Perspektif

Milenial Islami Berkarya dengan Literasi Berkemajuan

3 Mins read

Oleh: Finka Setiana Adiwisastra*

Pemuda sering diidentikkan dengan seseorang yang belum memiliki pengalaman, masih labil secara emosi, dan belum matang pikirannya. Karena itu, secara umum kebanyakan orang tidak percaya dengan peranan pemuda yang cenderung berpikirnya masih idealis, tidak realistis, dan menentukan keputusan dengan emosi belaka.

Namun, idealisme tentang dunia utopia merupakan pemantik semangat untuk selalu berjuang demi dunia yang lebih baik. Memang dunia utopia layaknya sebuah mimpi, tetapi dengan mimpi yang dikolaborasikan dengan dahsyatnya semangat akan mampu mengubah dunia. Tanpa mimpi hidup akan stagnan yang tidak ada mobilitas sosial sama sekali.

Milenial Islami

Namun, akan berbeda perspektif masyarakat terkait pemuda dengan realitas milenial islami. Tatkala kita berbicara mengenai milenial Islami, maka yang erat dalam relung seseorang mereka yang mempunyai kualitas hablu minallah dan hablu minanas. Sesungguhnya ini teraktualisasi dalam kehidupan milenial islami yang penuh kaya ilmu pengetahuan, humanis, santun, dan inklusif. Karena itu, milenial islami sudah pasti optimis dalam menjalani kehidupannya dengan potensi yang dimilikinya.

Milenial islami bagian dari gambaran generasi harapan dengan semangat menggebu yang diharapkan menjadi agen perubahan. Dengan gaya pemikiran out of the box semestinya milenial islami diharapkan dapat memberikan gagasan baru yang solutif dan tidak terjebak dengan pemikiran ala konservatisme bagi yang lain. Suatu Keharusan bagi seorang milenial islami untuk dapat melakukan restorasi kebaikan menuju dunia yang lebih baik.

Erat kaitannya antara pemuda dengan literasi khususnya milenial islami, karena kemajuan suatu bangsa dengan apapun sistem pemerintahannya dan agama ditentukan oleh generasi mudanya yang melek literasi berkemajuan. Literasi berkemajuan sebagai bentuk riil dari curahan pemikiran, gagasan dan argumen yang berkolaborasi dengan ilmu pengetahuan sehingga dapat menorehkan sejarah. Dalam perkembangannya, sejarah ditandai oleh peranan aktif seseorang dalam membaca dan menulis untuk memberikan perubahan yang signifikan. Sehingga seseorang punya peranan penting dalam mengaktualisasikan dirinya dalam dimensi kreatifnya.

Baca Juga  Hukum Melaksanakan Walimatus Safar bagi Calon Jamaah Haji

Aktivitas membaca dan menulis merupakan aktualisasi mencipta, menyatu dengan lingkungan, dan pengalaman penting yang kemudian menggiring seseorang untuk memasuki dimensi sejarah dan budaya. Oleh sebab itu, perkembangan masa ke masa senantiasa terdapat pernik-pernik literasi dalam bentuk prasasti maupun karya budaya yang dapat membuat seseorang paham runtutan peristiwa dan eksistensi kebudayaan di masyarakat.

Literasi berkemajuan melalui aktivitas baca dan tulis sebagai tanda budaya yang membuat seseorang mengenal, memahami, dan mengaktualisasi pesan budaya dalam kehidupannya. Kebiasaan baca dan tulis senantiasa membersamai zaman, karena itu kegiatan ini tidak luput dari dinamika kehidupan manusia.

Literasi dalam Islam

Di dalam Al-Qur’an saja terdapat semangat literasi melalui kebiasaan baca tulis yang bersumber dari Firman Allah dalam QS. Al-Alaq: 1-5 berikut: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.

Ayat ini menghendaki revolusi yang terjadi pada masyarakat atau bangsa yang rendah literasinya. Tanpa adanya literasi ilmu pengetahuan tak akan terekam, agama akan pupus, dan bangsa akan runtuh. Baca dan tulis menjadi bagian dari kompleksitas gagasan atau perasaan yang berupaya membuat seseorang paham maka tidak aneh jika peradaban Islam menganjurkan umat Islam untuk mempelajari syariat Islam melalui perantara literasi Al-Qur’an dan As-Sunnah agar umatnya paham semua ajaran yang terkandung di dalamnya. P

erkembangan tradisi baca dan tulis sebagai ekspresi dahsyatnya intelektual dan moral yang punya peranan penting dalam character building masyarakat, menampilkan energi positif masyarakat dalam gagasan dan potensinya, serta memberanikan masyarakat untuk berkontribusi bagi kemajuan bangsanya.

Baca Juga  Merawat Kemuliaan Guru, Menjaga Marwah Lembaga Pendidikan Islam

Perjuangan dengan Literasi Berkemajuan

Empat kerangka berpikir di sini merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas literasi berkemajuan dengan memunculkan dimensi-dimensi literasi yang terdiri dari Dimensi Kecakapan (Proficiency), Dimensi Akses (Access), Dimensi Alternatif (Alternatives), dan Dimensi Budaya (Culture) yang semuanya berperan penting dan berkaitan satu sama lain dalam merealisasikan aktivitas literasi.

Jika salah satu faktor saja tak berfungsi maka akan mempengaruhi faktor yang lain sehingga akan mungkin terjadi ketidakseimbangan. Kecakapan membaca dapat mempengaruhi seseorang dalam mengakses bahan bacaan atau sumber informasi secara optimal. Begitupun kecakapan mengakses informasi dengan perangkat teknologi informasi akan mempengaruhi bagaimana seseorang dapat menggunakan teknologi tersebut untuk mengakses informasi.

Dahulu pahlawan berjuang dengan mengangkat senjata, sekarang milenial islami perlu berjuang dengan literasi berkemajuan. Gaya hidup para pahlawan sudah banyak menginspirasi kehidupan banyak orang, maka sudah saatnya milenial islami pun meneladani hidup para pahlawan yang dikenang karena jasanya begitu mulia dengan didedikasikan untuk kemaslahatan hidup banyak orang. Perjuangannya hingga pengorbanannya perlulah dipotret sebagai rujukan kehidupan.

Mereka berani dalam memulai, senantiasa komitmen untuk tetap maju hingga pantang mundur untuk menyelesaikan tugas mulianya. Sehingga mereka dapatkan manisnya kemenangan yang absolut dalam hidup.

Meningkatkan Aktivitas Literasi

Milenial islami perlu berkarya dengan tulisan-tulisannya demi kemajuan masyarakat. Tetap produktif dalam berkarya dengan tulisan yang inspiratif kemudian dimuat di media lokal bahkan nasional dengan latar belakang wawasan keislaman maupun wawasan umum. Sekiranya tulisannya bermutu sudah pasti suatu saat pasti bisa dijadikan kebijakan pemerintah.

Milenial islami perlu menerapkan kebijakan “Jam Membaca” atau “Jam Belajar” pada momen-momen berkumpul bersama keluarga. Baik membaca Al-Qur’an, Hadits, Sejarah Kebudayaan Islam, Fiqih, Aqidah, Akhlaq, dsb. Mengingat kegiatan membaca ini dapat menambah wawasan dan meningkatkan ketajaman berpikir dalam analisis misalnya. Milenial islami haruslah mempunyai daya pikir kritis, analitis, dan sistematis untuk mampu memberikan kemajuan nyata bagi masyarakatnya.

Baca Juga  Utamakan Kemanusiaan: Prinsip Hubungan Internasional dalam Islam

Upaya sosialisasi dari milenial islami sebagai aktor utama atau dutanya mengenai kegemaran membaca melalui perpustakaan dan komunitas literasi serta pelaksanaan festival buku (book fair) merupakan upaya efektif untuk meningkatkan kegemaran membaca di kalangan masyarakat.

Sudah semestinya milenial islami terlibat dalam meningkatkan aktivitas literasi di lingkungannya. Di antaranya memiliki perpustakaan mini di rumah sebagai the center of knowledge dan melaksanakan kebiasaan membaca secara rutin bersama keluarga serta mendukung eksistensi komunitas literasi di wilayah tertentu demi perkembangan ilmu pengetahuan.

*) Mahasiswa S1 Hubungan Internasional Universitas Negeri Lampung (UNILA).

Editor: Nabhan

1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds