Report

MUI: Pemerintah Jangan Tutup Mata Terhadap Isu Kekerasan Seksual!

3 Mins read

IBTimes.ID – Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional Prof. Sudarnoto Abdul Hakim berpesan agar negara tidak menutup mata, telinga, dan hati terhadap isu kekerasan seksual. Menurutnya, kekerasan seksual adalah kejahatan yang tidak boleh ada di Indonesia.

“Jangan sampai negara itu tutup telinga, tutup hati, tutup mata terhadap persoalan perempuan dan anak-anak yang sudah sedemikian rupa diperlakukan secara tidak sepatutnya. Menurut saya ini violence, ini kejahatan,” tegasnya dalam Webinar 16 Minggu Gerakan Zakat Nasional; Mulai dari Muzakki Perempuan untuk Mustahik Perempuan Korban pada Jum’at (22/10).

Ia mengapresiasi buah pemikiran Yulianti Muthainnah dalam buku Zakat untuk Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak. Menurutnya, buku tersebut sangat inspiratif. Ia juga mendorong agar sang penulis tetap konsisten pada isu perempuan yang memang jarang digeluti oleh berbagai kalangan.

Menurut Sudarnoto, kelahiran buku ini didorong oleh kemarahan intelektual-moral penulis akan minimnya perhatian serta kajian terhadap korban kekerasan terutama bagi perempuan dan anak. Di samping itu, Sudarnoto menyarankan agar proposal sebagaimana yang tertuang dalam buku tersebut diajukan kepada MUI, Muhammadiyah, NU, dan pemerintah untuk dibahas agar dtindaklanjuti serta tidak berhenti pada tataran wacana belaka.

Webinar tersebut digelar oleh Pusat Studi Islam, Perempuan, dan Pembangunan (PSIPP) ITB AD Jakarta bersama Lazismu PP Muhammadiyah dan Jaringan Intelektual Berkemajuan (JIB).

Narasumber lain dalam webinar tersebut antara lain Siti Syamsiyatun (LPP PP ‘Aisyiyah), Ahsan J. Hamidi (Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Pisangan Legoso), dan Rohimi Zamzam (Sekretari PP ‘Aisyiyah) serta Brilliant Dwi (JIB) sebagai moderator.

Dalam pengamatan Ketua PSIPP ITBAD Jakarta yang juga penulis buku “Zakat untuk Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak” Yulianti Muthmainnah, isu zakat bagi korban menjadi penting dikarenakan selain potensi zakat Indonesia yang sangat banyak. Selain itu, ia melihat bahwa korban kekerasan belum menjadi prioritas sebagai kelompok yang berhak menerima zakat. Ia juga menyoroti adanya kekosongan pandangan dari para ulama atau lazim dikenal dengan fatwa yang berkaitan dengan upaya penghapusan kekerasan terhadap perempaun dan anak, lebih-lebih di masa pandemi.

Baca Juga  UAH: Musik Tidak Selalu Haram

“Jadi, organisasi-organisasi yang punya otoritas mengeluarkan fatwa ternyata tidak memberikan fatwa untuk penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak di masa pandemi,” ujar Yuli saat memberikan sambutannya.

Dalam paparannya, Siti Syamsiyatun mengapresiasi upaya yang sudah dilakukan oleh penulis buku beserta agenda-agenda PSIPP lainnya. Menurutnya, upaya tersebut bukan hanya ijtihad belaka, tetapi juga—meminjam istilah seorang pemikir wanita Muslim tersohor, Amina Wadud—“gender jihad”.

“Jadi, ini ijtihad untuk isu gender dan juga ‘gender jihad’. Jihad ini kita maknai sebagai upaya yang sungguh-sungguh untuk mencapai sesuatu yang bermakna. Karena penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak ini adalah hal yang sangat memprihatinkan, maka upaya dari berbagai sudut itu dapat kita sebut sebagai ‘gender jihad’,” terangnya.

“Saya sangat senang dengan upaya mbak Yuli, dan kawan-kawan untuk melakukan ijtihad ulang terhadap asnaf itu. Bagaimana kita memaknai riqab dan bagaimana memaknai fakir miskin pada era sekarang ini,” tambahnya.

Tak berhenti sampai di situ, Siti Syamsiyatun lantas menyoroti kasus-kasus pemerkosaan yang bahkan pelakunya adalah orang-orang terdekat dan juga soal nasehat-nasehat perkawinan yang dalam kesaksiannya masih patriarkis.

“Banyak ulama-ulama ketika memberikan nasehat perkawinan, nasehatnya itu sangat patriarkis dan undercentris. Jadi, berpusat pada pelayanan atas laki-laki. Jadi, kok nasehatnya itu berpusat untuk kenikmatan laki-laki dan tidak memikirkan kenikmatan perempuan dan kesulitan perempuan,” kritiknya.

Adapun masukan yang disampaikan oleh Siti, yakni mencari solusi bagi isu kekerasan seksual yang berada di hulu secara kolektif. Selain solusi hilir dengan membantu para korban saat ini, untuk membuat keadaan lebih baik, masyarakat perlu membongkar mindset tentang seksualitas dan perkawinan.

Pesan-pesan optimisme lainnya juga diutarakan oleh Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Pisangan Legoso, Ahsan J. Hamidi. “Hati saya,” ujar Ahsan, “tercabik-cabik membaca buku ini karena data dan fakta soal kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak sudah sedemikian rupa. Sementara itu kita tidak bisa berbuat apa-apa,” ujarnya.

Baca Juga  Manusia Seperti Apa yang Diinginkan Oleh Pancasila?

Perbuatan kekerasan dalam rumah tangga, imbuhnya, adalah sesuatu yang nista, sesuatu yang menyebabkan perempuan ada dalam kelompok mustadh’afin. Hal ini menurutnya harus terus digelorakan. Perbuatan KDRT adalah perbuatan yang pengecut, perbuatan nista yang harus segera dihentikan.

Ia juga mengkritisi sebagian kalangan yang masih saja mencari pembenaran agama untuk melakukan tindakan kekerasan. Padahal, misi agama itu ada tiga, yakni untuk menyelamatkan, untuk memperbaiki, dan menyatukan.

“Yuli memaknai menyatukan itu dengan lebih konkret. Menyatukan antara muzakki dan orang-orang yang berhak menerima zakat. Dan menurut Yuli, korban KDRT adalah termasuk salah satu kelompok yang berhak menerima zakat,” jelas Ahsan.

Ia mendorong agar PSIPP turun ke akar rumput dalam rangka menyelesaikan isu kekerasan seksual, mendata korban, melakukan pendampingan, dan lain sebagainya. Memberikan zakat kepada korban KDRT hanya salah satu pilihan, tetapi implikasi dari pemberian zakat kepada korban KDRT ada banyak sekali. Ada edukasi, keberpihakan, advokasi, keprihatinan, dan lain-lain.

“Kebajikan yang sudah Yuli wujudkan dalam buku tidak hanya berhenti di ruang diskusi, ruang seminar. Tetapi juga asas manfaatnya harus bisa dirasakan oleh perempuan-perempuan di Indonesia terutama pada korban KDRT,” pungkasnya.

PSIPP ITBAD Jakarta merupakan lembaga yang bergerak dan concern pada isu-isu keislaman, perempuan, dan pembangunan. Tujuan didirikannya pusat studi ini bukan hanya untuk mengkaji, kemudian melakukan pelatihan dan penelitian. Tetapi pada saat yang sama juga memiliki dua misi.

Pertama, memastikan putusan tarjih Muhammadiyah—tidak menutup kemungkinan juga diperuntukkan bagi lembaga lainnya—yang berperspektif perempuan bisa disebarluaskan semakin luas kepada masyarakat. Kedua, apabila Majelis Tarjih Muhammadiyah belum mempunyai fatwa yang berkeadilan bagi perempuan dan dukungan kepada korban, maka apa yang dilakukan oleh PSIPP adalah mendorong, memberikan masukan, memberikan usulan kepada Majelis Tarjih dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah supaya memiliki fatwa yang berkeadilan bagi perempuan.

Baca Juga  Kacamata Maqashid Syariah: Pendidikan Kesehatan Seksual dan Reproduksi

Reporter: Yusuf

Avatar
1457 posts

About author
IBTimes.ID - Rujukan Muslim Modern. Media Islam yang membawa risalah pencerahan untuk masyarakat modern.
Articles
Related posts
Report

Hamim Ilyas: Islam Merupakan Agama yang Fungsional

1 Mins read
IBTimes.ID – Hamim Ilyas, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyebut, Islam merupakan agama yang fungsional. Islam tidak terbatas pada…
Report

Haedar Nashir: Lazismu Harus menjadi Leading Sector Sinergi Kebajikan dan Inovasi Sosial

1 Mins read
IBTimes.ID – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir memberikan amanah sekaligus membuka agenda Rapat Kerja Nasional Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan…
Report

Hilman Latief: Lazismu Tetap Konsisten dengan Misi SDGs

1 Mins read
IBTimes.ID – Bendahara Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Hilman Latief mengatakan bahwa Lazismu sudah sejak lama dan bertahun-tahun terus konsisten dengan Sustainable Development…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds