Oleh : Abdul Rasyid*
Hingar bingar pemilihan presiden (pilpres) rasanya enggan untuk disudahi begitu saja. Dari sebelum pencalonan pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden hingga pasca presiden dualisme antar kedua pendukung paslon semakin riuh. Rasanya rakyat Indonesia benar-benar terpecah menjadi dua kubu. Bahkan kehadiran kubu netral terkadang menjadi posisi yang malah tidak diuntungkan, karena posisinya menjadi serba salah. Maju kena mundur juga kena. Mengkritisi 01 dituduh pendukung 02, sedangkan mengkritisi 02 dibilang pendukung 01.
Ajang pesta demokrasi kali ini cukup menggemparkan seluruh elemen warga negara, tak terkecuali warga dari berbagai belahan negara luar sana yang turut mengamati jalannya pesta demokrasi di Indonesia. Memang sangat menarik, dimana yang bertarung dalam kompetisi demokrasi kali ini adalah sosok terbaik anak bangsa yang pernah berkompetisi di pemilihan presiden 2014 silam.
Kondisi 5 tahun silam tentu sangat berbeda dengan kondisi hari ini. Berbagai polemik SARA yang mencuat di Indonesia di tahun-tahun lalu, berakibat pada riuhnya jalannya pesta demokrasi di tahun 2019 ini. Pesta demokrasi kali ini bisa dibilang sebagai pesta demokrasi yang kental dengan nuansa SARA, khususnya agama. Agama menjadi isu yang sangat sensitif di masyarakat Indonesia yang mayoritas penduduknya Islam ini.
Dengan penduduk mayoritas Islam, bisa kita tarik kesimpulan bahwa pilpres kali ini adalah hajatan besar umat Islam Indonesia dalam menentukan pemimpinnya. Hal yang paling mendasar yang perlu umat ketahui adalah kedua paslon tersebut adalah sama-sama Islam. Maka sepatutnya narasi-narasi tentang agama tidak perlu muncul dalam perhelatan pilpres ini. Tidak perlu ada kata paslon 01 atau 02 paling Islami, sama sekali tidak perlu. Sebab keduanya kita ketahui bersama bahwa kedua paslon adalah sosok anak bangsa yang taat beragama.
Apapun hasilnya harusnya umat Islam tetaplah menang. Namun seolah-olah umat Islam sedang berhadapan dengan mereka yang bukan Islam. Sudah jelas-jelas keberpihakan kedua paslon terhadap Islam. Namun kenapa umat Islam rela dipecah belah hubungan persaudarannya hanya karena ajang 5 tahunan ini?
Apakah dengan terjadinya polarisasi umat Islam di Indonesia bagian dari rencana mereka yang tidak suka dengan bersatunya umat Islam di Indonesia? Boleh jadi seperti itu. Oleh karena itu kita sebagai bagian dari umat Islam perlu menyadari itu, jangan mau kita dipecah belah oleh mereka yang tidak menyukai Islam.
Pilpres Usai
Pengumuman sekaligus penetapan hasil rekapitulasi pemilu yang sebelumnya telah dijadwalkan pada tanggal 22 Mei 2019 ternyata dimajukan pada tanggal 21 Mei 2019 tepat pada pukul 01.46 WIB dengan alasan pada hari dan waktu itu semua data 34 provinsi sudah masuk. Namun penetapan hasil rekapituliasi ini menuai kontra di kalangan pendukung 02. Bahkan sebelumnya sempat ada informasi dari KPU bahwa pengumuman akan diundur paling lambat tanggal 25 Mei 2019. Menurut Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi hal ini tidak sesuai, apalagi diumumkan secara senyap-senyap ketika rakyat sedang beristirahat. Belum lagi setumpuk indikasi kecurangan yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang belum ditindaklanjuti oleh Bawaslu. Berbagai indikasi kecurangan yang dilakukan sebelum dan sesudah pencoblosan inilah yang membuat geram kubu 02.
Padahal dengan diumumkannya hasil pilpres di bulan Ramadan ini diharapkan masing-masing kubu bisa menerima hasil pilpres dengan ikhlas dan lapang dada. Namun dugaan kecurangan yang TSM yang dirasa tidak diproses dengan tegas, seolah-olah membuat hasil pilpres kali ini cacat dan diliputi dengan kecurangan.
Puncaknya pada aksi demo penolakan hasil KPU Pemilu 2019 di depan kantor Bawaslu yang dilaksanakan pada tanggal 21 Mei hingga 23 Mei 2019 yang berbuntut pada suasana yang mencekam antar peserta aksi demo dengan aparat kepolisian yang bertugas. Aksi ini dilatarbelakangi oleh dugaan adanya kecurangan pada pilpres dan peserta aksi menuntut Bawaslu untuk menindak kecurangan yang terjadi. Karena negosisasi berlangsung alot, massa enggan untuk membubarkan diri. Pada aksi demo ini disusupi oleh beberapa oknum yang kemudian bertindak anarki menyerang polisi, sehingga aparat kepolisian yang bertugas untuk mengamankan turun tangan untuk membubarkan massa. Gas air mata dan adu senjata antar aparat polisi dan massa pun tidak terelakan sehingga membuat korban berjatuhan, ada yang meninggal, luka-luka, juga terjadi kerusakan fasilitas umum yang sangat merugikan.
Peristiwa ini tentu sangat memilukan, terlebih terjadi di bulan yang penuh dengan rahmah ini. Bulan yang seharusnya antar anak bangsa bersama-sama merajut menebarkan perdamaian dan meningkatkan persatuan bangsa malah menjadi bulan yang tragis dan mencekam.
Pilpres telah usai, penetapan hasil Pemilu 2019 telah usai juga. Bagi pihak yang keberatan dengan hasil pemilu, menurut undang-undang diperbolehkan untuk mengajukan keberatannya melalui aturan yang berlaku silakan tempuh melalui jalur itu. Adapun bagi masyarakat yang ingin menyuarakan aspirasi melalui aksi damai juga dipersilakan karena hak untuk menyampaikan pendapat dijamin oleh undang-undang. Tentu bagi Bawaslu sudah seharusnya merespon dugaan kecurangan yang terjadi pada pilpres seperti yang dilaporkan. Juga bagi MK ketika dalam sidang gugatan pilpres nanti.
Rekonsiliasi atau perdamaian tidak akan terjadi apabila keadilan dan kejujuran tidak dijunjung tinggi. Keduanya adalah syarat mutlak. Jika salah satu paslon ada yang merasa diperlakukan tidak adil dan banyak ketidakjujuran yang terjadi, tentu perdamaian akan jauh panggang dari api.
Marilah segenap anak bangsa dan seluruh elemen bangsa, kita kawal bersama demokrasi kita. Kita berikan kepercayaan aparat yang berwenang untuk menjalankan tugasnya sebaik-baiknya dan seadil-adilnya. Mari kita rekatkan kembali hubungan persaudaraan kita untuk persatuan dan kesatuan bangsa. Kita semua pasti tidak ingin ada korban berjatuhan lagi, kita semua juga pasti memiliki tujuan yang sama yakni untuk Indonesia yang lebih baik dan bermartabat di mata dunia.
Untuk umat Islam, sebentar lagi kita semua akan merayakan hari kemenangan. Mari kita sudahi perbedaan pilihan kemarin ketika pemilu. Kini saatnya kita bersama-sama mengawal janji-janji wakil kita. Mari merekat kembali di bulan yang suci menuju hari yang fitri.
*) Musyrif Ponpes Muhammadiyah Maulana Malik Ibrahim Pekalongan, Ketua Umum IMM IPB 2016-2018, Ketua Umum PD IPM Kota Pekalongan 2014-2015