Perspektif

Ojo Dumeh Kamu Masih Sehat Seenaknya Menolak Jenazah Pasien Positif Covid-19

3 Mins read

Belum tuntas penanganan pasien Covid-19 yang melanda masyarakat Indonesia, kita dihadapkan pada realitas sosial yang sangat memalukan sekaligus memprihatinkan. Yaitu penolakan terhadap jenazah pasien positif Covid-19. Masyarakat menolak jenazah tanpa alasan yang jelas. Dengan cara membarikade jalan–memarkir truk–serta menghalau ambulans pembawa jenazah meskipun dikawal oleh mobil polisi. Sangat miris!

Bahkan, upaya Bupati yang turun tangan menenangkan warga, turut menggali makam, dan menggotongnya tetap saja tidak digubris. Warga tetap menolak, kuburan harus dibongkar, dan jenazah dipindah ke tampat lain.

Kondisi yang sangat memilukan dan menggoncang rasa kemanusiaan juga terjadi di kalangan masyarakat. Yakni, tawuran antar-warga dan hajatan Kapolsek di tengah-tengah pandemi virus Corona. Realitas tersebut patut kita sesalkan di tengah hiruk pikuk, bahu membahu, gotong royong, dan bekerja sama seluruh anak bangsa dalam membasmi penyebaran wabah Virus Corona. 

Nalar Pikir Sesat

Nalar pikir sesat anti Sains yang ditontonkan kepada kita. Semua itu menunjukkan bahwa pada masyarakat agraris sangat mudah pikiran dan perasaannya disusupi oleh provokator. Dia berusaha untuk menurunkan harkat dan martabat dirinya dan masyarakat kampung pada umumnya.

Provokator mengedepankan emosi tanpa menghiraukan rasa kemanusiaan. Dapat dikatakan dia telah berhasil dalam ‘mengompori’ masyarakat di tengah-tengah edukasi dan sosialisasi yang sedang digencarkan Pemerintah.

Bagaimana perasaan keluarga yang masih hidup yang jenazah keluarganya ditolak oleh warga? Siapa sih di antara kita yang mau tertimpa musibah seperti itu? Bagaimanakah nasib mereka ketika secara tidak disengaja mendapat musibah yang sama di kemudian hari, kemudian jenazahnya ditolak juga? Tentu tidak mau bukan?

Minim Literasi dan Sosialisasi

Oleh karena itu, janganlah kita berbuat semau sendiri, mengikuti hawa nafsu yang tidak disertai dengan literasi yang cukup. Agar stigmatisasi negatif tidak berlanjut. Sudah saatnya kita selalu berfikir jenih, penuh pertimbangan, dan bijak dalam menyikapi setiap provokasi yang memecah-belah kerukunan kita semua.

Baca Juga  Sektor Pariwisata: Devisa Menurun Akibat Pandemi COVID-19

Banyak ahli yang mengatakan, perilaku negatif seperti itu terjadi karena mereka sangat percaya dengan media sosial yang setiap hari ‘perang stiker’ dan mencekoki dengan berita hoax. Berita dari sumber yang tidak jelas mengenai keganasan virus Corona. Informasi yang tidak berimbang ditambah kepanikan menyebabkan mereka tidak bisa berfikir jernih.

Yang jelas, perilaku arogan dan intoleransi juga disebabkan oleh kurangnya edukasi, sosialisasi, dan informasi positif dari pemerintah, dan seluruh unsur masyarakat terkait. Upaya persuasif dalam rangka memasyarakatkan sikap toleransi, empati, dan simpati masih perlu dipupuk-ratakan bersama.

Contoh Kurang Baik dari Pemerintah Daerah

Di tengah-tengah komando tunggal dari Presiden, ada juga sebagian pemerintah daerah yang memberikan contoh kurang baik dengan membuat kebijakan sendiri—keluar dari kebijakan yang sudah digariskan pemerintah pusat—dengan melakukan lockdown wilayah secara terbatas. Alhasil, terjadi penolakan terhadap jenazah pasien positif Covid-19 yang akan dimakamkan di wilayahnya.

Begitu juga, buruknya stigma terhadap orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), dan pasien positif Covid-19, juga telah menyebabkan hilangnya ‘akal sehat’ mereka. Sehingga dengan begitu mereka tega tanpa disertai rasa kemanusiaan menolak dengan ‘kasar’ jenazah positif Covid-19.

“Pokoknya, kami menolak! Balik-balik…, jangan dimakamkan di sini,” hardik masyarakat dengan ‘beringas’ kepada iring-iringan mobil ambulan yang hendak mengantar jenazah pasien positif Corona ke pemakaman.

Ojo dumeh, masih sehat, sehingga bisa sewenang-wenang berbuat kepada jenazah dan keluarga jenazah yang sedang dirundung musibah.

Memecah Gelombang Penolakan Menjadi Penerimaan

Suasana keruh terhadap penolakan jenazah Covid-19 juga tidak lepas dari adanya provokator yang ingin ‘mencari panggung.’ Mereka menghasut masyarakat untuk menolak mentah-mentah jenazah pasien positif Covid 19, meskipun sudah dibungkus plastik berlapis-lapis sehingga tidak ada lagi kontaminasi.

Baca Juga  Rasionalitas di Tengah Kepanikan Massa Virus Corona

Memang, gelombang penolakan terhadap jenazah yang positif Covid-19 telah terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Namun, semua akan dapat diatasi manakala edukasi, sosialisasi, dan persuasi dapat segera diaktualisasikan secara terus-menerus kepada masyarakat.

Dengan berbagai upaya di atas diharapkan, sikap toleransi dan kesadaran masyarakat dapat terbangun di tengah upaya membasmi wabah Corona yang sangat menguras energi dan air mata. Dengan kata lain, stigmatisasi terhadap jenazah pasien Positif Covid-19 dapat luntur dan mereka dapat menerima dengan baik, saudara mereka yang telah dipanggil Tuhan YME.

Merajut Kembali Sikap Gotong Royong

Sikap toleransi dan gotong royang yang tampak sekali sedang meredup, perlu digairahkan kembali. Ketika hal itu berhasil akan muncul sikap empati dan simpati terhadap korban meninggal akibat positif Covid-19. Sebagai sesama calon ahli kubur, sudah sewajarnya apabila kita bisa menerima dan menghormati serta menyelenggarakan pemakaman dengan baik.

Pemerintah hendaknya segera membentuk tim khusus untuk pemulasaran dan penguburan jenazah pada lokasi pemakaman khusus jenazah pasien positif Covid-19, sehingga tidak ada lagi histeria Corona. Masyarakat diharapkan dapat berkorban, berendah hati, dan menunjukkan keluhuran budi, serta sikap kemanusiaan dan kebersamaan.

Kepada keluarga yang meninggal, sudah seharusnya dibantu dengan sepenuh hati.  Sikap berlebihan tanpa alasan yang jelas, selain mencoreng muka sendiri, juga menunjukkan hilangnya keluruhan budi dan rasa solidaritas sosial sebagai bangsa yang berbudi luhur.

Bantuan Tunai Segera Dicairkan

Gelombang penolakan diharapkan dapat dipecah menjadi gelombang penerimaan di tengah sulitnya masyarakat mendapatkan penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan primer mereka.

Keputusan pemerintah untuk memberikan pembebasan pembayaran tagihan listrik 450-900 VA selama 3 bulan ke depan, penambahan jumlah dan percepatan pembagian kartu prakerja, pembebasan bersyarat kepada para narapidana umum, pembagian bantuan langsung tunai, bantuan pangan non tunai, serta insentif lainnya diharapkan dapat sedikit menghibur masyarakat.

Baca Juga  "Kecongkakan" dalam Beragama

Ide kreatif dan cerdas pemerintah yang pro-poor juga diharapkan dapat mengurangi gejolak sosial akibat pengangguran dan pemutusan hubungan kerja sementara. Tujuan akhirnya, masyarakat tetap tenang, tetap bekerja dari rumah, tetap melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), tetap dapat memenuhi kebutuhan hidupnya di tengah pandemi virus Corona.

Editor: Arif

Avatar
13 posts

About author
Pegiat Ekonomi Syariah, alumni PPs UIN Raden Intan Lampung, Pesma Baitul Hikmah Surabaya, S3 Ilmu Sosial Unair, & S3 Manajemen SDM UPI YAI Jakarta
Articles
Related posts
Perspektif

Etika di Persimpangan Jalan Kemanusiaan

1 Mins read
Manusia dalam menjalankan kehidupannya mengharuskan dirinya untuk berfikir dan memutuskan sesuatu. Lalu Keputusan itulah yang nanti akan mengantarkan diri manusia ke dalam…
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds