Falsafah

Omid Safi: Tiga Tipologi Pemikiran Arab

2 Mins read

Tentang Omid Safi

Omid Safi seorang Profesor Kajian Asia dan Timur Tengah Iran-Amerika di Duke University. Berkelahiran 1970 di Florid, Amerika. Berkaitan dengan muslim yang progressif ada satu hal yang berkaitan dengan idenya yakni Multiple Critique yang secara harfiahnya itu adalah kritik ganda.

Karena kritik ganda yang dilakukan terhadap Islam dan modernitas yang sebagaimana ini adalah termasuk isu di dalam bangsa Arab. Tujuannya didasari untuk menentukan posisinya di dalam masa sekarang terkait kemajuan bangsa Arab.

Tetapi, dengan adanya Multiple Critique seorang muslim progressif ini harus bisa cermat dalam isu terkait keadilan sosial, masalah kesataraan gender, dll. Karena, itu semua isu-isu yang sensitif yang terkait dengan humanisme. (Subhan, 2017)

Ide-ide mengenai humanis itu menurutnya harus mendunia. Dengan ditambah kata-katanya seorang Omid Safi“The Essesntial Value Of Human Life Is God Given and is No Way Connected to Culture, Geography or Privillage”.

Artinya, bahwa esensi nilai kemanusiaan merupakan anugerah dari Allah dan oleh karenanya tidak terbatas oleh budaya, geografi, dan status sosial keistimewaan. Jelas, kata-katanya menyinggung bahwa kita manusia sebagai ciptan-Nya harus bisa menjadi manusia yang memanusiakan manusia.

Tipologi Pemikiran Arab

Tipologi Pemikiran Arab (1): Transformatik

Tipologi pemikiran ini mewakili pemikiran Arab yang secara radikal. Mengajukan proses transformasi masyarakat muslim Arab yang berbudaya tradisional patriarkal kepada masyarakat rasional dan ilmiah.

Karena, di dalam tipologi ini, menolak tentang bagaimana cara pandangnya orang Arab yang percaya terhadap yang mistis dan ini tidak mencapai nalar praktis dan itu semua hanya tradisi yang diwariskan turun menurun oleh nenek moyang dan semua itu jelas tidak relevan dengan tuntutan zaman sekarang.

Baca Juga  Spat-Kapitalismus: Tertindas, tapi Tak Merasa Tertindas

Tipologi Pemikiran Arab (2): Reformistik

Tipologi pemikiran ini punya kecenderungan meyakini bahwa antara turats dan modernitas kedua-duanya adalah baik. Dan semua itu tergantung cara menyikapinya dengan baik dan bijak. Karena, turats ini milik lampau dan modernitas ini milik Barat.

Maka, bisa terjadi kesalahan apabila kita memilih salah satunya yang bagaimanapun di zaman sekarang tidak bisa bergantung terhadap hal-hal yang sudah lampau saja. Tetapi, perlu juga menggunakan apa yang ada pada masa modern atau yang hal yang diciptakan oleh Barat.

Tipologi Pemikiran Arab (3): Konservatif

Tipologi pemikiran ini biasa dikenal dengan salafiyah. Dikabarkan bahwa golongan ini merupakan yang mengajak orang untuk kembali kepada ulama salaf yakani ulama yang hidup pada tiga generasi antara sahabat Nabi SAW, tabi’in, dan atba-tabi’in.

Di dalam golongan ini mempunyai ciri khas slogan yang biasa dikemukakan yakni umat Islam itu harus kembali ke ajaran Islam yang asli yang dari Al-Qur’an dan hadis.

Lalu, semua pemikiran dari hal-hal yang menurut rasio itu baik dan bijak, tetap harus disandarkan terhadap nash-nash yang sahih.

Wacana pemikiran Arab kontemporer banyak pasang surutnya dan banyak corak aliran pemikiran yang mewarnainya. Dan apabila dilihat lebih jauh apa saja yang dibicarakan itu adalah tentang persoalan yang dihadapi oleh intelektual Arab. Yakni masih berkutat pada masalah isu tradisi dan modernitas.

Dan pengambilan sikap dalam kedua hal itu lah yang membuat terjadinya berkembangnya masalah isu tersebut dan latar belakang orang Arab dalam cara pikirnya. Dan yang bisa membuat gagasan-gagasan terhadap pembaharuan mereka ada pada intelektual mereka.

***

Karena, semua hal berkaitan dengan kaum terpelajar yang seiring banyaknya itu bisa membuat pola berpikir mereka ini akan berubah sedikit demi sedikit di dalam masyarakatnya. Tentu, faktor tersebut dipengaruhi oleh kaum terpelajar ini tidak lepas dengan usaha untuk memahami sosio budaya Arab.

Baca Juga  Bagaimana Filsafat Islam Mendefinisikan Eksistensi?

Bukan saja dilalui dengan prespektif subjektif, tapi juga dengan melalui prespektif orang lain. Menurut Hassan Hanafi, semua prespektif itu penting tidak hanya digunakan untuk perbandingan tapi digunakan untuk mencari solusi terbaik yang jelas untuk kebaikan bangsa Arab.

Dan dalam masalah tipologi yang menanggapi bagaimana masalah isu tradisi dan modernitas. Para intelektual Arab tidak serta merta disatukan masuk ke dalam satu tipologi. Karena mereka bisa keluar dari cara berpikirnya yang disebabkan adanya dialog dan interaksi yang terjadi pada para pemikir ini.

Terakhir, para pemikir Arab tidak hanya terpacu dalam setiap tipologi ini peduli dengan kategori tradisi dan modernitas. Tetapi, beberapa juga dilakukan pemikir Arab lainnya yang menunjukkan kepeduliannya terhadap akademis. Karena menurut mereka kemajuan Arab terletak pada kemajuan ilmu ilmiahnya.

Editor: Yahya FR

Avatar
1 posts

About author
Mahasiswa UIN Sunan Ampel
Articles
Related posts
Falsafah

Deep Ecology: Gagasan Filsafat Ekologi Arne Naess

4 Mins read
Arne Naess adalah seorang filsuf Norwegia yang dikenal luas sebagai pencetus konsep “ekologi dalam” (deep ecology), sebuah pendekatan yang menggali akar permasalahan…
Falsafah

Sokrates: Guru Sejati adalah Diri Sendiri

3 Mins read
Dalam lanskap pendidikan filsafat, gagasan bahwa guru sejati adalah diri sendiri sangat sesuai dengan metode penyelidikan Sokrates, filsuf paling berpengaruh di zaman…
Falsafah

Homi K. Bhabha: Hibriditas, Mimikri, dan Ruang Ketiga

4 Mins read
Homi K. Bhabha, salah satu tokoh terkemuka dalam teori pascakolonial, berkontribusi membangun wacana seputar warisan kolonialisme secara mendalam, khususnya melalui konsepnya tentang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds