Agama

Muhammadiyah Mulai Mengkaji Cryptocurrency dan Blockchain

2 Mins read

IBTimes.ID – Muhammadiyah mulai melakukan kajian serius terhadap perkembangan teknologi cryptocurrency dan blockchain sebagai bagian dari respons organisasi terhadap perubahan zaman. 

Melalui Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (MTT PP) Muhammadiyah, diskursus tersebut digelar di Yogyakarta pada Ahad (14/12), dengan pendekatan kritis, ilmiah, dan berlandaskan prinsip syariah.

Kajian ini dimoderatori oleh Anggota MTT PP Muhammadiyah, Mohammad Bekti Hendrie Anto, yang mengatakan bahwa kemajuan teknologi finansial berbasis cryptocurrency dan blockchain merupakan realitas zaman yang tidak bisa dihindari. Sehingga sikap keagamaan yang progresif perlu ditunjukkan melalui keberanian dalam memahami teknologi baru secara jernih dan proporsional.

Ia menilai kripto dan blockchain bukan sekadar tren sementara, melainkan fenomena teknologi yang akan terus berkembang. Karena itu, Muhammadiyah perlu hadir memberikan pandangan yang tepat—tidak tergesa-gesa memberi vonis keagamaan, namun juga tidak menerima tanpa kritik.

Untuk itu, Majelis Tarjih dan Tajdid menghadirkan dua narasumber yang memiliki kompetensi teknis sekaligus pemahaman syariah, yakni Noor Akhmad Setiawan, akademisi UGM dan Advisory Board Asosiasi Blockchain Syariah Indonesia, serta Mochammad Tanzil Multazam, dosen Universitas Muhammadiyah Sidoarjo yang berfokus pada hukum dan teknologi blockchain.

Memahami Blockchain: Lebih dari Sekadar Bitcoin

Dalam pemaparannya, Noor Akhmad Setiawan menjelaskan bahwa blockchain pada dasarnya merupakan evolusi teknologi pencatatan data yang dirancang untuk menjamin transparansi, kejujuran, dan integritas informasi.

“Kesalahpahaman yang sering terjadi adalah menganggap blockchain hanya soal Bitcoin atau alat bayar. Padahal, blockchain adalah teknologi pencatatan yang dapat diterapkan di banyak sektor: pendidikan, sertifikat tanah, rantai pasok, audit pemerintahan, hingga dokumentasi aset,” jelasnya.

Menurut Noor Akhmad, prinsip desentralisasi dalam blockchain—di mana data diverifikasi oleh banyak pihak tanpa otoritas tunggal—sejalan dengan nilai-nilai maqashid syariah, khususnya dalam menjaga harta (hifz al-mal), keadilan, dan kejujuran.

Baca Juga  Doa untuk Orang Terkasih agar Selalu dalam Lindungan Allah

Ia menilai teknologi ini bersifat netral, sehingga manfaat atau mudaratnya sangat bergantung pada tujuan dan cara penggunaannya.

“Blockchain itu netral. Ia menjadi baik atau buruk tergantung siapa yang menggunakan dan untuk tujuan apa. Karena itu, Muhammadiyah seharusnya menjadi pelopor pemanfaatan blockchain untuk tujuan-tujuan yang maslahat,” tegasnya.

Terkait Bitcoin, Noor Akhmad menjelaskan bahwa aset digital tersebut merupakan penerapan awal blockchain di sektor keuangan sejak 2009. Namun, dalam perkembangannya, Bitcoin lebih relevan dipahami sebagai penyimpan nilai (store of value) dibandingkan alat tukar harian, seiring dengan volatilitas harga dan keterbatasan kapasitas transaksi.

“Secara teknis Bitcoin bisa menjadi alat tukar, tetapi volatilitas dan keterbatasan kapasitas membuatnya lebih cocok sebagai penyimpan nilai, mirip emas digital,” ujarnya sebagaimana dilansir dari laman Muhammadiyah.or.id.

Ia menjelaskan bahwa perkembangan blockchain generasi lanjutan seperti Ethereum dan platform sejenis yang memungkinkan penggunaan smart contract, yakni kontrak digital yang dieksekusi otomatis tanpa perantara, termasuk peluang penerapannya dalam sistem keuangan syariah.

Tantangan dan Potensi Kripto dalam Perspektif Syariah

Sementara itu, Mochammad Tanzil Multazam menyampaikan pentingnya melihat aset kripto sebagai aset digital, bukan uang. 

Ia menjelaskan bahwa sebagian kripto merepresentasikan kepemilikan atas aset riil melalui mekanisme tokenisasi, seperti saham, emas, obligasi, dan properti, yang memungkinkan kepemilikan fraksional dan investasi lintas negara.

Tanzil juga menyoroti perkembangan ekosistem blockchain menuju Web 3 dan Decentralized Finance (DeFi), yang menawarkan sistem keuangan tanpa perantara dan bersifat programmable. 

Menurutnya, secara teknis sistem ini terbuka untuk disesuaikan dengan prinsip syariah, meski tetap membutuhkan regulasi dan literasi yang memadai.

Dalam aspek keamanan, Tanzil menegaskan bahwa tantangan terbesar bukan pada teknologinya, melainkan pada perilaku pengguna, terutama dalam menjaga kunci privat. 

Baca Juga  Pos Satelit di 11 Sektor: Inovasi Spektakuler Haji di Ranah Kesehatan

Ia pun menyambut pengaturan aset kripto oleh OJK, sembari mengingatkan pentingnya pengawasan dan penegakan hukum.

Kajian ini menegaskan bahwa diskursus tentang cryptocurrency dan blockchain tidak dapat disederhanakan menjadi persoalan halal dan haram semata.

Muhammadiyah memandang perlu adanya pemahaman yang utuh, proporsional, dan berbasis pengetahuan agar teknologi mutakhir tersebut dapat dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat.

(MS)

Related posts
Agama

Haedar Nashir Uraikan Posisi Muhammadiyah antara Kapitalisme dan Sosialisme

1 Mins read
IBTimes.ID – Muhammadiyah menempatkan dirinya pada posisi tengah antara kapitalisme dan sosialisme, tanpa menolak keduanya secara mutlak. Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar…
Agama

Zakat Jadi Harapan Baru, PSIPP - 'Aisyiyah NTB Bedah Tantangan Pemulihan Korban Kekerasan Perempuan dan Anak

2 Mins read
IBTimes.ID – Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia terus meningkat, sementara banyak penyintas masih kesulitan mengakses layanan pemulihan seperti visum,…
Agama

Presiden Prabowo Resmi Tetapkan Biaya Haji 2026

1 Mins read
IBTimes.ID – Pemerintah akhirnya merilis kepastian yang ditunggu-tunggu oleh jutaan calon jamaah haji, yaitu biaya haji 2026. Presiden Prabowo Subianto resmi menerbitkan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *