Parenting

Muksin Gole: Anak Muda yang Bersikap Toleran Secara Otentik

4 Mins read

Muksin Gole (21), terlahir dan menghabiskan masa kecilnya di sebuah pulau kecil barat daya Pulau Alor, Nusa Tenggara Timur . Pulau Pantar namanya, pantainya indah dengan terumbu karang laut yang masih terjaga baik. Taman Laut Selat Pantar disebut-sebut sebagai taman laut terbaik di Indonesia. Ya, selat yang memisahkan Pulau Alor dan Pulau Pantar tersebut masih memiliki terumbu karang dan aneka tumbuhan laut yang indah, beserta ragam ikan yang elok beraneka warna.

Terdapat lima Kecamatan di Pulau Pantar, yakni Kecamatan Pantar, Kecamatan Patar Timur, Kecamatan Pantar Tengah, Kecamatan Pantar Barat, dan Kecamatan Pantar Barat Laut. Muksin berasal dari Pantar Barat Laut. “Asal saya dari Desa Marica, Kecamatan Pantar Barat Laut, Pulau Pantar, Kabupaten Alor. Sekitar 5 jam naik kapal dari Kalabahi, Alor.” Ujar Muksin menjelaskan waktu tempuh perjalanan dari Kalabahi (Ibukota Alor) menuju kampungnya di desa Marica, Pulau Pantar.

“Kalau mas, berkunjung ke desa kami. Pasti akan diperlakukan seperti raja, setiap masuk rumah di sana tak boleh keluar sebelum mencicipi makanan yang disajikan tuan rumah. Biarpun semua orang akan memberikan lauk yang sama, ikan. Karena penduduk desa kami sebagian besar adalah nelayan.” Kata Muksin promosi.

Muksin, anak muda dari Alor itu sekarang sedang menempuh studi di sebuah Perguruan Tinggi Swasta di Yogyakarta. “Sebelumnya saya tidak kepikiran kalau akan merantau, belajar dan cari pengalaman di Jogya. Saya bisa sekolah hingga SMK di kampung saja sudah merasa beruntung.” Cerita Muksin.

Dua tahun lalu setelah lulus SMK di Pantar, Mukhsin anak kedua dari lima bersaudara itu ditanya sama Bapak kecilnya (Paman) apakah mau kuliah? jawabnya mau dan berminat studi pada jurusan manajemen. Ia lantas diterbangkan ke Yogyakarta. “Saya dibelikan tiket pesawat dari Kalabahi menuju Jogja dengan transit di Kupang dan Surabaya.” Kata Muksin yang belum pernah pulang kampung sejak merantau untuk belajar di kota pelajar, Yogyakarta.

Baca Juga  Wajah Sejuk Keberagamaan Masyarakat Lamongan

Ayah Muksin seorang muadzin, pekerjaanya mengurusi masjid di desanya. Ibunya seorang pembuat kain tenun khas Alor, Nusa Tenggara Timur.

Toleransi Keberagman Agama

Desa asal Muksin adalah desa dengan keragaman pemeluk agama. Ia dibesarkan dalam relasi sosial keagamaan yang beragam. “Kampung saya beragam pemeluk agamanya. Ada yang Kristen, Katolik, maupun Muslim seperti keluarga saya. Tapi kami semua hidup rukun, saling membantu dan menghormati satu dan lainnya.” Ujarnya.

Kerukunan antar umat beragama di Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur, memang sangat baik. Bila ada perayaan Natal, maka warga Muslim terlibat menjadi panitia, pun sebaliknya bila sedang ada perayaan Hari Raya buat Muslim, umat Nasrani pun terlibat menjadi panitia.

“Di Pulau Pantar, Alor, bila ada peresmian Gereja atau perayaan di Gereja, kami yang Muslim pasti diundang hadir. Bahkan, yang diminta menyembelih ayam, kambing atau sapi juga kami yang Muslim. Sebaliknya kalau warga Muslim sedang meresmikan Masjid, maka seluruh warga Nasrani diundang.” Kata Muksin menceritakan keindahan kebersamaan di kampungnya.

Muksin bahkan bercerita saat dulu sekolah di SMK cara berdoa para siswa saling bergantian. Kalau pagi, siswa Nasrani yang memimpin doa, sedangkan doa saat mau pulang sekolah, siswa Muslim yang memimpin doa. “Saya bahkan hafal doa-doa teman Nasrani karena sering mendengarnya.” Ujarnya sambil berseloroh.

Hidup bersama dalam masyarakat dengan latar keimanan yang berbeda, bagi Muksin bukan masalah. Semua orang saling menghormati dan menghargai keimanan dan kepercayaan yang dianut. “Setiap hari sabtu atau ahad saya main ke rumah teman atau saudara, mereka kristen semua. Kalau pas waktu sholat kadang mereka yang mengingatkan saya untuk sholat, pun kadang saya mengingatkan mereka saatnya waktu berdoa atau sembahyang.” Ujar Muksin mengisahkan.

Baca Juga  Tren Pemberian Nama Anak dalam Peristiwa Bersejarah

Kini, Muksin tinggal di Asrama Putra Masjid Syuhada, Kotabaru, Yogyakarta. Disana ia terlibat aktif dalam organisasi Pendidikan Kader Masjid Syuhada (PKMS) dan ikut mengurusi kegiatan Pendidikan Anak Masjid Syuhada (PAMS). Ia cukup aktif dalam kegiatan Masjid dan sosial kemasyarakatan lainnya.

Toleransi Beragama di Kotabaru, Jogja

“Saat saya tinggal di Masjid Syuhada, Jogja, dan beraktivitas disini. Saya merasakan hal serupa dengan situasi di Kampung saya, Marica, Pantar. Kami hidup berdampingan dengan Gereja HKBP, dan Gereja Santo Antonius Kotabaru. Beberapa kali kami diundang dan hadir dalam acara gereja. ” Kata Muksin menceritakan kehidupan beragama di Kotabaru, Jogja.

Pada bulan September tahun 2019 lalu, Masjid Syuhada Jogja juga mengundang tokoh-tokoh agama dari Gereja HKPB dan Gereja Santo Antonius Kotabaru dalam rangka Milad Masjid ke 67 Masjid Syuhada. “Waktu itu dalam rangka Milad Masjid Syuhada itu panitia menggelar pertunjukan musik Jazz Syuhada dan bazzar. Teman-teman dari Gereja dan masyarakat diundang. Senang sekali mereka mau hadir.” Kata Muksin sambil tersenyum.

Pertunjukan musik jazz bertajuk Jazz Syuhada tahun 2019 lalu itu rencananya menjadi pertunjukan tahunan yang diselenggarakan di depan Masjid Syuhada, Kotabaru, Yogyakarta. Kegiatan itu bekerjasama dengan Komunitas Jazz mben senen yang biasanya perfom di halaman Bentara Budaya, Kotabaru, Yogyakarta.

Aksi Kemanusiaan

Muksin juga bercerita ia senang bisa beraktivitas di Masjid Syuhada, Kotabaru, Yogyakarta. Ia menyatakan, para seniornya di PKMS Masjid Syuhada seperti Kak Rendra, Mas Firdaus, dan lainnya memberi contoh baik tentang relasi kerukunan antar iman. Dalam komunitas sego mubeng misalnya, para Kader Masjid Syuhada ikut terlibat membagikan makanan bagi masyarakat di sekitar Kotabaru yang membutuhkan.

Kegiatan kemanusiaan itu diinisiasi bersama Gereja Santo Agustinus Kotabaru. Setiap hari Sabtu pagi, mereka membagikan makanan dan minuman. “Makanan itu dibagikan untuk tukang becak, pemulung, driver ojek online, dan masyarakat sekitar Kotabaru yang membutuhkan.” Cerita Muksin.

Baca Juga  Enam Karakteristik Muslim Progresif Menurut Amin Abdullah

Bukan hanya itu, Muksin juga terlibat aktif sebagai relawan dalam aksi kemanusiaan penyediaan alat bantu pelindung diri bagi paramedis yang sedang menangani pandemik Covid-19. Ia bergabung dengan komunitas Majelis Mau Jahitin (mamajahit), sebuah komunitas yang diinisiasi oleh Klinik Adhiwarga PKBI DIY, Lazis Masjid Syuhada.

Perkumpulan Masyarakat Peduli Media dan beberapa aktivis kemanusiaan di Yogyakarta seperti Lantip, Ahmad Nasir, Paksi Raras, Hendra, Widodo Iman Kurniadi, dan beberapa penjahit baju di Yogyakarta.

“Saya menjadi relawan distribusi, mengirimkan baju-baju hazmat yang telah dibikin para penjahit, atau alat bantu medis lainnya ke berbagai rumah sakit di Yogyakarta dan sekitarnya.” Ujar Muksin.

Sejak bulan Maret lalu, ia menjadi relawan distribusi bantuan alat pelindung diri bagi paramedis yang membutuhkan. Tak hanya mengirimkan ke rumah sakit secara langsung, Muksin juga mengirimkan bantuan itu melalui jasa pos atau paket ke berbagai daerah di Indonesia.

“Senang bisa menjadi relawan, bisa lakukan sesuatu yang bermanfaat. Termasuk jadi bisa kenal dengan para dokter dan paramedis. Mereka baik sekali, misalnya disebuah rumah sakit kami didoakan oleh paramedis. Rasanya terharu.” Kisah Muksin menceritakan pengalamannya.

Bagi Muksin, pengalamannya menjadi relawan di Majelis Mau Jahitin adalah pelajaran yang sangat berharga buat hidupnya. Ia berujar bahwa ibunya memberi pesan untuk memperbanyak cari pengalaman saat tinggal di Jogja. “Niat saya ke Jogja itu cari ilmu dan pengalaman. Ibu saya berpesan, bahwa jangan cari uang carilah pengalaman, karena pengalamanlah yang bisa menghasilkan uang.” Ujarnya.

Muksin, anak muda yang bersikap toleran secara otentik itu berencana pulang kampung kalau studinya sudah selesai. Ia berniat untuk ikut membantu desanya menjadi berkembang, dan tetap menyenangkan dengan segala keragamannya.

Editor: Wulan
Avatar
2 posts

About author
Penulis lepas. Tinggal di Yogyakarta.
Articles
Related posts
Parenting

Generasi Toxic Harus Dididik, Bukan Dihardik!

5 Mins read
Tulisan sederhana ini saya suguhkan, berangkat dari keresahan saya tentang fenomena “generasi toxic“. Ada rasa cemas ketika saya menyadari bahwa generasi muda…
Parenting

Ajarkan Kepada Anak-anak, Masjid Tak Sekedar Tempat Ibadah

3 Mins read
Ibadah adalah salah satu aspek penting dalam kehidupan seorang Muslim. Untuk memastikan agar generasi muda memiliki pemahaman yang kuat tentang nilai-nilai agama…
Parenting

Nasihat Nashih Ulwan untuk Para Pendidik Anak

3 Mins read
Awalan, Abdullah Nashih Ulwan sangat gemar menulis, kertas dan pena senantiasa bersama dimanapun dia berada. Walaupun sibuk dengan kuliah, undangan dan ceramah, dia tetap meluangkan waktu…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds