Dalam upaya menjaga kesinambungan gerak dakwah Muhammadiyah di Taiwan, PCIM Taiwan senantiasa melakukan regenerasi kader dan pimpinan. Regenerasi diupayakan melalui beberapa cara, satu diantaranya adalah melalui estafet kepemimpinan. Dalam Musyawarah Cabang Istimewa (Muscabis) Muhammadiyah Taiwan tahun 2018, anggota Musycabis mengamanahkan Ahmad Syauqy menjadi Ketua PCIM Taiwan. Seiring berjalannya waktu, Syauqy, yang merupakan cucu Buya Hamka ini berhasil menyelesaikan studi doktoralnya pada Juni 2019 ini, sehingga ia harus kembali ke Indonesia.
Berdasarkan hasil rapat pleno tim formatur, disepakati bahwa estafet kepemimpinan PCIM Taiwan diamanahkan kepada Andi Azhar. Andi sendiri bukan orang baru di organisasi ini. Ia adalah salah satu generasi awal dan pendiri PCIM Taiwan di tahun 2014. Ditemui di sela-sela aktifitas kesehariannya, Andi mengatakan bahwa amanah ini sungguhlah teramat berat baginya.
“Sebenarnya sejak awal, saya menolak dan meminta rekan-rekan kader yang lain untuk mengemban amanah ini. Namun tim formatur ternyata tetap bersuara bulat untuk mengamanahkannya kepada saya. Sebagai kader, tentu ini adalah bagian dari tugas yang harus diemban dengan penuh tanggungjawab”. Jelas Andi.
Andi sendiri merupakan dosen Universitas Muhammadiyah Bengkulu yang tengah memyelesaikan studi doktoralnya di bidang Administrasi Bisnis. Sebelum terjun di Muhammadiyah Taiwan, Andi tercatat sebagai pengurus Majelis Pustaka dan Informasi PWM Bengkulu serta Sekretaris Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional PWM Bengkulu.
Menurutnya, tantangan dakwah Muhammadiyah di Taiwan ini semakin dinamis dan beragam. Sangat berbeda dengan saat dirintis 6 tahun yang lalu. “Muhammadiyah Taiwan hari ini tentu berbeda dengan Muhammadiyah Taiwan 6 tahun yang lalu. Dulu, tantangan dakwah kami adalah bagaimana membuat organisasi bisa terus berjalan secara berkesinambungan. Namun kini, Muhammadiyah Taiwan sudah mencapai titik kestabilan organisasi, sehingga tantangan dakwahnya pun berbeda. Dakwah Amar Makruh Nahyi Munkar yang menjadi langgam gerakan ini, perlu ditafsirkan secara kontekstual dengan kondisi Taiwan. Di Taiwan terdapat lebih dari 270.000 WNI yang menetap sebagai pekerja, mahasiswa, maupun membuka usaha bisnisnya. Islam sangat diterima di negeri ini. Namun perlu pendekatan berbeda dalam mengenalkan Islam sebagai agama yang damai dan mengajarkan kebaikan” Ucap Andi.
Bagi Andi, ia ingin menjadikan pemaknaan ibadah bukan saja sebagai ibadah maghdoh, melainkan ibadah sosial juga. Ini sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh Kyai Dahlan yang mengajarkan semangat Almaun kepada para santrinya.
“Di periode satu tahun mendatang, kami ingin terus menggenjot ibadah-ibadah sosial ini menjadi kesalehan sosial sehingga Muhammadiyah Taiwan melalui gerakan dan amal usahanya benar-benar bisa dirasakan manfaatnya bagi seluruh WNI dan muslim yang berada di Taiwan. Dan jalan ini sudah dirintis oleh para pendahulu sebelumnya, kami tinggal melanjutkan dan memberi warna agar dakwah kami bisa semakin diterima oleh masyarakat”, pungkasnya.
————–
Source : Tim Media Center PCIM Taiwan