Inspiring

Obituari Ustazah Tuti: Pemimpin Teduh, Pendidik yang Melintas Batas

4 Mins read

Berdenting notifikasi tanpa henti di grup WhatsApp angkatan saya di Madrasah Mu’allimaat Muhammadiyah Yogyakarta akhir pekan lalu. Sosok yang kelembutan dan kehangatannya kami rindukan, telah berpulang ke haribaan Sang Maha Pencipta. Ialah Ustazah Fauziyah Tri Astuti yang akrab kami panggil Ustazah Tuti atau Ibu Tuti. Ustazah Tuti berpulang lima jam setelah kepulangan suami yang amat dicintainya, Bapak Taufik, pada Ahad pagi. Innalillahi wa inna ‘ilaihi raaji’uun.

Fenomena yang dirindukan setiap Muslim, sehidup sesurga. Bertebaran pesan-pesan kehilangan dan kesedihan yang atmosfernya membuat saya gemetar di mobil travel perjalanan pulang. Saya terkesiap. Memori-memori hangat beberapa tahun silam menyeruak dalam hati dan pikiran. Saya sungguh rindu Ustazah Tuti, tidak habis air mata saya setiap kali mengingatnya. Setiap pesan di gawai yang saya baca dari status kawan-kawan menyiratkan rasa kehilangan yang amat besar terhadap kedua sosok pendidik yang shalih dan shalihah seperti Bapak Taufik dan Ustazah Tuti.

Malam sebelum kepulangan Ustazah Tuti, hati saya risau dan menanyakan kabarnya melalui sahabat saya yang masih mengabdi menjadi Ustazah di Madrasah kami tercinta. Berdoa dan harap-harap cemas supaya Ustazah Tuti lekas membaik. Bersama tulisan ini, saya ingin menuliskan betapa sosok Ustazah Tuti yang hangat, teduh, menenangkan, dibalut kelembutan senantiasa terpatri di hati murid-muridnya.

Pemimpin dan Pendidik Perempuan yang Dirindukan

Selepas purna tugas sebagai Direktur Madrasah Mu’allimaat Muhammadiyah selama hampir 10 tahun, Ustazah Tuti kembali menjadi pendamping kami sebagai guru BK dan Muatan Lokal Wajib Kepemimpinan di Mu’allimaat, sekolah calon para pemimpin perempuan. Di kala bosan, Ia memperbolehkan kami mendengarkan lagu dengan catatan hanya lagu-lagu theme song Muktamar Muhammadiyah atau ‘Aisyiyah dari masa ke masa. Sampai kami hafal di luar kepala lagu-lagunya, tapi kami tetap bergembira mendengarkan.

Baca Juga  Mambangkik Batang Tarandam: 85 Tahun Buya Syafii Maarif

Di pertengahan ‘Aliyah saya menjadi lebih dekat dengan Ustazah Tuti, karena harus mempersiapkan berbagai macam hal untuk pertukaran pelajar AFS ke Italia. Ustazah Tuti menjadi salah satu sosok yang tiada henti mendukung dan memberikan akses tanpa syarat untuk memudahkan saya menyelesaikan berbagai proses rumit yang harus dilalui selama berbulan-bulan. Pasalnya, di Madrasah kami tidak diperbolehkan membawa alat komunikasi sehingga dengan tangan terbuka Ustazah Tuti memberikan bantuan kepada saya kala itu.

Di ujung koridor lantai dua, ruang BK, dan di sudut-sudut Madrasah menjadi saksi-saksi sunyi perbincangan saya dan Ustazah Tuti. Tidak hanya di Madrasah, beberapa kali Ustazah mengajak saya ke rumahnya yang tidak jauh dari Madrasah dan masih berada di gang yang sama.

Ustazah Tuti tidak hanya hadir sebagai seorang guru BK namun juga sosok ibu yang hangat kepada anak didiknya yang merantau ke Yogyakarta dan jauh dari orang tua. Tidak jarang pula saya mengeluh dan menangis kepadanya, membayangkan semua mustahil bisa tercapai dan berhasil sampai berangkat ke Italia. Dengan sosoknya yang tenang, lembut, dan meneduhkan, Ustazah Tuti menjadi pendengar yang baik. Tidak hanya untuk saya seorang, mungkin juga murid-murid yang pernah dididiknya di Madrasah juga merasakan hal yang sama.

Di tengah keputusasaan yang membuat saya risau saat pelajaran masih berlangsung, saya kerap melipir ke ruangan Ustazah Tuti untuk bercerita atau meminta tolong untuk mempersiapkan berkas yang diminta AFS Indonesia. Dengan hangat, tanpa memarahi karena saya yang cukup bandel keluar di tengah pelajaran, Ustazah mengizinkan saya sebentar lalu mempersilahkan saya kembali ke ruang kelas.

Sampai hadir suatu masa, tiga bulan sebelum jadwal keberangkatan AFS di tahun 2017. Madrasah membuat program baru Mubaligh Hijrah Internasional ke Malaysia. Angkatan saya yang saat itu kelas 11 ‘Aliyah akan menjadi angkatan pertama. Saya hampir tidak mungkin turut ikut menjadi salah satu santri yang berangkat, sebab segala persiapan keberangkatan AFS belum tuntas. Ditambah terlalu banyak modal yang harus dikeluarkan. Namun, saat itu Ustazah justru mendorong saya untuk turut serta.

Baca Juga  Muhammadiyah: Tajdid Irfani Sebagai Alternatif

“Sayang kalau Mbak Nabila nggak ikut. Sudah sekarang persiapkan diri Mbak Nabila, nanti matur ke Bapak. Biar Ustazah yang mengurus, Nabila bisa fokus mencari tambah-tambah uang saku ke Italia atau untuk keperluan lain,” sahut Ustazah Tuti.

Dorongan dari Ustazah mengokohkan keyakinan saya untuk turut ikut melalui seleksi yang diadakan oleh Madrasah sampai akhirnya saya bisa menjadi salah satu dari murid yang berangkat waktu itu. Beberapa waktu saya update kehidupan di sebuah panti asuhan di Sik Kedah Malaysia kepada Ustazah. Tanpa gengsi Ustazah mengirim pesan, “Apa kabar Nabila di Kedah? Kok Ustazah jadi kangen ya,” begitu sapanya di sela tugas saya di Malaysia. Sekembali dari Malaysia, saya tidak masuk lagi ke Madrasah karena menunggu keberangkatan AFS ke Italia. Sebelum berangkat Ustazah selalu ramah mengirim pesan kepada saya.

“Nabila selalu kabar-kabar ya ke Ustazah. Kan Nabila dah nggak masuk lagi ya. Oh iya, nah kalau pas di Jogja bisa mampir ke rumah Ustazah atau ke Madrasah ya. Alhamdulillah, memantapkan langkah menuju Italia. Ustazah tunggu cerita-ceritanya.”

Selama saya pergi ke Italia, Ustazah kerap mengirimkan kabar-kabar yang terjadi di Madrasah. Ia mengabarkan kapan pengumuman SNMPT teman-teman dan mengirimkan daftar teman-teman yang lolos. Saya bertukar kabar lewat video-video yang saya buat. Sepulang dari Italia, justru Ustazah Tuti yang menyapa saya terlebih dahulu, “Selamat pulang kembali ke Indonesia dan berkumpul dengan keluarga. Ustazah dah kangen… Lama nggak berbagi cerita dan pengalaman,” ucap beliau.

Seorang Pendidik yang Melintas Batas

Sebagai seorang guru Ia tidak sungkan menyapa terlebih dahulu murid-muridnya dengan penuh kehangatan. Bahkan dengan tulus menyampaikan kerinduannya. Relasi yang dibangunnya tidak berhenti ketika kami sudah lulus. Ia akan mencarikan peluang-peluang untuk belajar. Memberi nasihat tanpa mendikte. Menyapa selayaknya seorang ibu.

Baca Juga  Kisah Pak AR Berkali-kali Menolak Jabatan

Setelah saya lulus dan Ustazah mengetahui saya belajar di jurusan antropologi. Ia menghubungkan saya dengan Miss Claire Hefner, seorang antropolog perempuan yang di masa kepemimpinannya menjadi direktur melakukan penelitian beberapa tahun di Madrasah.

Tidak hanya itu, Ustazah Tuti memberikan Magnum Opus Profesor Mitsuo Nakamura, antropolog dari Jepang tentang pergerakan Muhammadiyah di Kotagede selama satu abad yang berjudul Bulan Sabit Terbit Di Atas Pohon Beringin. Saat mampir ke madrasah, Ustazah menyempatkan menemui saya bahkan mengajak foto bersama, “Ustazah kepingin foto sama Mbak Nabila dan Mbak Fida.” Sungguh, Ia sangat tidak gengsi kepada kami murid-muridnya.

Ustazah tidak hanya mendidik murid-muridnya lewat lisan. Ia mengerahkan seluruh kekuatan dan hidupnya melalui segenap panca indera yang dikaruniai Tuhan dengan tulus, ikhlas, dan tanpa pamrih. Ia membangun relasi yang kokoh, menghujam sampai ke hati dan melintasi segala masa dan zaman.

Ustazah Tuti adalah sosok pendidik yang tidak terbatas pada dinding-dinding kelas. Beliau adalah sosok pendidik yang melintas batas. Seorang pemimpin perempuan yang lembut dan penuh keteladanan. Seorang ibu dan istri yang shalihah bagi keluarganya. Dan seorang pendidik yang disayangi murid-muridnya. Terima kasih Ustazah Tuti, kehadiran Ustazah tidak lekang oleh waktu dan masa. Meskipun Ustazah telah pergi, Ustazah akan tetap hidup di hati sanubari kami semua.

Selamat jalan menuju keabadian, kembali dengan tenang ke haribaan ilahi.

Editor: Soleh

Avatar
1 posts

About author
Lulusan Muallimat Yogyakarta Tahun 2019. Wakil Ketua DPP Ikatan Mahasiswa Abituren Madrasah Muallimin Muallimat Muhammadiyah Yogyakarta
Articles
Related posts
Inspiring

Kenal Dekat dengan Abdul Mu'ti: Begawan Pendidikan Indonesia yang Jadi Menteri Dikdasmen Prabowo

3 Mins read
Abdul Mu’ti merupakan tokoh penting dalam dunia pendidikan dan organisasi Islam di Indonesia. Ia dikenal sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode…
Inspiring

Beda Karakter Empat Sahabat Nabi: Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali

4 Mins read
Ketika berbicara tentang sosok-sosok terdekat Nabi Muhammad SAW, empat sahabat yang paling sering disebut adalah Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman…
Inspiring

Spiritualitas Kemanusiaan Seyyed Hossein Nasr

3 Mins read
Islam memiliki keterikatan tali yang erat dengan intelektual dan spiritual. Keduanya memiliki hubungan yang sangat dekat dan merupakan dua bagian realitas yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds