Perspektif

Omong Kosong Covid-19 (2): Ketika Segelintir Agamawan Khianat

3 Mins read

Penulis amat kesal karena apa yang terjadi seperti yang telah penulis sebutkan di tulisan sebelum ini (Klik di sini) datangnya daripada mulut dan tulisan segelintir pemuka agama (agamawan). Daripada mereka yang tidak bertanggungjawab dalam memandu masyarakat menghadapi bencana dengan sewajarnya.

Malah, kata-kata mereka yang jelas salah ini disokong, ditelan, dan diterima bulat-bulat oleh masyarakat tanpa berpikir. Tanpa mentelaah lebih dalam malah jauh sekali ingin mengkoreksinya. Para pemuka agama tersebut—atas kapasitinya dan imejnya sebagai seorang yang berilmu agama yang sangat disanjungi segelintir masyarakat yang sangat takut “melawan ulama”—sebenarnya telah khianat dalam tugas mereka untuk mencerahkan akal budi masyarakat.

Segelintir Agamawan Khianat

Dalam usaha membangunkan umat Islam yang bijak, pintar, dan berkemajuan, malang pula jika kita dikawal oleh segelintir agamawan jumud dan berpikiran sempit. Tulisan ini bukanlah hendak menuduh golongan agamawan sebagai penyebab virus ini tular dan meletakkan kesalahan sepenuhnya kepada mereka. Tetapi dalam hal ini mendidik masyarakat agar tahu bertindak dengan benar pada waktu ini dan waktu-waktu lain, wajarlah para pemuka agama ini menjadi sasaran teguran penulis agar gesa berbuat.

Hal ini demikian karena, selain politikus, imej mereka yang bergelar ustaz, dai, pendakwah dan para kiai maupun gelaran moden kini seperti pencetus ummah, dai muda, ustaz dan ustazah pilihan memang merupakan figur yang sangat mempengaruhi orang kebanyakan. Maka apabila mereka melakukan sesuatu perkara, tak kira seberapa besar salahnya, tetap saja ada yang mempertahankan tindakan mereka itu bermati-matian.

Perkara ini telah lama disuarakan oleh Syed Syeikh Al-Hadi dalam penulisannya dalam akhbar Saudara pada 1928 yang menempelak golongan yang membawa pengaruh besar kepada masyarakat selain pemerintah yaitu ketua-ketua agama seperti berikut:

Wahai sekalian ketua-ketua agama dan orang kaya-kaya dan orang besar-besar. Daripada apakah kejadian hati tuan-tuan sekalian? Apa daripada jolok apikah atau daripada besi khursanikah atau memang tuan-tuan sekalian tidak beriman dengan hari kiamat? Maka tiada perasaan dan tiada peringatan kepada agama dan bangsa dan kaum dan tanah air yang akan lebur sama sekali ini di dalam hati tuan? Inna lillahi wainna ilaihi rajiun….

(Al-Hadi, via Ismail, 2003:23)

            Syed Syeikh Al-Hadi berpendapat bahwa tugas untuk memandaikan bangsa terletak di pundak para agamawan yang mempunyai kebertanggungjawaban sosial:

Tiadakah tuan-tuan sekalian mengetahui ubat bagi penyakit ini melainkan mengumpat mengata sahaja orang-orang Islam ini bodoh dan lalai menurut perkataan sekalian bangsa-bangsa yang lain. Bukankah tuan-tuan itu perikutan yang patut bersuara dan mengadakan ikhtiar bagi membaiki hal sekalian mereka itu yang bodoh dan lalai itu; karena tuan-tuanlah konon orang besar-besar Islam… Apakah makna orang besar-besar itu? Apa untuk hendak mendada di dalam majlis sahajakah? Atau hendak mintak orang mencium tangan yang harum itu sahajakah?

(Al-Hadi, via Ismail, 2003:23)

Jika diteliti kenyataan beliau itu, ia jelas masih relevan dengan sikap pemuka-pemuka dan ketua agama pada hari ini. Mereka selalu menyatakan bahwa umat Islam jauh ketinggalan dan terancam dek bangsa lain; jika tidak oleh Cina yang menyokong sesebuah parti politik pilihan mereka, maka Yahudilah yang akan dipersalahkan.

Baca Juga  Jangan Malas Menyaring Informasi

Tetapi, para agamawan yang bercakap sedemikian tidak pula tahu membentangkan solusi kepada umat Islam untuk mencari jalan keluar daripada permasalahan dan mencapai kemajuan seperti yang ada pada bangsa-bangsa yang lain—yang dicercanya itu. Hal ini jelas dan lantang disuarakan oleh Syed Syeikh,

Bahkan tuan-tuanlah yang dituntut pada ikhtiar dan berusaha mencari jalan pada menuntun akan mereka itu kepada jalan yang kesempurnaan supaya tertinggal daripada mereka itu malas dan segan, tiada berilmu dan amal, suka bergantung kepada angan-angan yang karut-karut, meninggalkan sebab-sebab yang sebenar umpama berkehendakkan sembuh daripada penyakit atau berkehendakkan harta bagi memintak ke kubur atau kepada segala dajjal-dajal penjaja agama dan seumpamanya….

(Al-Hadi, via Ismail, 2003:23)

Beragama dan Berakal

Heran. Beragama seharusnya menjadikan seseorang itu lebih menggunakan akal pikiran yang dikurniakan Tuhan dengan sebaiknya dan bukan hanya tahu mengangguk dan mentaklid membabi buta saja segala perkataan yang datang dari sesiapa pun termasuklah seberapa besar gelar keagamaan yang diperoleh oleh seseorang, tetapi pada saat mereka menjadi orang yang dungu, maka tinggalkanlah orang seperti itu.

Adapun Kaum Muda berkata kita wajib perchayakan akan perkataan Allah dan Rasul-Nya sahaja, dan bermula sekalian ‘ulama’ itu tiada seorangpun yang ma’sum, ertinya terpelihara daripada tersalah dengan sebab ini wajiblah di atas kita yang diberi oleh Tuhan sedikit ‘aqal dan sedikit pengetahuan memeriksa apa-apa yang dikatakan wajib atau haram itu…(lihat Alijah Gordon [peny.], Seruan Islam Syed Shaykh Al-Hady [2018:181]).

Melihat kepada situasi sekarang, jadi benarlah apa yang diperingatkan oleh Syed Syeikh Al-Hadi, bahwa kaum agamawan perlu menjadi agen pencerahan buat masyarakat atas kapasiti dan wibawa yang ada pada mereka dalam masyarakat dan juga bahwa umat Islam perlu banyak menggunakan akal pikiran yang luhur serta tidak hanya mengikut-ikut perkataan orang lain yang tidak membawa faedah langsung kepada diri.

Baca Juga  Dari Festival Musik MDLBEAST Sampai Pembungkaman Ulama Wahabi: Wajah Baru Arab Saudi

***

Kata hukama, “jika engkau ingin menguasai orang yang bodoh, maka bungkuslah segala sesuatu yang batil dengan kemasan agama”. Segala proyek pembodohan dan pendunguan umat Islam yang berpuncak pada pengkhianatan segelintir agamawan yang menggunakan nama Islam bagi menghalalkan tindak-tanduk mereka perlu ditentang sama sekali.

Pengkhianatan ini tidak boleh diterima dan tidak ada tempat dalam masyarakat Islam yang benar-benar menginginkan kehormatan diletakkan kepada agama dan paham bahwa Islam tertegak atas dasar ilmu, sebagaimana wahyu pertama yang diturunkan kepada Muhammad SAW.

Akhirul kalam, memetik Syed Syeikh Al-Hadi sekali lagi;

Tiada syak lagi sekalian penjaja-penjaja agama dan penjual-penjual azimat atau penjinjit tasbih atau pemusing akal perempuan dan segala pengikutnya akan mengatakan saya dengan sebab karangan saya ini seberapa daya upayanya daripada segala perkataan yang jahat-jahat, tetapi tiada saya endah akan perkataan mereka itu selama saya menyeru dengan seruan Qur’an. Kepada Allah jua saya bergantung.

(Al-Hadi, via Ahmad farouk Musa, 2019).

Editor: Nabhan

Avatar
2 posts

About author
Fellow penulis Lestari Hikmah, lembaga pemikiran dan pengkajian Islam yang berbasis di Ipoh, Perak, Malaysia
Articles
Related posts
Perspektif

Tak Ada Pinjol yang Benar-benar Bebas Riba!

3 Mins read
Sepertinya tidak ada orang yang beranggapan bahwa praktik pinjaman online (pinjol), terutama yang ilegal bebas dari riba. Sebenarnya secara objektif, ada beberapa…
Perspektif

Hifdz al-'Aql: Menangkal Brain Rot di Era Digital

4 Mins read
Belum lama ini, Oxford University Press menobatkan kata Brain Rot atau pembusukan otak sebagai Word of the Year 2024. Kata yang mewakili…
Perspektif

Pentingkah Resolusi Tahun Baru?

2 Mins read
Setiap pergantian tahun selalu menjadi momen yang penuh harapan, penuh peluang baru, dan tentu saja, waktu yang tepat untuk merenung dan membuat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds