Setiap Nabi atau Rasul utusan Allah Swt pasti dibekali dengan mukjizat. Kata mukjizat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai, “kejadian Ajaib yang sukar dijangkau oleh kemampuan akal manusia. Kata mukjizat terambil dari kata bahasa Arab a’jaza yang berarti “melemahkan atau menjadikan tidak mampu” (Shihab, 1997). Dalam Sejarah para Nabi, mukjizat biasa digunakan untuk menunjukkan kebesaran Allah Swt di mata para orang-orang yang tidak mempercayai atau mendustakan Allah dan utusan-Nya.
Mukjizat terdapat berbagai bentuk serta jenis. Dan para nabi memiliki mukjizat yang berbeda-berbeda. Beberapa yang dikenal adalah tongkat Nabi Musa dan al-Qur’an Nabi Muhammad. Meski secara fisik berbeda, namun keduannya memiliki esensi yang sama, yakni menunjukkan kemuliaan, kebesaran, pertolongan, dan petunjuk bagi setiap umat yang berbeda zaman. Dari keduanya pula kita juga mampu mengambil hikmah dari diturunkannya kedua mukjizat tersebut.
Tongkat Nabi Musa AS
Mukjizat Nabi Musa AS sekilas terlihat biasa hanya sebuah tongkat. Namun, justru dibalik tongkat tersebut terdapat berbagai pelajaran yang bisa diambil hikmahnya. Tongkat Nabi Musa meski ditunjukkan untuk kaum Bani Israil, namun bisa diambil hikmahnya. Terutama tentang tujuan daripada hidup kita di dunia. Menurut Imam Syafi’i, jika seseorang sudah memasuki usia 40 tahun, maka disunahkan menggunakan tongkat. Ini sebagai simbol sandaran kokoh dalam kehidupan beragama.
Imam Syafi’i juga menggunakan tongkat walaupun beliau masih kuat, sehat, dan tidak tua. Saat ditanya sahabatnya, “kenapa engkau bertongkat padahal masih kuat? Beliau menjawab, biar aku ingat bahwa aku ini musafir di dunia ini. Tujuan kita adalah akhirat (Munir, 2023). Selain itu, tongkat Nabi Musa juga menggambarkan tentang pertolongan Allah Swt di setiap keadaan. Bayangkan ketika Nabi Musa dikejar-kejar oleh bala tentara Fir’aun, kemudian terdesak dihadapannya adalah lautan yang luas. Sedangkan ia membawa umat yang begitu banyak.
Pada posisi yang demikian Nabi Musa tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Dirinya hanya bisa pasrah. Pada titik itu Allah Swt memberi perintah kepada Musa. Sebagaimana dalam Surah Asy-Syu’ara ayat: 60-64, “Pukullah laut dengan tongkatmu itu”. Maka laut pun terbelah sebagai jalan keluar. Disinilah wujud kasih sayang dan pertolongan Allah Swt kepada hambanya. Allah selalu ada untuk setiap hamba-Nya. Bahkan diajarkan untuk tetap yakin bahwa pertolongan Allah itu nyata. Sebagaimana dalam surah Taha ayat: 77-78, “Engkau tidak perlu takut akan tersusul dan tidak perlu khawatir akan tenggelam”.
Al-Qur’an Nabi Muhammad Saw
Meski berbeda dengan Nabi Musa, seperti diketahui bersama bahwa mukjizat terbesar umat Islam adalah al-Qur’an yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Walaupun secara wujud sangat berbeda. Namun, esensinya sama yakni kemuliaan, pertolongan, dan kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Bahkan al-Qu’ran mencakup lebih besar lagi tentang makna kasih sayang dan sangat ilmiah. Sebagaimana dikatakan oleh Gus Baha, “Jika seseorang punya tongkat Nabi Musa, namun pikiran kita terfokus pada uang, maka tongkat tersebut dijual atau dipakai? Jika seseorang itu su’udzon pasti mempertanyakan apakah tongkat ini asli apa tidak? Jika seseorang itu ahli perdukunan maka mempunyai niat untuk memiliki tongkat tersebut untuk mengakali orang lain?.
Jika seseorang itu kolektor pasti akan memikirkan kira-kira tongkat tersebut laku berapa? Jika kita punya hutang, punya masalah dengan keluarga, saudara atau teman. Apakah menggunakan tongkat untuk menyelesaikan masalah?”. Maka disinilah bukti tentang keilmiahan dan kasih sayang Allah Swt kepada hamba-Nya, terutama umat Islam. Sebab di dalam Al-Qur’an terdapat motivasi yang lintas waktu, zaman dan generasi. Memotivasi hamba-Nya untuk tetap yakin akan pertolongan Allah Swt. Seperti dalam surah Al-Insyirah: 5-6, “Maka, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan”.
Bahkan terdapat jaminan dan nikmat-nikmat Allah Swt yang tertuang dalam Al-Qur’an, seperti Jodoh dan rezeki. Sebagaimana dikatakan oleh Gus Baha dalam ceramahnya, “Nabi Saw pernah cemburu, ya Allah saya ini sama-sama Rasul, tapi kenapa tidak diberi mukjizat seperti Nabi-Nabi lain yang menakjubkan? Dan Allah menjawab, bahwasanya sebagaimana dalam surah Ad-Dhuha, “Bukankah Dia mendapatimu sebagai yatim, lalu Dia melindungimu, mendapatimu sebagai seorang yang tidak tahu (tentang syariat), lalu Dia memberimu petunjuk (wahyu). Dan mendapatimu sebagai seorang yang fakir, lalu Dia memberimu kecukupan”.
Dalam ayat tersebut, sebagaimana dalam ceramah Gus Baha secara tidak langsung Allah mengatakan bahwa dahulu kamu yatim kemudian dirawat oleh pamanmu, kamu dulu tidak mengerti Qur’an kemudian dipahamkan. Artinya, nikmat untuk Nabi Muhammad Saw dan juga kepada umatnya adalah nikmat-nikmat keseharian. Dulu kita tidak punya uang kemudian sekarang punya, dulu kita belum nikah sekarang nikah, dulu tidak punya rumah sekarang punya rumah.
Meski secara wujud mukjizat berbeda, namun memiliki hikmah dan makna yang semuanya bermuara kepada kebesaran, kemuliaan, kasih sayang, dan pertolongan Allah Swt.
Daftar Pustaka
Shihab, Q. (1997). Mukjizat Al-Qur’an (Ditinjau dari Aspek Kebahasaan Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Gaib). Jakarta: Mizan.
Munir, M. (2023, Januari 13). Pontianak Post. Diambil kembali dari Filosofi Tongkat.
Editor: Soleh