Perhelatan Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Surakarta 18-20 November 2022 lalu, menjadi perhatian banyak pihak. Selain menghadirkan permusyawaratan yang bermartabat, Muktamar yang dilaksanakan di Solo tersebut melahirkan kepemimpinan yang sangat menarik dan terlihat muda dan fresh. Bagaimana tidak, banyak sekali “darah muda” yang menghiasi susunan personalia didalamnya. Mulai dari Pimpinan, Majelis hingga Lembaga.
Hadirnya Darah Segar di Muhammadiyah
Hadirnya para “darah segar” tersebut seakan menjadi suatu pertanda, bahwa Muhammadiyah ke depan akan dipimpin oleh orang-orang yang adaptif terhadap perubahan zaman, sesuai dengan ciri Persyarikatan. Apakah sebelumnya tidak adaptif? Tentunya tidak, namun dari sini kita dapat membaca arah Muhammadiyah lima sampai sepuluh tahun ke depan seperti apa. Yang muda bukan berarti tidak memiliki kapasitas dan kualitas, mereka sudah membuktikan diberbagai bidang sesuai tempatnya, bahwa mereka layak ada disana (struktur kepemimpinan).
Agak miris kiranya, adanya kepemimpinan yang fresh tersebut masih saja yang pesimis bahkan istilah anak sekarang, nyinyirin. Namun, hal yang biasa kiranya. Transformasi perubahan tersebut menandakan bahwa Muhammadiyah merupakan organisasi terbuka, serta dapat mengakomodir para kader dan orang-orang yang memiliki potensi guna mewujudkan cita-citanya. Maklum, Muhammadiyah adalah organisasi besar dan mendapat pengakuan dunia atas kiprahnya. Sehingga ia harus mampu menata barisan yang lebih baik dan semakin baik, sebagaimana surat As-Shaff ayat 4.
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.”
***
Menariknya, perubahan kepemimpinan dengan adanya darah muda itu diikuti oleh beberapa Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) serta Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) yang telah usai menggelar Musyawarah Wilayah (Musywil) dan Musyawarah Daerah (Musyda). Dan tidak menutup kemungkinan akan lebih banyak lagi para tokoh muda yang bakal menghiasi struktural di Cabang hingga Ranting. Menjadi sangat berbeda, tentu dengan hadirnya mereka akan menghadirkan program-program yang semakin maju sesuai zamannya dengan trobosan dan inovasi baru.
Muhammadiyah yang notabenya adalah organisasi “bapak” dari berbagai ortom yang ada, kini menjelma seakan menjadi “ayah muda” dari Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Nasyiatul Aisyiyah (NA) dan organisasi otonom lainnya. Tentunya akan semakin mempermudah komunikasi di internal sendiri, istilahnya “semua dapat di selesaikan dengan ngopi”, kurang lebih seperti itu. Dan banyak lagi manfaat serta kelebihan-kelebihan yang nantinya akan menjadikan Muhammadiyah kedepan lebih progresif dan makin berkemajuan.
Warga Muhammadiyah Harus Selalu Optimis
Kalau tadi berbicara kelebihan, kali ini lebih memilih tidak membaca kekurangannya. Kenapa? Karena roda kepemimpinan baru saja akan berjalan. Maka tentunya sikap optimis akan perjalanannya lebih baik, daripada pesimis dan nyinyir atas susunan kepemimpinan yang ada.
Sebab KH. Ahmad Dahlan sendiri dulu tidak pernah pesimis akan jalan yang ia tempuh. Kyai Dahlan justru sangat yakin sehingga besarlah Muhammadiyah seperti saat ini. Menjadi sebuah persyarikatan yang menarik perhatian banyak pihak, langkahnya selalu diamati oleh masyarakat luas. Semua karena optimisme yang dibangun dari pondasi yang mendasar oleh founding fathernya, Kyai Haji Ahmad Dahlan.
Tetapi, ada atau tidaknya kita di dalam (struktur pimpinan) Muhammadiyah, bukan berarti karena kita hebat atau bahkan lantaran menjadikan kita sombong karena seakan-akan dapat membuat Muhammadiyah besar.
Muhammadiyah sudah besar, bagi yang masuk di dalam kepemimpinan memberikan sedikit kebermanfaatan sudah cukup tanpa mengharap lainnya. Tentunya kita harus mencontoh dan meneladani para tokoh-tokoh yang masih istiqomah dengan kesederhanaannya meski menjadi pimpinan, sebut saja Pak AR Fachruddin, Prof. Haedar Nashir, Buya Syafi’i Ma’arif serta lainnya.
Beliau-beliau sudah memberikan uswah hasanah bagi kita. Namun, bagi kita yang diluar struktural, tak harus “muthung” atau malah menjauh. Kita masih bisa berbuat dan memberikan manfaat bagi Muhammadiyah semampu kita, karena sejatinya Muhammadiyah adalah jalan penghambaan kepada Ilahi Robbi.
Kesimpulan
Maka, hadirnya para sosok muda di Kepemimpinan Muhammadiyah baik di Pimpinan, Majelis, ataupun Lembaga menjadi suatu baik untuk kedepannya. Karena Muhammadiyah adalah organisasi perkaderan, maka pantaslah jika kader-kader terbaiknya menjadi bagian didalamnya yang tentu nantinya akan menjadi pelangsung dan penyempurna amanah kepemimpinan ke depan. Muhammadiyah seakan semakin lama semakin muda, makin bertumbuh, makin banyak berbuat, makin banyak memberi manfaat.
Muktamar Muhammadiyah ke-48, Musywil serta Musyda diberbagai wilayah dan daerah yang telah dilaksanakan, menjadi langkah awal penyegaran pada kepemimpinan Persyarikatan. Maka sudah saatnya, Wilayah atau Daerah yang akan melaksanakan musyawarah mengamati dan menimbang para “darah segar” yang bisa saja menjadi pilihan. Juga nantinya mungkin di tingkatan Cabang ataupun Ranting.
Oleh karena itu, penempatan generasi muda yang menjadi penyeimbang kepemimpinan memang dirasa perlu di tengah perkembangan zaman seperti saat ini. Sehingga Muhammadiyah ke nantinya, ke depan, menjadi dan melahirkan pemikiran-pemikiran baru dari para “darah muda”, juga menghadirkan Muhammadiyah yang semakin inovatif dan kolaboratif antara yang tua dan yang muda.
Editor: Soleh