Bengkulu. IBTimes.Id. “Muhammadiyah perlu melakukan diversifikasi kader. Artinya, kita perlu banyak kader di berbagai bidang dan lini kehidupan,” demikian seperti disampaikan Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti di depan peserta Rakornas Majelis Pendidikan Kader Pimpinan Pusat Muhammadiyah (MPK PPM) di Bengkulu, Jumat (7/2).
Diversifikasi Kader: Politik
Ketika menyebut perlunya diversifikasi kader, Mu’ti menyebut salah satu contohnya adalah Gubernur Bengkulu Dr Rohidin Mersyah, kader Muhammadiyah yang berperan di ranah kebangsaan. Menurutnya, Muhammadiyah harus bisa memberikan contoh bahwa tanpa uang Muhammadiyah bisa mendorong kader di politik kebangsaan. Tentunya dengan syarat kalau Muhammadiyah solid. Maka harus ada upaya dengan sungguh-sungguh menyiapkan kader ke politik.
Lebih lanjut Mu’ti menjelaskan bahwa dalam sistem politik yang serba materialistik, banyak kader Muhammadiyah yang hebat akhirnya harus rontok (gagal—ed.) menjadi caleg. Penyebabnya tidak lain karena persoalan dana. Sehingga hal ini menjadi pemikiran penting yang perlu segera dicarikan jalan keluarnya.
“Buya Yunahar pernah memiliki pemikiran ketika sedang rehat rapat PP Muhammadiyah. Menurutnya, dalam sistem politik yang serba uang seperti ini, Muhammadiyah perlu mengongkosi para caleg (kader Muhammadiyah—ed.) dengan zakat. Jadi, caleg dibiayai dengan dana zakat, karena masuk asnaf sabilillah,” kenang Mu’ti.
Diversifikasi Kader: AUM
Selain kader politik, lanjut Mu’ti, kader-kader yang mengisi Amal Usaha Muhammadiyah juga penting. Salah satu unit kader yang diharapkan dapat mengisi amal usaha besar di Muhammadiyah adalah IMM. Akan tetapi, Mu’ti juga memberikan kritik terhadap organisasi otonom ini. Kader-kader IMM dituntut supaya meningkatkan kompetensi mereka.
“Jangan sampai amal usaha besar tidak ada yang mengisi kader-kader IMM. Tetapi pada saat yang sama, IMM juga harus memiliki keunggulan. Sehingga ketika masuk AUM bukan karena IMM-nya, melainkan karena kompetensinya.”
Diversifikasi Kader: Opinion Maker
Selain kader politik dan AUM, yang tidak kalah penting adalah kader yang berperan sebagai opinion maker. Peran kader ini penting untuk mewarnai opini publik dengan cara menulis di media massa. “Ini adalah jati diri Muhammadiyah sebagai gerakan literasi atau ilmu,” tegas Mu’ti. “Maka perlu ada perubahan budaya atau dalam konteks Muhammadiyah meneguhkan identitas atau budaya asli Muhammadiyah, yaitu literasi (iqra’—ed.).”
Mu’ti mengingatkan bahwa saat ini telah pergeseran dari budaya membaca dan menulis ke budaya mendengar dan komentar. Menurutnya, tradisi menulis harus dihidupkan dan digiatkan kembali di Muhammadiyah. “Pak Haedar Nashir dalam konteks ini telah memberikan contoh kepada kita semua,” tegasnya.
Diversifikasi Kader: Profesional
Selain kader politik, AUM, dan opinion maker, Mu’ti menyampaikan perlunya kader-kader profesional di berbagai masyarakat. Terutama pengusaha muda atau pembisnis muda yang masih sangat kurang di Muhammadiyah. “Ekonomi adalah bagian dari dunia yang harus kita kuasai. Selama ini kita sibuk anti asing, tetapi tidak memberi solusi atas berbagai persoalan yang dibutuhkan masyarakat,” pungkasnya.
Demikian pesan Abdul Mu’ti selaku Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah ketika membuka Rakornas MPK PPM di Bengkulu. Rakornas yang digelar pada 7-9 Februari dihadir pengurus MPK dari 29 Provinsi se-Indonesia dengan mengangkat tema: “Regenerasi Kepemimpinan Muhammadiyah untuk Indonesia Berkemajuan.”