Pemilihan umum adalah pilar utama dalam setiap negara demokratis, termasuk di Indonesia. Proses ini tidak hanya sekadar menentukan pemerintahan baru, tetapi juga menandai arah masa depan suatu bangsa. Namun, di era digital saat ini, kemajuan teknologi membawa tantangan baru terhadap hak-hak digital masyarakat. Data dari Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) menunjukkan bahwa tahun 2023 menjadi saksi meningkatnya pelanggaran hak-hak digital, terutama terkait dengan Pemilu 2024.
Berbagai aspek seperti akses internet, kebebasan berekspresi, dan keamanan digital menjadi sorotan utama dalam menjaga integritas dan kelangsungan proses demokrasi. Ruang digital, yang kini menjadi poros utama arus informasi, juga kerap menjadi tempat bagi narasi negatif dan ujaran kebencian. Kondisi ini menjadi semakin mengkhawatirkan mengingat mendekati Pemilu 2024, dimana tim sukses kandidat pasangan calon banyak yang memanfaatkannya untuk memengaruhi opini publik.
Memang, dalam proses politik, memframing pasangan calon yang didukung adalah hal yang wajar. Namun, masalah timbul saat ujaran kebencian dipraktikkan sebagai strategi politik. Fenomena ini dapat memicu hilangnya nalar kritis individu, membuatnya menerima segala informasi tanpa dipertanyakan, dan bahkan menjustifikasi tindakan-tindakan yang tidak etis atau bahkan ilegal.
Menghadapi tantangan ini, langkah-langkah konkret perlu segera diambil oleh semua pihak terkait, terutama pemerintah dan lembaga penegak hukum. Pertama-tama, diperlukan peningkatan kesadaran akan pentingnya mengonsumsi informasi secara kritis di ruang digital.
Selain itu, penegakan hukum terhadap ujaran kebencian dan penyebaran informasi palsu juga harus diperkuat. Hukuman yang tegas dan adil perlu diberlakukan kepada pelaku-pelaku yang menyebarkan konten yang merugikan dan merusak keharmonisan sosial.
Pemilu 2024 adalah momen penting bagi demokrasi Indonesia. Namun, keberhasilannya tidak hanya diukur dari prosesnya yang adil dan transparan, tetapi juga dari bagaimana hak-hak digital masyarakat dijaga dan dilindungi selama proses tersebut berlangsung.
Akses Internet yang Tidak Merata
Salah satu aspek penting dalam menjaga integritas Pemilu adalah ketersediaan dan keterjangkauan akses internet yang merata. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak wilayah di Indonesia yang belum mendapatkan akses internet yang memadai.
Pelanggaran hak terjadi karena ketidakmerataan ini, yang mengakibatkan sebagian masyarakat sulit mendapatkan informasi terkait Pemilu dan penggunaan teknologi Pemilu yang efektif.
SAFEnet juga menyebutkan bahwa selama tahun 2023, gangguan akses internet menjadi perhatian utama dengan tercatatnya setidaknya 63 gangguan.
Gangguan tersebut terbagi menjadi 49 gangguan pada aspek infrastruktur, 7 gangguan pada aspek layanan, dan 7 gangguan pada aspek kebijakan. Ketidakstabilan akses internet yang berlarut-larut menambah kesulitan bagi masyarakat untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan.
Kebebasan Berekspresi dalam Bahaya
Tidak hanya akses internet, kebebasan berekspresi juga mengalami tantangan serius menjelang Pemilu 2024. Tren peningkatan pelaporan ke kepolisian dengan motif politik menjadi indikator nyata akan hal ini.
Data dari Komnas HAM, kriminalisasi terhadap ekspresi di ranah digital meningkat secara signifikan, dengan jumlah pelaporan pada tahun 2023 meningkat sebanyak 15,9 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Dalam konteks ini, kebebasan berekspresi menjadi hak yang rentan terancam. Masyarakat perlu waspada terhadap upaya-upaya yang membatasi ruang untuk menyuarakan pendapat dan berpartisipasi dalam proses demokrasi.
Penegakan hukum yang adil dan melindungi hak-hak dasar masyarakat sangatlah penting untuk menjaga integritas Pemilu.
Bahkan yang terbaru adalah ancaman dan intimidasi terhadap para guru besar yang menyuarakan tentang kedaruratan demokrasi dan Pemilu 2024.
Ancaman Keamanan Digital
Selain itu, ancaman terhadap keamanan digital juga semakin mengkhawatirkan. Serangan digital, baik secara teknis maupun psikologis, menjadi masalah serius yang dapat mengganggu integritas Pemilu.
Serangan yang secara spesifik menyasar akun-akun peserta Pemilu 2024 atau yang membahas politik telah menjadi kejadian umum. Data dari SAFEnet menunjukkan bahwa insiden dan serangan digital pada tahun 2023 meningkat signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Salah satu contoh nyata adalah kasus penyebaran konten pribadi yang mengakibatkan kejatuhan politisi dari Nusa Tenggara Timur sebagai caleg.
Video intim yang tersebar di media sosial menjadi senjata untuk menghancurkan reputasi politisi tersebut. Kasus semacam ini menjadi peringatan bahwa keamanan digital perlu diperkuat demi melindungi integritas Pemilu dan hak-hak individu.
Tantangan Perlindungan Gender dalam Pemilu
Tidak hanya ancaman terhadap hak-hak digital secara umum, Pemilu 2024 juga menghadapi tantangan khusus terkait perlindungan gender.
Kasus-kasus Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) semakin meningkat, dengan politisi perempuan menjadi sasaran utama. Serangan melalui media sosial yang mengeksploitasi gender caleg perempuan merupakan contoh nyata dari ancaman ini.
SAFEnet juga menyebutkan ada peningkatan jumlah aduan KBGO selama tahun 2023. Hal ini menjadi alarm bahwa Pemilu tidak hanya menghadapi tantangan politik, tetapi juga tantangan sosial yang perlu diatasi.
Perlindungan terhadap perempuan dalam proses politik menjadi hal yang mendesak untuk diprioritaskan.
Solusi dan Langkah-langkah Kebijakan
Dalam menghadapi berbagai tantangan tersebut, langkah-langkah konkret perlu diambil oleh pemerintah, lembaga terkait, dan masyarakat secara bersama-sama. Pertama, peningkatan akses internet yang merata harus menjadi prioritas utama. Investasi dalam infrastruktur digital dan kebijakan yang mendukung inklusivitas akses internet perlu diperkuat.
Kedua, perlindungan terhadap kebebasan berekspresi dan keamanan digital harus diperkuat. Penegakan hukum yang adil dan efektif terhadap pelanggaran hak-hak digital menjadi kunci dalam menjaga integritas demokrasi. Selain itu, penguatan literasi digital di kalangan masyarakat juga sangat penting untuk melindungi diri dari ancaman online.
Ketiga, perlindungan terhadap gender dalam konteks politik perlu diperkuat. Pemberdayaan perempuan dalam politik dan penegakan hukum yang tegas terhadap KBGO menjadi langkah penting untuk menciptakan lingkungan politik yang inklusif dan adil bagi semua.
Dalam menghadapi Pemilu 2024, memastikan integritas proses demokrasi dan perlindungan hak-hak digital menjadi tanggung jawab bersama. Hanya dengan kerjasama yang kuat antara pemerintah, lembaga terkait, dan masyarakat, kita dapat memastikan bahwa Pemilu berlangsung secara adil, transparan, dan inklusif bagi semua warga negara.
Editor: Soleh