Perspektif

Nilai-Nilai Perdamaian dalam Tradisi Yahudi

3 Mins read

Nilai Perdamaian I Tidak ada agama di dunia ini yang mengajarkan kekerasan apalagi pembunuhan. Adapun teks-teks yang menyerukan untuk melakukan perang, hal itu berkaitan dengan konteks dimana sebuah ayat turun terkait perjuangan untuk melawan kebatilan bukan pembunuhan. Tetapi sejatinya, tidak ada yang menghalalkan untuk berperang apalagi di konteks yang damai.

Setiap agama selalu mengajarkan arti kasih sayang tanpa melihat status sosial. Sebab kasih sayang, nilai perdamaian, dan cinta adalah konsep yang universal bagi manusia di dunia.

Berbicara mengenai perdamaian, antikekerasan, dan kasih sayang bukan saja terdapat di dalam tradisi Islam. Melainkan terdapat di dalam setiap tradisi keagamaan, salah satunya agama Yahudi. Menurut pendapat sebagian masyarakat, agama Yahudi selalu dipandang sebagai agama yang “jahat”. Dikarenakan sikapnya yang sewenang-wenang terhadap penduduk Palestina dan ambisinya yang ingin menguasai ekonomi dunia.

Pendapat ini tidak selamanya benar. Sebab, teks-teks kerabian utama dari zaman kuno akhir menyatakan dengan sangat jelas. Sebagaimana dikatakan oleh Jeremy Milgrom, “Gadol Hashalom” (perdamaian adalah nilai yang tertinggi dari semua nilai). Dari perkataan Milgrom sangat jelas, bahwa di dalam tradisi Yudaisme juga memegang teguh prinsip-prinsip perdamaian dan antikekerasan (Christopher, 2005).

Selain itu, perkataan ini hanyalah salah satu dari beberapa prinsip yang tegas dijelaskan dalam tradisi Yudaisme. Sebab sejatinya, ada beberapa pernyataan lain yang terkait mengenai perdamaian dan antikekerasan dalam tradisi Yudaisme.

Pernyataan Tentang Nilai Perdamaian dalam Tradisi Yahudi

Dalam agama-agama Semitik, sesungguhnya ada titik-titik penting yang mendorong umat manusia untuk berdialog, saling memahami, saling mengenal, dan menyayangi, lalu berbagi dan bekerja sama dalam kebajikan. Seorang Rabbi, filosof dan cedekiawan Yahudi, yakni Jonathan Sacks, menegaskan bahwa salah satu bagian jenius kreatif dari agama Yahudi adalah tema tentang perdamaian “mesianik” yang utama.

Baca Juga  Kadang Islam Perlu Menjadi Oposisi Penguasa

Dimana semua perbedaan diantara manusia akan berakhir dan semua ketegangan akan terselesaikan (Bahri, 2021). Bagi Jonathan Sacks, ajaran Yahudi yang genius mengenai perdamaian adalah memberi keseimbangan antara nilai-nilai mesianik dan yang praktis mengenai perdamaian disini dan kini yang bergantung pada kelompok yang beraneka hidup bersama penuh kasih tanpa usaha untuk menekan orang lain (Almirzanah, 2008).

Dalam kitab suci Ibrani kata “perdamaian” muncul di beberapa ayat, seperti: (Christopher, 2005) 

1). Dan Aku akan memberi damai sejahtera di dalam negeri itu, sehingga kamu akan berbaring dengan tidak dikejutkan oleh apapun. (Im 26:6)

2). Dimana ada kebenaran disitu akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketentraman untuk selama-lamanya. (Yes 32:17)

3). Damai sejahtera-Ku adalah kasih setia dan belas kasihan. (Yer 16:5)

***

Dalam teks-teks di atas, perdamaian adalah kata yang menunjukkan tercapainya semua nilai kasih sayang dan kebaikan. Selain kata “perdamaian”, di dalam tradisi Yahudi juga ada kata “shalom” (damai), seorang Rabbi ketika mengawali wejangannya di Baitul Maqdis, mengatakan bahwa kuncinya terletak pada kata “syemayim” (surga). Dalam Bahasa Ibrani, kata syemayim terbentuk dari dua kata yang berlawanan: esy yang berarti “api” dan mayim yang berarti “air”.

Air tidak menghilangkan api, dan api tidak melenyapkan air. Keduanya berada pada posisi masing-masing. Melalui kata syemayim, api (esy) dan air (mayim), yang berbeda didamaikan, tidak terlebur satu sama lain dan tidak saling meniadakan. Jadi, kunci bagi penghadiran shalom (damai) di bumi adalah bagaimana kita saling “menciptakan ruang” bagi yang lain: tidak saling menindas, memaksa, atau membunuh (Noorsena, 2000).

Selain itu, dalam tradisi agama Yahudi manusia dipandang ada dalam imajinasi Tuhan (image of God). Dia memerintahkan manusia untuk menjaga keselamatan hidup diri sendiri dan orang lain secara serius. Membunuh satu jiwa dianggap setara dengan membunuh seluruh manusia. Menghormati manusia dalam tradisi Yahudi berarti meneruskan proses penciptaan manusia yang dimulai oleh Tuhan. Manusialah yang ditugaskan oleh Tuhan untuk menjaga dunia yang telah diciptakan-Nya.

Baca Juga  Omnibus Law ‘Jalan Tol’ Rezim Jokowi (Bagian 2)

Oleh karena itu, di dalam tradisi Yahudi terdapat aturan hukum atau prinsip perundang-undangan yang disebut dengan “Seven Universal Laws of Humanity” atau “Noachide Laws”. Adapun isinya antara lain: 1). Do not murder (jangan membunuh). 2). Do not steal (jangan mencuri). 3). Do not worship false gods (jangan menyembah Tuhan palsu). 4). Do not be sexually immoral (jangan melakukan perbuatan cabul). 5). Do not eat the limb of an animal before it is killed (jangan memakan anggota tubuh hewan sebelum dibunuh). 6). Do not curse God (jangan mengutuk Tuhan). 7). Set up courts and bring offenders to justice (berlaku adil dan membawa pelaku kejahatan ke pengadilan). (Rofiq, 2012).

Bagaimanapun lahirnya kekerasan memiliki banyak faktor, salah satunya adalah interpretasi yang salah. Tetapi sejatinya, semua agama mengajarkan perdamaian dan kasih sayang.

Daftar Referensi

Almirzanah, S. (2008). When Mystic Masters Meet (Paradigma Baru dalam Relasi Umat Kristiani-Muslim. Jakarta: Penerbit Gramedia.

Bahri, M. Z. (2021). Satu Tuhan Banyak Agama (Pandangan Sufistik Ibn’Arabi, Rumi, dan Al-Jili). Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Christopher, D. S. (2005). Lebih Tajam Dari Pedang (Refleksi Agama-Agama tentang Paradoks Kekerasan). Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Noorsena, b. (2000). Religi & Religiusitas Bung Karno (Keberagaman Mengokohkan Keindonesiaan). Bali: Bali Jagadhita Press.

Rofiq, A. (2012). Tafsir Resolusi Konflik (Model Manajemen Interaksi dan Deradikalisasi Beragama Perspektif al-Qur’an dan Piagam Madinah). Malang: UIN-Maliki Press.

Editor: Soleh

Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds