Pasca Pandemi Covid-19, Kuota Jamaah Haji Indonesia bertambah dari Kuota Nasional yang berjumlah 221.000 jamaah. Pada tahun 1444/2023, pemerintah Indonesia memperoleh tambahan 8.000 jamaah sehingga total kuota haji Indonesia tahun 1444/2023 menjadi 229.000. Sementara itu, pada tahun 1445/2024 Indonesia memperoleh tambahan kuota sebanyak 20.000 orang. Jadi total jamaah haji Indonesia berjumlah 241.000 orang, dengan rincian haji reguler berjumlah 213.320 orang dan haji khusus berjumlah 27.680 orang.
Tambahan kuota ini disambut gembira sekaligus tantangan untuk mempersiapkan pelayanan haji yang lebih baik. Juga sekaligus untuk menurunkan antrean panjang. Jamaah Haji Indonesia telah diberangkatkan ke Tanah Suci sejak tanggal 12 Mei 2024 lalu. Mereka akan kembali ke Tanah Air mulai tanggal 22 Juni 2024 mendatang.
Pengelolaan haji setiap tahun memiliki cerita yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Setiap tahun pihak pemerintah berupaya secara maksimal untuk memperbaiki kasus yang terjadi. Namun pada tahun berjalan, kasus baru muncul yang berbeda dengan tahun sebelumnya.
Hal ini tak ubahnya sebagaimana pelaksanaan kegiatan besar tahunan, seperti wisuda dan pengukuhan guru besar di Kampus. Awalnya yang bermasalah persoalan sound system. Setelah diperbaiki, pada periode wisuda dan pengukuhan guru besar berikutnya muncul masalah baru yaitu kateringnya terlambat, meskipun sudah diantisipasi sebelumnya. Begitu pula pada periode berikutnya, setelah persoalan katering diperbaiki dan diantisipasi, muncul persoalan baru tentang LCD dan seterusnya. Hal ini menunjukkan manusia tidak berdaya dan tidak boleh tinggi hati.
Demikianlah perumpamaan penyelenggaraan ibadah haji di Tanah Suci. Untuk itu perlu kerendahan hati membaca kembali tentang manasik haji di Arafah, Muzdhalifah, dan Mina (Armuzna) terutama mabit di Muzdhlalifah demi keselamatan dan kemaslahatan para jamaah haji Indonesia.
Peristiwa keterlambatan pendorongan di Muzdhalifah tahun 1444/2023 menjadi catatan penting pihak penyelenggara haji, baik pemerintah Indonesia maupun Saudi Arabia sehingga pihak masyariq mewacanakan perlunya “murur” untuk mengantisipasi kepadatan Muzdhalifah.
Patut dipahami bersama bahwa penyelenggaraan haji selama di Armuzna sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Saudi Arabia. Para jamaah harus menaati aturan yang diberlakukan agar tidak menimbulkan masalah yang tidak diinginkan.
Konsep murur adalah tindakan yang dilakukan bagi sebagian jamaah haji tidak “mabit normatif” tetapi hanya melewati Muzdhalifah pada pertengahan malam tanpa turun dan langsung menuju Mina dan sebagian jamaah haji lainnya seperti biasa (turun di Muzdhalifah).
Ada 17 maktab yang masuk program murur berjumlah 49.000 jamaah haji. Batu untuk melempar jumrah bagi jamaah haji yang mengikuti program murur akan disiapkan oleh maktab dan diberikan saat di Arafah. Konsep murur akan dilaksanakan pada pertengahan malam dengan sistem taraddudi.
Selain konsep murur, tahun ini diwacanakan jamaah haji yang tinggal di Wilayah Syisah dan Raudhah akan dikembalikan ke Hotel untuk mengurangi kepadatan di Mina.
Sebagaimana dinyatakan di atas, jumlah jamaah haji Indonesia tahun ini bertambah sehingga situasi semakin padat. Sementara itu, transportasi pengangkut jamaah haji dari hotel menuju Arafah yang disediakan pihak Masyariq “berjumlah tetap” kurang lebih 21 bus. Dari Arafah menuju Muzdhalifah berkurang menjadi 7 bus, dan dari Muzdhalifah jumlah bus berkurang lagi menjadi 5 bus untuk mengangkut seluruh Jamaah Haji Indonesia secara taraddudi.
Kondisi ini menjadi perhatian khusus pemerintah Saudi Arabia agar pengalaman Muzdhalifah 1444/2023 tidak terulang kembali dengan terobosan ijtihad melalui “program murur”.
Terobosan yang dilakukan pihak Masyariq tidak lain untuk meningkatkan kualitas pelayanan sekaligus keselamatan para jamaah.
Editor: Soleh