Oleh: Wawan Gunawan Abdul Wahid
Pemerintah sudah mengamanatkan, berbagai ormas sudah menuntunkan, dalam situasi sedemikian seperti saat ini lebih utama untuk tinggal di rumah. Bekerja dari rumah dan tunaikan ibadah pun di rumah termasuk shalat Jum’at yang diganti dengan shalat zhuhur.
Terhadap perintah dan fatwa tersebut di atas masih ada diantara ummat yang berpandangan bahwa lebih baik dekat dengan Allah karena kita takut kepadaNya daripada shalat zhuhur di rumah. Ini tentu opini menyesatkan dan nekad.
Ada pula yang berpendapat tinggalkan shalat Jum’at tiga kali itu dihukumi kafir. Ini pun lebih menyestkan lagi. Karena pertama tidak ada hadis seharfiyah itu. Kedua hadis yang ada sebutkan tiga kali tidak shalat Jumat tanpa alasan.
Sementara itu yang difatwakan shalat Jum’at itu diganti dengan shalat zhuhur. Lebih dari itu jika hadis Lex Generalis digunakan dalam situasi seperti saat ini yang tunaikan shalat zhuhur di rumah tetap dapat pahala shalat Jumat berjama’ah di masjid.
Hingga Jumat tanggal 10 kemarin diantara umat tetap ada yang memaksakan untuk shalat jumat berjamaah di masjid. Tentu kenyataan ini mengundang respons keras dari ummat yang berpendapat sebaliknya karena khawatir akan menjadi penyebar virus Covid-19 sebagaimana terjadi di beberapa masjid di dalam negeri juga di luar negeri.
Mencari Solusi: Shalat Jum’at Online
Terhadap situasi sedemikian di luar negeri ada yang berikan solusi dengan gabungkan dua keinginan. Shalat Jum’at tetap diselenggarakan tetapi jamaah berada di rumah masing-masing. Maknanya shalat Jum’at ditunaikan secara online. Hanya imam khathib dan muazinlah yang berada di masjid.
Apakah cara seperti yang dilakukan kaum Muslimin di Amerika Serikat dan di Finlandia itu dapat dibenarkan?
Saya berpendapat itu dapat dibenarkan dengan argumentasi sebagai berikut:
Pertama, entry poinnya ditemukan pada pembolehan akad nikah dilakukan secara teleconference. Akad itu bagian dari ibadah. Shalat Jum’at juga ibadah.
Sisi terberatnya menjawab pertanyaan haruskah shalat Jum’at dilaksanakan dalam satu majelis?
Ada hadis Nabi Saw yang bisa dijadikan entry point kedua untuk menjawab pertanyaan di atas. Yaitu bahwa seluruh tanah itu dibuat oleh Allah dalam keadaan suci karena itu dapat dijadikan tempat sujud.
Pendalilan di atas dikuatkan dengan kaedah-kaedah fikhiyah sebagai berikut:
المشقة تجلب التيسير
الØاجة تنزل منزلة الضرورة
الأمر اذا تجاوز عن Øده انعكس الى ضده
اذا تعذر الأصل يصار الى البدل
Demikian disampaikan moga bermanfaat.
* Penulis adalah Alumni Angkatan-1 Ponpes Darul Arqam Muhammadiyah Garut Jawa Barat