Silaturahmi Bapak Muhammad Afnan Hadikusuma
Pada hari Sabtu Pon bertepatan tangga 24 Oktober 2020, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Semin menerima kunjungan/ silaturahmi Bapak Muhammad Afnan Hadikusuma anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI didampingi Bapak Saleh Chan, Ketua Tim Pemenangan Afnan.
Beliau disambut oleh seluruh anggota Pimpinan Cabang Muhamadiyah Semin dan Ngawen beserta para Pimpinan Ranting Kapanewon Semin dan Ngawen tersebut, beserta pimpinan Aisyiahnya. Pertemuan berlangsung di gedung PCM Semin, Kapanewon Semin, Gunungkidul.
Ini adalah silaturami pertama, kata Saleh Chan, setelah pemilu 2019. Beliau tidak pernah mencalonkan diri menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), tetapi karena amanah dari persyarikatan Muhammdiyah, beliaupun bersedia. Karena itu menjadi kewajiban bagi pak Afnan, setiap kali ada resesi, maka yang diutamakan adalah persyrikatan Muhammadiyah. Ada 15 lokasi yaitu di Bantul 4 lokasi, di Kodya 1 lokasi, di Sleman 3 lokasi, di Gunungkidul 6 lokasi, dan di Kulonprogo 1 lokasi, termasuk pertemuan kali ini untuk Semin-Ngawen.
Acara silaturahmi semacam ini digunakan untuk konsolidasi tingkat persyarikatan. Beliau menyampaikan apa yang sudah dilakukan sebagai bentuk pertanggungjawaban moral. Semua difokuskan ke Muhammadiyah.
Tentang Omnibus Law
Dalam silaturahmi itu, Muhammad Afnan Hadikusumo menyampaikan peranan DPD dalam pembentukan Omnibus Law hanya sampai tahap kedua dari empat tahap dalam pembentukan Undang-Undang tersebut, yaitu:
- Pengusulan atau penghantaran pimpinan eksekutif, oleh presiden atau diwakili Menkoham.
- Pendapat fraksi, yaitu bisa setuju atau tidak terhadap rancangan undang-undang tersebut. DPD juga dimintai masukan tapi bukan fraksi, hanya pendapat mini. Sesuai kewenangannya yaitu kepentingan wakil daerah dan akselarasi daerah. DPD mengusulkan agar Rancangan Undang-Undang Omnibus Law itu itu tidak membebani daerah dan harus merupakan aspirasi daerah. Sehingga, tidak mematikan kewenangan kepala daerah. Tapi, aspirasi DPD itu tidak diakomodir. Sehingga, setelah disahkan, ada temuan sebagai berikut:
- Perizinan Pembangunan Gedung ada undang-undangnya sendiri yaitu Undang-undang Pembangunan Gedung. Di dalamnya, disebutkan bahwa pembangunan gedung, harus ada izin rekomendasi kepala daerah. Tapi ternyata step itu tidak dilalui (dihilngkan?), tapi langsung ditarik ke pusat.
- Dalam Undang-Undang Mineral Batu Bara, disebutkan bahwa perizinan pertambangan mineral dan batu bara harus ada izin kepala daerah, itu juga hilang. Semua izin cukup di pusat.
- Pembangunan infrastruktur daerah harus atas izin daerah. Itu undang-undang lama juga hilang, diambil pusat.
Artinya, bahwa cita-cita awal reformasi berupa desentralisasi pembangunan sehingga daerah menjadi otonom (Undang-Undang nomor 32 tahun 2004), dipangkas semua dan ditarik ke pusat. Dengan alasan, bahwa di daerah itu orangnya tidak jujur. Sejak tahun 2009-2018 , ada 214 kepala daerah yang masuk penjara gara-gara jual beli kewenangan atau jual beli tanda tangan.
Akibatnya, yang terjadi adalah mengabaikan pasal 18 a dan b UUD 1945. Padahal, semua undang-undang tidak boleh bertabrakan dengan UUD 45 karena itu induknya. Karena punya kepentingan, maka pembahasannya cepat sekali, hanya dua bulan.
***
Berdasarkan pengalaman saya, biasanya membahas rencangan undang-undang sampai jadi undang-undang membutuhkan waktu minimal satu tahun. Tetapi, ini dibahas hanya dalam dua bulan. Dua bulan itu pun sedang banyak virus kovid. Pembahasan melalui Zoom meeting dengan menggunakan HP Android jarak jauh sehingga tidak bisa membahas pasal per pasal. Tanpa teks Rancangan Undang-Undang tersebut.
Lagi pula, naskah/teksnya juga tidak ada. Maka, wajar kualitas undang-undangnya seperti itu, banyak ditolak organisasi besar; NU menolak, Muhammadiyah menolak, organisasi profesi menolak: SBSI menolak, dokter-dokter menolak. Karena, undang-undangnya memang tidak berkualitas.
Kedua, karena tidak dikomunikasikan dan disosialisasikan dengan baik kepada masyarakat, sehingga masukannya tidak ada. Jumlah halaman tidak konsesisten, karena ada perubahan. Jumlah halaman yang pertama sekitar 800 halaman, yang terakhir 918 halaman.
Ternyata, ada yang paling akhir yaitu 1.113 halaman. Ini yang desebarkan ke Muhammadiyah, NU, dan MUI. Setelah disahkan, ternyata ada pasal yang dihilangkan. Setelah diketuk palu, masih diubah-ubah, maka batal. Setelah diserahkan ke Sekneg, Presiden tanda tangan. Namun ternyata ada pasal yang hilang, yaitu pasal tembakau.
Ada dua azas dalam undang-undang yaitu azas substansi dan azas formal. Azas substansi itu dari segi isi, azas formil yaitu dari segi prosedur. Dari segi prosedur, naskah itu sudah batal karena waktu pembahasan tergesa-gesa dan tidak akomodatif. Dari segi substansi, ada pasal yang disisip-sisipkan yang bisa disebut pasal penyelundupan. Ada pula pasal yang dihilangkan, bisa disebut pasal yang dikorupsi.
***
Ada tiga cara agar Undang-Undang Omnibus Law ini bisa tak diberlakukan:
- Dengan Yudicial Review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Tapi kalau melihat susunan hakim MK, agak sulit untuk menang. Ada 5 hakim yang diusulkan pemerintah dan DPR, yang 4 hakim mandiri, tapi sudah ketak-ketik dengan tim seleksi. Skornya tinggal 7;2.
- Pemerintah mengeluarkan Perppu pengganti. Tapi ini sudah ditolak oleh presiden. Presiden dengan tegas mengatakan bahwa ia tidak akan mengeluarkan Perppu pengganti Omnibus Law.
- Pemerintah tidak usah melaksanakan Undang-Undang Omnibus Law tersebut. Supaya negara itu menjadi aman, tidak ada demo, orang bisa bekerja tenang. Itu kalau ia seorang negarawan. Tapi itupun sulit. Caranya bisa meniru Pak Harto tentang tentang SD Inpres. SD Inpres itu siswanya dipaksa. Buta huruf wajib masuk SD Inpres. Tapi akhirnya presiden dipaksa untuk tidak melaksanakan.
Afnan menutup dengan mengatakan bahwa sekarang kita masuk masa resesi. Kita harus hati-hati menggunakan uang kita. Karena resesi ini bisa berakibat buruk. Terutama nanti kalau kebutuhn sembako sulit di pasar. Yang hidup di desa ini malah aman.
Kalau tidak bisa makan beras, ya makan ketela. Yang celaka itu yang di kota. Kalau tidak ada beras, mau makan apa? Apa mau makan tetangga? Jika ada kerusuhan, itu terjadinya di kota. Di desa tidak. Tidak punya minyak bakar yang pakai kayu dengan tungku api. Tidak punya minyak goreng, ya masaknya tidak perlu digoreng, direbus saja.
Siyasah Muhammadiyah
Dalam pertemuan itu, Bapak Saleh Chan, Ketua Tim Pemenangan Bapak Muhammad Afnan Hadikusumo yang mendampinginya, menyampaikan kebijakan siyasah dalam Muhammadiyah.
Muhammadiyah memiliki 5 modal utama, yaitu modal spritual, modal sosial, modal intelektual, modal managerial, dan modal jejaring. Lima modal ini menjadikan Muhammadiyah menjadi luar biasa. Bahwa Muhammadiyah mempunyai berbagai amal usaha, itu sudah banyak diketahui.
Di mana-mana ada sekolah Muhammadiyah, ada balai pengobatan PKU Muhammadiyah, dan lain-lain. Modal managerial adalah bentuk peletakan organisasi yang ada di Muhammadiyah yang begitu mapan. Sehingga semua regulasi dibuat untuk mengatur jalannya Muhammadiyah dalam berbagai aspek, termasuk dalam siyasah.
Hanya saja, perjuangan siyasah belum menjadi bagian perjuangan. Menurut beliau, kata siyasah سياسة (politik) diambil dari kata ساس (saasa) yang artinya memimpin, memerintah, mengatur, dan melatih. Dikatakan ساس القوم (saasa al qauma) artinya dia memimpin, memerintah, mengatur, dan melatih sebuah kaum.
***
Imam Abul Wafa Ibnu ‘Aqil Al Hambali berkata:
السِّيَاسَةُ مَا كَانَ مِنْ الْأَفْعَالِ بِحَيْثُ يَكُونُ النَّاسُ مَعَهُ أَقْرَبَ إلَى الصَّلَاحِ وَأَبْعَدَ عَنْ الْفَسَادِ، وَإِنْ لَمْ يُشَرِّعْهُ الرَّسُولُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا نَزَلَ بِهِ وَحْيٌ ؛ فَإِنْ أَرَدْتَ بِقَوْلِكَ ” لَا سِيَاسَةَ إلَّا مَا وَافَقَ الشَّرْعَ” أَيْ لَمْ يُخَالِفْ مَا نَطَقَ بِهِ الشَّرْعُ فَصَحِيحٌ، وَإِنْ أَرَدْتَ مَا نَطَقَ بِهِ الشَّرْعُ فَغَلَطٌ وَتَغْلِيطٌ لِلصَّحَابَةِ
“Siyasah (politik) adalah semua tindakan yang dengannya manusia lebih dekat dengan kebaikan dan semakin jauh dari kerusakan meskipun tindakan itu tidak pernah disyariatkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan tidak ada wahyu Al Quran yang turun tentangnya. Jika Anda mengatakan: “Tidak ada siyasah (politik) kecuali yang sesuai dengan syariat atau tidak bertentangan dengan apa yang disebutkan oleh syariat, maka itu adalah benar. Tetapi jika yang anda maksudkan dengan siyasah hanyalah yang dibatasi oleh syariat, maka itu kesalahan dan sekaligus menyalahkan para sahabat nabi.” (Imam Ibnul Qayyim, I’lamul Muwaqi’in, 6/ 26. Mawqi’ Al Islam).
***
Tahun 2020 ini disebut tahun politik, karena ada 270 daerah melakukan Pemilihan Kepala daerah (Pilkada), terdiri atas 262 Pilkada dan 8 daerah melakuan Pilgub. Di DIY, ada tiga daerah yang akan menyelenggarakan Pilkada, yaitu di Sleman, Bantul, dan Gunungkidul. Masalah siyasah (Pilkada, Pilgub, dan Pileg) diatur dalam dua aturan besar, yaitu:
- Khittah kebangsaan Muhammadiyah yang dikenal dengan nama Khittah Denpasar 2002, diputuskan di Tanwir. Dalam Khittah Denpasar disebutkan bahwa Muhammadiyah adalah organisasi yang tidak berafiliasi dengan partai politik dan organisasi manapun.
- Khitah kebangsaan tersebut dijabarkan dalam SK PP Muhammadiyah nomer 41//Kep/1.0/D/2013. Intinya ada 2 dua hal:
- Apabila pimpinan Muhammadiyah atau pimpinan amal usaha Muhammadiyah mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah atau mencalonkan diri sebagai anggota DPR, maka yang bersangkutan harus mengundurkan diri dari pimpinan persyarikatan dan amal usaha Muhammadiyah. Kasus seperti ini sudah terjadi di Yogyakarta. Di Bantul, Bapak Toto Sudarto seorang calon wakil Bupati dalam Pilkada 2020 dari Wakil Ketua Pimpinan Muhammadiyah. Maka beliau mengajukan surat pengunduran diri kepada PWM, dan PWM sudah mengeluarkan SK pemberhentian kepada beliau dengan terhormat. Apabila pilkada gagal, dia berhak menjadi pimpinan Muhammadiyah lagi menunggu Muktamar berikutnya, dan jika terpilih.
- Apabila pimpinan persyarikatan Muhammadiyah atau pimpinan amal usaha Muhammadiyah menjadi tim sukses, maka dia harus mengajukan diri untuk non-aktif selama masa tahapan pemilu/pilakda yang berakhir pada saat pelantikan bupati terpilih. Hal ini terjadi di Yogyakarta. Pak Prawoto, seorang pimpinan wilayah melibatkan diri sebagai salah satu tim sukses salah satu calon bupati di pilkada di Kabupaten Sleman. Dia sudah mengajukan surat permohonan non-aktif dan Pimpinan Pusat sudah mengeluarkan surat. Beliau sudah dinonaktifkan. Alasannya karena sikap Muhammadiyah dalam setiap kontestasi politik Muhammadiyah dengan tegas mengatakan bahwa Muhammadiyah tidak berada di mana-mana tapi Muhammadiyah harus selalu dekat dengan siapa saja.
***
Ketika sebagai tim sukses, program kita bukan memenangkan calon tapi harus memenangkan persyarikatan Muhammadiyah. Kalau kita memenangkan calon, maka ketika calon jadi dan sudah dilantik, ya tugas sudah selesai. Kalau kita memenangkan persyarikatan, ketika calon kita jadi, maka semua kepentingan persyarikatan adalah tanggungjawab kita sebagai tim sukses untuk menjadi kebijakan calon kita yang jadi itu. Selama ini, Muhammadiyah menjadi objek orang-orang yang mempunyai kepentingan tertentu. Stop! Hentikan itu. Jadikan Muhammadiyah menjadi subjek politik.
Sekarang, banyak ceramah di Youtube, WA Grup, dan lain-lain, banyak tokoh ulama, kyai, para profesor habaib mengatakan bahwa di DPR RI sudah ada lebih 200 orang anak PKI. Kita tidak risau. Kita harus risau kenapa tidak 200 atau 300 orang kader Muhammadiyah menduduki jabatan DPR? Mereka tidak punya basis masa, sedangkan kita punya basis masa yang jelas.
Yang harus kita lakukan adalah harus memulai dari lingkungan kita sendiri dengan gerakan pendidikan siyasah. Bapak Haidar dalam pengajian PWM tentang penguatan ideologi persyarikatan, pemimpin kita, mengatakan bahwa kita perlu pendidikan siyasah.
Editor: Yahya FR