhir untuk mencetak kader yang paripurna. Bukan karena ia lulusan Baitul Arqam Paripurna, tapi padanya dihadapkan pada ekspektasi besar. Ia berada pada stasiun akhir dari jenjang perkaderan Muhammadiyah. Padanya, puncak kecakapan integritas, kompetensi, dan komunikasi diharap dapat diraih.
Menjadi Pemuda Muhammadiy, meminjam ekspresi Ahmad Wahib, ialah me-Pemuda Muhammadiy. Ia selalu berproses tanpa henti (becoming) menuju kader terbaik. Pada gilirannya, seorang Pemuda Muhammadiy selalu hadir dan siap mengalirkan etos-etos solidaritas, kebaikan, dan pencerahan.
Akhirulkalam, biarlah bait-bait terakhir Mars Pemuda Muhammadiyah berikut menjadi tafakur.
Slalu siap sedia slalu bergembira
Masa depan hidup kita
Berlomba-lomba dalam kebaikan
Indonesia kita jaya
Selamat ber-milad, Pemuda Muhammadiyah!
Fastabiqul Khairat.