Boleh kritis, tapi jangan terlalu apriori terhadap keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Saya lebih percaya Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang telah memikirkan, mengkaji, memusyawarahkan, melakukan konsolidasi nasional, kemudian memutuskan dengan beberapa catatan dan persyaratan, daripada dengan orang celotehan kasar di media sosial.
Saya juga tidak melihat wajah-wajah serakah pada Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang memutuskan menerima konsesi tambang. Jejak rekam mereka tidak menunjukkan silau akan gemerlap dunia dan kekuasaan. Sejauh ini yang saya lihat adalah sebuah ijtihad, ikhtiar menyelamatkan semesta.
Haedar Nashir pada saat Konferensi Pers menyampaikan jika suatu saat nanti ternyata apa yang diharapkan tidak sesuai harapan, maka Muhammadiyah akan mengembalikan konsesi tersebut juga dengan penuh tanggung jawab.
Tema besar menyelamatkan semesta meniscayakan Muhammadiyah memperluas arena dakwah. Bukankah banyak ayat Al-Qur’an yang menekankan agar kita memelihara, melestarikan alam dan mencegah kerusakan ekologis. Muhammadiyah berjanji akan berusaha semaksimal mungkin dan penuh tanggung jawab dengan melibatkan kalangan profesional dari kalangan kader dan warga persyarikatan, masyarakat di sekitar area tambang, sinergi dengan perguruan tinggi, serta penerapan teknologi yang meminimalisir kerusakan alam.
Dalam Risalah Konsolidasi Nasional di Yogyakarta, Muhammadiyah menyatakan pokok-pokok pikirannya dengan jelas dan gamblang. Muhammadiyah juga memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang amanah, profesional, dan berpengalaman di bidang pertambangan. Sejumlah Perguruan Tinggi Muhammadiyah juga memiliki Program Studi Pertambangan, sehingga usaha tambang dapat menjadi tempat praktik dan pengembangan entrepreneurship yang baik. Muhammadiyah juga memiliki pengalaman manajerial pada sektor bisnis baik swalayan, perhotelan, dan lembaga keuangan.
Tentu, seperti para pengelola tambang lainnya, Muhammadiyah juga akan bekerja sama dengan mitra yang berpengalaman mengelola tambang, memiliki komitmen dan integritas yang tinggi, dan keberpihakan kepada masyarakat dan persyarikatan melalui perjanjian kerja sama yang saling menguntungkan. Menguntungkan bagi pemerintah dan masyarakat.
Muhammadiyah berusaha mengembangkan model yang berorientasi pada kesejahteraan dan keadilan sosial, pemberdayaan masyarakat, membangun ekosistem yang ramah lingkungan, riset dan laboratorium pendidikan, serta pembinaan jamaah dan dakwah jamaah. Praktek kotor dan stigma negatif industri pertambangan selain kerusakan ekologis juga menyangkut konflik dengan masyarakat.
Pengembangan tambang oleh Muhammadiyah diusahakan dapat menjadi model usaha “not for profit”, dimana keuntungan usaha dimanfaatkan untuk mendukung dakwah dan Amal Usaha Muhammadiyah serta masyarakat luas, dengan tetap mendukung dan mengembangkan sumber-sumber energi yang terbarukan serta budaya hidup bersih dan ramah lingkungan.
Semua keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah bukanlah kitab suci yang tidak boleh dikoreksi dan dikritisi. Saya menghargai yang mengkritisi dengan penuh cinta daripada yang mendukung dengan penuh nafsu dan membabibuta. Saya lebih suka melihat mereka berkarya dulu daripada maido berlebihan.
Sayangnya, keputusan yang sudah dibuat dengan pemikiran yang matang, membutuhkan kontemplasi yang lama, kalkulasi yang cermat, didegradasi oleh ocehan netizen yang cenderung brutal, kotor dan kasar. Saya jadi berfikir, bagaimana mungkin orang yang tidak mampu mengelola mulutnya, malah menghina yang telah mengkalkulasi siap mengelola tambang.
Kata prof Syafiq Mughni, Muhammadiyah kok ditantang mengelola tambang, mengelola negara saja berani.
Ingat! pembenci Muhammadiyah menemukan momentum mencurahkan kebusukan hatinya dan mempertontonkan kepicikan pikirannya. Melihat masifnya gerakan menyerang keputusan Muhammadiyah yang ijtihadiyah dengan kepastian kesesatan menimbulkan banyak pertanyaan, apa sebenarnya motifnya? Apakah demi cintanya pada Muhammadiyah atau sebaliknya.
Dari penelusuran saya terhadap para komentator di media sosial, ternyata saya menemukan banyak varian. Pertama, para kader Muhammadiyah yang mendukung secara tegas keputusan PP Muhammadiyah.
Kedua, kader yang mengkritisi dengan menuliskan gagasannya dengan runtut dan tetap memberikan harapan terbaiknya. Kritik yang disampaikan merupakan ekspresi kecintaannya pada Muhammadiyah. Mereka menganggap tambang bukan lahan dakwah Muhammadiyah, tetapi kelompok ini tetap komitmen terhadap persyarikatan. Ketiga, kelompok yang sebenarnya bukan kader namun mengaku sebagai paling Muhammadiyah, merasa kecewa dan mengaku keluar karena Muhammadiyah menerima tambang.
Kelompok ketiga ini cenderung beringas dalam berkomentar, seolah Muhammadiyah itu tidak ada baiknya sama sekali. Kelihatan dengan jelas dari kelompok mana ini. Kelompok ini menganggap tambang adalah barisan orang-orang kotor yang tidak selayaknya diikuti. Supaya tidak terciprat noda, maka mereka mendeklarasikan keluar dari Muhammadiyah, entah kapan masuknya.
Mereka juga membangun narasi bahwa akan wakaf, sedekah, menjadi pejuang di Muhammadiyah namun mundur gegara persyarikatan telah ternoda karena tambang.
Kelompok ini bukan hanya nyinyir tentang tambang, hampir semua kebijakan Muhammadiyah mereka cemooh. Pola dan narasinya selalu sama, memutlakkan sesuatu yang masih ijtihadiyah, memvonis dengan kepastian, membangun opini negatif tanpa ruang dialog, menggunakan kata-kata kasar, mengaku kader yang kecewa kemudian deklarasi keluar, tidak butuh organisasi yang penting Islam.
Mungkin sebaiknya kelompok ini pindah planet saja supaya bersih dari noda kehidupan.
Keempat, kelompok yang asal bunyi. Jelas kelihatan bahwa mereka tidak memahami gerakan dakwah Muhammadiyah, juga tidak peduli apakah komentarnya menyakiti saudaranya atau tidak, yang penting komentar tanpa pikiran.
Tampaknya, orang-orang yang selama ini memang tidak cocok dengan Muhammadiyah berusaha untuk menstigma negatif, membunuh karakter Muhammadiyah. Padahal pertambangan hanya salah satu dari sekian banyak ikhtiar Muhammadiyah menyelamatkan semesta. Tambang-tambang di negeri ini akan tetap dikelola oleh siapa saja, baik ada Muhammadiyah ataupun tidak.
Pilihannya, kita menjadi penonton pertambangan dikuasai para mafia untuk memperkaya kroninya, atau kita ambil kesempatan yang ada untuk membuktikan bagaimana cara memakmurkan dan merawat bumi ini. Kalau sudah tahu tambang dikelola secara ugal-ugalan dan destruktif, sementara himbauan moral keagamaan selama ini terus diabaikan, kemudian menerima tambang juga dipersekusi, terus apa pilihan terbaiknya?
Sebagai kader Muhammadiyah, kalau struktur tertinggi persyarikatan sudah tidak dipercaya, memang mau percaya siapa? Berorganisasi itu butuh komitmen dan tetap mengedepankan organisasi meski kurang sepakat, itulah pentingnya mengerti logika bermusyawarah.
Kader Muhammadiyah tidak boleh hanya diam saat persyarikatannya diserang dan mau dihabisi oleh para monster media sosial. Mereka para komentator kasar sejujurnya juga tidak memberikan kontribusi apapun terhadap peradaban dunia. Kerjaan mereka hanya mencari celah kesalahan kelompok yang tidak mereka sukai untuk diserang.
Karenanya, kader juga tidak seharusnya gampang putus asa (mutungan) terhadap keadaan lalu. Waktunya kader yang sepakat dengan keputusan PP Muhammadiyah untuk ikut mensosialisasikan pikiran-pikiran sehat pengelolaan tambang sambil terus mengawalnya agar tidak melenceng dari komitmen awalnya.
Bagi kader yang tidak sepakat, silahkan menyampaikan gagasan yang logis, terukur dan dibangun diatas argumen yang kuat. Meskipun tidak merubah keputusan, paling tidak menjadikan kita sebagai muslim yang beradab, yang memberi peringatan kepada saudaranya dengan cara yang bermartabat. Setiap kata yang terucap atau tertulis akan ada hisabnya.
Terakhir, yang lebih penting lagi adalah, jangan sampai satu bab dari sekian bab membuat perjuangan dakwah Muhammadiyah menjadi kendor. Persoalan tambang diurus oleh tim tersendiri, sementara tugas keumatan dan kebangsaan kita mengelola AUM akan terus berjalan meski gempuran nyinyiran para haters terus akan membanjiri ruang-ruang digital kita. Wallohualam bi shawab.
Editor: Soleh