Milad Muhammadiyah yang ke 108 tahun 2020, dengan tema “Meneguhkan Gerakan Keagamaan hadapi Pandemi dan Masalah Negeri”, yang puncak acaranya dilaksanakan secara virtual pada tanggal 18 November 2020.
Tema milad kali ini menandaskan bahwa gerakan keagamaan Muhammadiyah atau cara pandang keagamaan Muhammadiyah dapat menjadi solusi bagi kondisi masyarakat Indonesia bahkan dunia dalam menghadapi wabah dan persoalan kemananusiaan lainnya.
Tiga Pendekatan Majelis Tarjih
Dalam Putusan Majelis tarjih, ada tiga pendekatan yang selalu digunakan untuk memahami ajaran Islam dan sekaligus menerapkannya dalam kehidupan. Pertama, pendekatan Bayani yaitu pendekatan yang didasarkan pada otoritas teks (nash) baik Al-Qur’an maupun hadis guna menemukan atau mendapatkan makna yang dikandung di dalamnya.
Dalam konteks wabah COVID-19 misalkan, Muhammadiyah selalu menyadarkan bahwa salah satu tujuan syariah adalah hifdz nafs/menyelamatkan jiwa, “Barang siapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan umat manusia semuanya” (Al-Maidah: 32). Atau berbagai hadis semisal “Rasullullah bersabda: Tha’un (wabah penyakit menular) adalah suatu peringatan Allah SWT untuk menguji hamba-hambaNya dari kalangan manusia. Maka apabila kamu mendengarkan penyakit ini berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, jangan pula kamu lari daripadanya (HR Bukhari dan Muslim).
Kedua, pendekatan Burhani adalah pendekatan yang mendasarkan pada kekuatan rasio yang melalui instrumen logika dan ilmiah. Pendekatan ini sering juga dikatakan sebagai pendekatan keilmuan. Dalam konteks wabah COVID-19, Muhammadiyah mendasarkan keputusannya atas pertimbangan ilmu pengetahuan tentang wabah pandemi COVID-19. Oleh karenanya, Muhammadiyah melalui Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir, selalu menengaskan bahwa COVID-19 itu nyata, bukan konspirasi global, karena didasarkan atas temuan-temuan ilmiah pengetahuan.
Melalui MCCC, mengkampanyekan untuk selalu memakai masker, jaga jarak, dan cuci tangan karena itu semua adalah hasil kajian-kajian ilmiah tentang penularan COVID-19. Ketiga, pendekatan Irfani. Sebuah pendekatan yang bertumpu pada instrumen pengalaman batin dengan menghadirkan hati yang selalu mengingat dan terpaut kepada Allah SWT.
Pendekatan Irfani ini menghadirkan kelemahlembutan dan kesensitifan perasaan dalam melihat realitas di masyarakat yang menghadirkan sikap ihsan kepada sesama manusia. Gerakan ketahanan pangan di masa pandemik yang dilakukan Aisyiyah, Lazismu, MPM, dan berbagai ortom Muhammadiyah untuk membantu masyarakat yang terdampak pandemi COVID-19 adalah bagian dari hasil pendekatan irfani yaitu ihsan kepada sesama.
Pandangan Agama Melahirkan Respon
Melalui tiga pendekatan keagamaan diatas yaitu Bayani, Burhani, dan Irfani, melahirkan respon yang konsisten sejak awal pandemi COVID-19 mewabah, baik merespon soal ibadah dan fatwa keagamaan, urusan internal organisasi maupun persoalan-persoalan berbangsa dan bernegara. Muhammadiyah sejak awal pandemi memfatwakan untuk beribadah di rumah, shaf shalat berjarak, sohlat Ied di rumah, qurban dikonversi untuk membantu warga yang terdampak covid dan fatwa lainnya. Dalam konteks urusan organisasi, keputusan menunda Muktamar 2020 menjadi tahun 2022 yang sudah dirancang 2 tahun sebelumnya dengan menghabiskan dana milyaran untuk membangun edutorium di Universitas Muhammadiyah Surakarta sebagai tuan rumah adalah bagian dari refleksi pandangan keagamaan Muhammadiyah dalam merespon persoalan organisasi di saat pandemi COVID-19.
Pada saat yang sama, rekomendasi Muhammadiyah kepada pemerintah Jokowi untuk menunda Pilkada, karena berpotensi terjadi kerumunan yang dapat meningkatkan penularan virus. Begitupun dengan keinginan Muhammadiyah untuk penundaan bahkan pembatalan pembahasan UU Omnibuslaw didasarkan pada pandangan keagamaan Muhammadiyah untuk kemaslahatan umat dan masyarakat umum, bahwa pemerintah tidak mendengarkan dan memperhatikan apalagi melaksanakan rekomendasi Muhammadiyah itu lain persoalan.
Sumbangsih Muhammadiyah untuk masyarakat tentu tidak diragukan lagi, ada 17,328 pasien COVID-19, yang ditangani rumah sakit Muhammadiyah dan Aisyiyah yang tersebar di 82 rumah sakit seluruh Indonesia. Ada 481.458 paket sembako yang sudah disalurkan jika di rupiahkan ada 46,5 milyar rupiah hanya untuk sembako.
Total penerima manfaat menurut laporan Muhammadiyah COVID-19 Command Center (MCCC) ada 28.505.891 jiwa dan total anggaran yang sudah dikeluarkan diluar biaya perawatan rumah sakit Muhammadiyah dan Aisyiyah adalah Rp 307.481.807.989, tiga ratus tujuh milyar lebih.
Tentu yang dilakukan Muhammadiyah ini bukan hanya sekadar pamer belaka, tetapi itu semua diyakini sebagai bagian dari perintah dan menjalankan ajaran agama. Sebagai pengabdian kepada Allah SWT dan berkhidmat untuk kemakmuran umat manusia. Teruslah menyinari negeri, selamat Milad 108 Muhammadiyah.
Editor: Yahya FR